By Asyari Usman
semarak.co– Terima kasih Tuan Djoko Tjandra. Anda telah menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa Anda bisa mengatur siapa saja di negeri ini. Anda bisa membeli siapa saja yang Anda perlukan. Anda bisa menyewa siapa saja yang Anda inginkan.
Anda bisa membeli orang-orang berbintang yang sedang berkuasa. Anda bisa merekrut ‘bodyguard’ berpangkat brigjen. Anda bisa membeli pengacara yang memberikan ‘bantuan hukum’ dan ‘bantuan untuk melanggar hukum’.
Saya bisa memahami perasaan Anda sekarang. Dan bisa juga memahami perasaan Anda sejak dulu. Yaitu, perasaan Anda yang bahagia luar biasa. Karena Anda berhasil menginjak-injak harga diri bangsa kami –bangsa Indonesia.
Anda tidak salah. Anda hanya berperilaku sebagai seorang pembeli. Pembeli kekuasaan. Pepatah mengatakan, “Pembeli itu Raja”. Tentunya maksud pepatah ini adalah bahwa penjual kekuasaan akan melayani Anda seperti raja. Anda itu adalah seorang ‘customer’ istimewa di mata para pedagang kekuasaan.
Pastilah para pedagang kekuasaan akan selalu mendekati Anda. Mulai dari pedagang kekuasaan level asongan sampai pedagang kekuasaan level plaza.
Anda memang beruntung bisa membeli kekuasaan apa saja yang Anda perlukan. Anda bisa membeli kekuasaan di tingkat kelurahan sampai ke tingkat menteri. Berbahagialah Anda, Tuan Djoko. Berbahagia karena berhasil mempermalukan kami yang masih merasa terhina oleh tindakan Anda. Harus diakui, banyak orang yang merasa tidak terhina oleh perilaku Anda.
Anda tidak salah, Tuan Djoko. Yang salah adalah kami-kami yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perasaan normal para pemimpin dan pejabat tinggi kami. Yang sejak lama sudah terbiasa direndahkan, dihina, dan dilecehkan oleh orang-orang hebat seperti Anda.
Kami belum sanggup seperti mereka. Mereka merasa tak terhina, tak tercela, ketika mendengar Anda bisa keluar-masuk di ruangan kerja para petinggi negara yang kami anggap mewakili martabat rakyat.
Anda tidak salah, Tuan Djoko. Yang salah adalah kami semua. Kami sangka Pancasila itu diamalkan oleh para pemimpin kami sesuai dengan ceramah mereka. Ternyata sudah lama dilakukan ‘penyesuaian’ pengamalan Pancasila dengan ‘kebutuhan’ zaman.
Rupanya, selama ini para pemimpin atau pejabat kami meneriakkan Pancasila hanya untuk menyebut kami teroris, radikal, ISIS, khilafatis, anti-NKRI, dlsb. Kami sangka mereka benar-benar berpancasila. Kami tak menduga kalau mereka itu sudah lama berpura-pura.
Kami yang tak sadar bahwa Pancasila sudah disimplifikasikan menjadi panduan yang luwes (fleksibel) agar para petinggi bisa beradaptasi dengan suasana kompetitif. Kami terlambat tahu bahwa belakangan ini memang dibangun kompetisi di kalangan para petinggi. Yaitu, kompetisi menjual kekuasaan supaya ada ‘penerimaan non bujeter’ yang lebih besar.
Dengan kompetisi itu, para pemegang kekuasaan akan berlomba atau bersaing untuk mendapatkan hasil penjualan terbanyak. Termasuk bersaing dalam merebut pembeli kekuasaan kelas paus. Tampaknya, Tuan Djoko bisa dikategorikan ke dalam daftar pembeli papan atas. Bisa diberi penghargaan “best buyer”. Pembeli terbaik.
Pantasanlah kemarin itu Tuan Djoko Tjandra memberikan teladan kepada para konsumen penikmat kekuasaan. Teladan tentang bagaimana cara melecehkan martabat rakyat, bangsa dan negara ini.
23 Juli 2020
*)Penulis wartawan senior
sumber WA Group ANIES GUBERNUR DKI