Puluhan penyandang tuna netra menggelar unjuk rasa di depan kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta untuk memprotes ucapan calon wakil presiden (cawapres) Ma’ruf Amin soal perkataan budek dan buta.
Para tuna netra yang tergabung dalam Persatuan Aksi Sosial Tunanetra Indonesia (Pasti) menerikan keinginan Ma’ruf meminta maaf. Aksi para penyandang disabilitas ini tak berlangsung lama. Mereka membubarkan diri setelah orasi dan unjuk rasa sekitar 30 menit.
Peserta aksi berbaris rapi di depan gedung MUI sembari memegang poster bergambar Ma’ruf Amin. Sesekali ada pekik takbir di sela orasi. “Melalui gerakan moral ini, kami menuntut KH Ma’ruf Amin untuk mengklarifikasi dan meminta maaf pada disabilitas, khususnya tuna netra dan tunarungu wicara,” ujar Ketua Pasti, Arif Nur Jamal.
Seperti diketahui, Ma’ruf melontarkan ucapan budek dan tuli saat acara peresmian posko dan deklarasi relawan yang mengatasnamakan Barisan Nusantara (Barnus) di kawasan Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, Sabtu (10/11).
Dalam acara itu Ma’ruf menyindir pihak-pihak yang kerap mengkritik kinerja Presiden Jokowi sebagai orang-orang budek dan buta. Dia lantas mengklarifikasi ucapannya. Kata Ma’ruf, ucapannya tak bertujuan menyinggung kelompok mana pun dan tidak dalam konteks budek dan buta secara fisik.
Meski sudah ada klarifikasi, Arif berujar pihaknya tetap merasa tersinggung dan terhina dengan ucapan Ma’ruf. Sebab sebagai warga negara, kata Arif, kelompok penyandang disabilitas punya hak hidup dan politik yang setara dengan penduduk lainnya.
Yogi Matsoni, salah seorang peserta aksi mengatakan klarifikasi yang sudah disampaikan Ma’ruf tidak cukup. Ia beralasan dalih Ma’ruf yang menyangkutpautkan istilah budek-tuli dengan penggalan ayat Alquran itu terlampau jauh.
“Ini hanya gerakan moral, bukan hanya kepada Ma’ruf Amin tapi ke siapa saja, ya, bahwa kampanye ada batasan untuk tidak menyinggung disabilitas,” kata Yogi.
Para demonstran memberi waktu delapan hari kepada Ma’ruf Amin untuk meminta maaf. Jika tidak dipenuhi mereka mengancam melancarkan protes susulan atau menempuh jalur hukum. “Kalau tidak diindahkan akan menuntut dengan massa lebih besar dan membawa ini ke jalur hukum,” kata Arif.
Dilaporkan Ke Bawaslu
Pada Senin (12/11) lalu, protes serupa terjadi di Bandung oleh Forum Tunanetra Menggugat. Mereka menuntut Ma’ruf meminta maaf atas istilah budek dan tuli yang ia ucapkan dalam waktu 10 hari sejak protes itu digelar.
Tak sampai di situ, Forum Tunanetra atau Komunitas Disabilitas melaporkan Ma’ruf Amin ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pelaporan ini dilakukan didasarkan pada pernyataan politik Ma’ruf Amin.
“Karena sangatlah disayangkan apabila seorang cawapres yang juga seorang ulama dalam membuat pernyataan tidak menjaga lisannya,” kata Bonny Syahrizal di Gedung Bawaslu, Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat, Rabu (14/11).
Ia mensinyalir, ucapan tersebut merupakan bentuk penghinaan terhadap para penyandang disabilitas dengan menjadikannya sebagai bahan pembanding atau bahan ejekan di dalam narasi politiknya.
Sedangkan beberapa alat bukti laporan berupa print out berita dari beberapa media online, video pernyataan dari salah satu penyandang disabilitas yang mengungkapkan rasa kecewanya terhadap ucapan Maruf.
Selain itu, ada pula fotokopi salinan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Pasal 280 jo Pasal 521. Dalam pelaporan itu, Bonny didampingi oleh Advokat Senopati 08. Laporan tersebut tercatat di Bawaslu dengan nomor 19/LP/PP/RI/00.00/XI/2018. (lin/cnn/int)