Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia pada era Presiden Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergerak lebih lambat dibanding pada periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Perlambatan PDB per kapita sejalan semakin besarnya jumlah penduduk sementara sebaliknya pertumbuhan PDB tidak sekencang era sebelumnya.
semarak.co-Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat PDB per kapita Indonesia pada 2022 mencapai US$ 4.783,9 per tahun atau jika dirupiahkan menjadi Rp 71 juta. Artinya, rata-rata penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 275 juta ini memiliki pendapatan sekitar Rp 71 juta per tahun atau sekitar Rp 5,9 juta per bulan.
Pendapatan PDB per kapita penduduk Indonesia pada 2022 meningkat sekitar Rp 8,7 juta dibandingkan 2021 atau sekitar 14%. Lonjakan PDB per kapita terjadi seiring dengan kenaikan PDB nasional atas harga konstan yang sangat signifikan dari Rp 11.120,1 triliun pada 2021 menjadi Rp 11.710,4 triliun pada 2022.
Namun, jika dihitung dari awal pemerintahan hingga tahun ini, pertumbuhan PDB per kapita pada era Presiden Jokowi tidak mencapai 50%. Berdasarkan data Bank Dunia, PDB per kapita Indonesia pada 2015 tercatat US$ 3.322,58 per tahun sementara data BPS menunjukkan angka tersebut naik menjadi US$ 4.783,9 pada 2022.
Artinya, selama delapan tahun pemerintahan Jokowi, PDB per kapita naik sebesar US$ 1.307,28 atau 37,6%. Sebagai catatan, 2015 merupakan tahun pertama di mana Presiden Jokowi memimpin Indonesia secara penuh. Jokowi hanya menjabat presiden selama tiga bulan pada 2014 setelah dilantik pada Oktober 2014.
Pada tahun pertama Presiden SBY memimpin secara penuh yakni pada 2005, PDB per kapita Indonesia tercatat US$ 1.249,39 per tahun. Angkanya kemudian naik menjadi US$ 3.668,22 per tahun pada 2012. Dengan demikian, selama delapan tahun pertama pemerintahan SBY, PDB per kapita Indonesia naik sebesar US$ 2.418,81 atau 193,6%.
Pendapatan PDB per kapita digunakan untuk menghitung rata-rata pendapatan penduduk sebuah negara dengan menghitung nilai PDB nasional dibagi jumlah penduduknya. Semakin besar nilai PDB bisa membuat angka pendapatan PDB per kapita sebuah naik. Namun, nilainya juga sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk.
Nilai PDB yang sangat besar bisa menghasilkan nilai pendapatan PDB per kapita yang kecil jika jumlah penduduknya besar juga. Contohnya, adalah perbedaan pendapatan PDB per kapita antara Luxemburg dan Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Bank Dunia, Luxemburg tercatat sebagai negara dengan pendapatan PDB per kapita tertinggi di dunia yakni US$ 134.544,5 per tahun atau sekitar Rp 2 miliar per tahun. Nilainya sangat besar karena penduduk Luxemburg hanya 640.064 jiwa sementara PDB nya sekitar US$ 85,51 miliar.
Nilai PDB terbesar saat ini masih dipegang Amerika Serikat (AS) US$ 23,32 triliun. Namun, karena jumlah penduduk AS mencapai 331 juta jiwa maka pendapatan PDB per kapita AS jauh dari Luxemburg yakni US$ 69.287,54 per tahun atau Rp 1,04 miliar.
Lalu, bagaimana dengan era SBY dan Jokowi?
Seperti dilansir cnbcindonesia.com, 7 February 2023 08:45, Data BPS menunjukkan jumlah penduduk pada 2005 mencapai 218,69 juta sementara pada 2012 tercatat 245,42 juta. Artinya, ada pertambahan penduduk sebanyak 26,73 juta atau 12,22% selama delapan tahun pertama era Presiden SBY.
Pada 2015, jumlah penduduk berkisar 255,46 juta jiwa sementara pada 2022 sekitar 275,77 juta. Dengan demikian, ada tambahan jumlah penduduk sekitar 20,31 juta atau 7,95% pada delapan tahun pertama Presiden Jokowi.
Namun, kenaikan nilai PDB pada delapan tahun pertama Presiden SBY juga lebih cepat yakni naik 49,6% dari Rp 1.749,5 triliun pada 2005 menjadi Rp 2.618,1pada 2012. Perhitungan nilai PDB dengan menggunakan dasar harga konstan tahun 2000.
Nilai PDB pada delapan tahun era Presiden Jokowi meningkat 30,5% dari Rp 8. 976,9 triliun pada 2015 menjadi Rp 11.710,4 triliun. Perhitungan nilai PDB dengan menggunakan dasar harga konstan tahun 2010.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi pada delapan tahun pertama pemerintahan SBY dan Jokowi juga terbilang jauh yakni 5,89% pada era SBY sementara Jokowi sebesar 4%. (net/cnb/smr)