Demokrat Sayangkan Deklarasi Papua Belum Direspon, Legislator Sebut Jokowi Manfaatkan Pandemi untuk Perkuat Kekuasaan

Anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie menjadi salah satu pembicara diskusi daring yang diselenggarakan LP3ES. Foto: possore.com

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR RI bidang Industri dan Pembangunan dari daerah pemilihan (Dapil) Banten H Mulyanto menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanfaatkan momen pandemi Covid- 19 untuk memperkuat kekuasaannya.

semarak.co-Pemerintah acap kali berdalih untuk menanggulangi pandemi Covid 19 dalam menyusun berbagai peraturan dengan mereduksi peran DPR RI. Pemerintah pimpinan Jokowi, nilai Mulyanto, harus selalu diingatkan untuk kembali menghormati nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaraan negara.

Bacaan Lainnya

Anggota Badan Legislasi DPR RI khawatir, jika tidak ada oposisi yang mengingatkan, sangat besar peluang pemerintah membajak demokrasi untuk memperbesar kekuasaan.

“Kita merasakan pembajakan itu faktual. Secara umum saya setuju dengan pandangan Prof. Jimly tentang pembajakan demokrasi melalui Pandemi Covid-19 ini,” ujar Mulyanto dalam keterangan pers yang diterima possore.com, Senin (2/11/2020).

Sebelumnya, dalam diskusi daring yang diselenggarakan LP3ES, Guru Besar Tata Negara yang juga anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie menyebut, Pemerintah membajak demokrasi dengan memanfaatkan isu pandemi.

“Pemerintah dinilai menuju pemerintahan otoritarian tapi dengan cara konstitusional. Secara proses terkesan demokratis tapi secara nilai jauh dari prinsip-prinsip demokrasi,” papar Prof Jimly yang mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

Politisi senior yang juga mendapat kepercayaan sebagai anggota Majelis Syuro PKS menyebut ada beberapa kasus yang dapat dijadikan contoh ada pembajakan demokrasi oleh Pemerintah. Pertama dalam kasus Perppu No: 1/2020 tentang Covid-19 yang kemudian disahkan menjadi UU No: 2/2020.

“Dalam Perppu itu pemerintah secara nyata mereduksi peran DPR terutama dalam fungsi anggaran. Alokasi prioritas anggaran yang semula dilaksanakan DPR dengan UU, dipindah menjadi kewenangan eksekutif,” ujar Mulyanto yang juga Anggota Komisi VII DPR.

Di dalam Perppu itu, lanjut Mulyanto, terdapat pula pasal imunitas pejabat pelaksana UU itu yang tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana. Kedua dalam kasus UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).

Atas nama penanggulangan ekonomi dampak wabah pandemi Covid-19, pembahasan RUU ngebut tidak kenal waktu libur dan waktu reses. Meski pembahasan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan tapi pelaksanaan rapat menjadi tidak maksimal dan penuh keterbatasan.

Akibatnya aspirasi publik tidak terserap secara maksimal, pembahasan tidak berjalan optimal bahkan terkesan ugal-ugalan. “Padahal RUU Ciptaker ini tidak dirancang untuk penanggulan covid-19, sehingga tidak perlu tergesa-gesa. Namun faktanya, Covid-19 menjadi alasan untuk membajak demokrasi,” kata Mulyanto.

Hal seperti ini harus disudahi. “Mari kita tanggulangi musibah Covid-19 ini dengan akal sehat, scientific based, tidak grasa-grusu. Berbagai kebaikan yang sudah ada di negeri ini, termasuk anugerah demokrasi, kita jaga dan kita rawat,” tandas Wakil Rakyat dari Dapil III Provinsi Banten.

Riset lembaga survei Indikator dirilis 25 Oktober 2020 menyimpulkan, meski dukungan normatif terhadap demokrasi masih tinggi, saat ini lebih banyak responden yang menilai Indonesia menjadi kurang demokratis, dua kali lipat dari yang menilai menjadi lebih demokratis. Kekecewaan publik juga terlihat dari kondisi kebebasan sipil yang dinilai negatif.

Mayoritas menilai saat ini warga makin takut menyatakan pendapat 79.6 persen, makin sulit berdemonstrasi atau melakukan protes 73.8 persen, dan aparat dinilai makin semena-mena menangkap warga yang berbeda pandangan politiknya dengan penguasa. “Beberapa hal terkait kebebasan sipil, memberikan sinyal yang mengkhawatirkan bagi demokratisasi di Indonesia,” demikian H Mulyanto menutup.

Politisi muda Partai Demokrat Irwan Facho heran dengan sikap Presiden Jokowi terkait Gerakan Persatuan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) pimpinan Benny Wenda yang mendeklarasikan diri sebagai presiden dan pemerintahan sementara Papua Barat Merdeka, Selasa kemarin (1/12/2020).

“Sebagai generasi muda, saya sangat menyayangkan sikap Pak Jokowi yang sampai saat ini belum merespon langsung deklarasi tersebut dengan pernyataan dan tindakan yang tegas guna menegakkan kedaulatan NKRI,” sindir Irwan, wakil rakyat dari Dapil Provinsi Kalimantan Timur dalam keterangan pers yang diterima Possore.com, Kamis (3/12/2020).

Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat 2020-2025 ini mengatakan, sebagai wakil rakyat tentu dirinya mendesak Jokowi untuk segera menghentikan aksi provokasi tersebut agar masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Papua Barat hidup tenang dan damai tanpa isu-isu liar yang mengancam disintegrasi bangsa.

Papua Barat, nilai Irwan, adalah bagian dari NKRI yang sah dan tidak boleh diklaim dan digangu gugat pihak manapun termasuk Benny Wenda. “Masyarakat Papua Barat merupakan bagian seluruh rakyat Indonesia dan menolak adanya provokasi pemisahan dari negara Indonesia,” ujar anggota Komisi V DPR.

Ditambahkan Irwan, “Saya juga mendorong Pemerintah terus hadirkan pemerataan dan percepatan pembangunan di Papua Barat dan Papua. Kemajuan dan kesejahteraan yang berkeadilan di tanah air merupakan jalan persatuan bangsa ini. Itulah sejatinya perwujudan dari nilai-nilai Pancasila.” (dec/smr)

 

sumber: possore.com (02/11/2020)/

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *