Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutuskan untuk menonaktifkan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo. Ini diambil demi membuat proses penyidikan menjadi semakin terang. Ponsel Sambo beserta istrinya, PC, perlu disita. Juga, ponsel Bharada E serta ajudan Sambo lainnya perlu dilakukan penyitaan.
semarak.co-Keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sebelumnya mendesak agar Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, Kepala Biro Pengamanan Internal (Karo Paminal) Divisi Propam Brigjen Hendra Kurniawan, dan Kapolres Metro Jakarta Selatan (Jaksel) dinonaktifkan.
Dorongan itu disampaikan pihak kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak yang mengaku mendapat pesan itu dari keluarga Brigadir J langsung. Kamaruddin menjelaskan, ketiganya perlu dinonaktifkan agar penanganan perkara ini bisa ditangani secara objektif.
“Memohon dengan sangat kepada Bapak Presiden RI selaku kepala negara dan kepala pemerintahan supaya memberi atensi, demikian juga Komisi III DPR RI selaku wakil rakyat, termasuk kepada Bapak Kapolri untuk supaya sementara menonaktifkan Kadiv Propam Polri atas nama Ferdy Sambo,” ujar Kamaruddin saat ditemui di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (18/7/2022).
Kemudian, Kamaruddin meminta supaya mobil yang dipakai Irjen Sambo dari Magelang turut diamankan. “Kemudian menonaktifkan juga Karo Paminal atas nama Brigjen Hendra. Yang ketiga menonaktifkan Kapolres Jakarta Selatan,” sambung Kamaruddin dilansir dilansir kompas.com – 18/07/2022, 18:52 WIB.
“Demikian juga CCTV-CCTV dari Magelang mulai dari jalan tol itu supaya diamankan juga, lintas-lintasan yang mereka lintasi supaya percakapan-percakapan antara nomor telepon Brigadir Yoshua Hutabarat dengan pimpinannya supaya disita juga dari Telkom atau dari operator,” tutur Kamaruddin.
Sebelumnya Kapolri Listyo Sigit Prabowo menggelar jumpa wartawan di Gedung Mabes Polri Kawasan Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin malam (18/7/2022). “Malam ini kita putuskan untuk Irjen Pol Ferdy Sambo sementara jabatannya dinonaktifkan. Mulai malam ini saat ini kita nonaktifkan dan jabatan diserahkan ke Pak Wakapolri,” ujar Sigit dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (18/7/2022).
Di bagian lain diberitakan pikiranmerdeka.com/Juli 17,2022/pro-kontra dibalik tewasnya Brigadir J menyisakan banyak pertanyaan, hingga menyeret sejumlah kalangan berkomentar.
Salah satunya Anggota Fraksi PDIP Trimedya Pandjaitan yang menyebut kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sebagai kado ulang tahun yang buruk untuk Polri.
Terkait itu, Trimedya berharap tim khusus bentukan Kapolri Listyo dapat segera memberikan titik terang pengungkapan insiden berdarah tersebut. “Nah mudah-mudahan karena ini hampir satu minggu, minggu depan ada titik terang yang diberikan tim khusus ini. Supaya masyarakat percaya dan ini kado ulang tahun Polri yang enggak bagus menurut saya,” ujar Trimedya dalam webinar yang disiarkan lewat instagram @diskusititiktemu, Sabtu (16/7/2022).
Ia pun memaparkan beberapa kejanggalan hasil penyelidikan kepolisian terkait kasus tersebut. Kejanggalan pertama berasal dari jenis senjata yang dipakai Bharada E saat baku tembak dengan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo. Dari berbagai pemberitaan diketahui, Bharada E menggunakan senjata api jenis Glock-17.
Sementara itu, Brigadir J menggunakan pistol jenis HS-9. Dalam peristiwa itu, senjata yang dipakai Bharada E, menurut Trimedya tidak wajar. Sebab, senjata api jenis itu bukan untuk anggota yang berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada). Kalau dulu, bukan sersan, balok lah ya istilahnya ya, dan itu biasanya AKP atau kapten yang pegang jenis senjata itu [Glock-17].
“Karena senjata itu kan mematikan… Sama seperti yang disampaikan Pak Arianto tadi, harusnya dia [Bharada E] laras panjang. Kejanggalan kedua terkait dengan bekas tembakan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah Kadiv Propam yang tidak pernah ditampilkan,” sindirnya.
Dilanjutkan Trimedya, “Kemudian olah TKP-nya, kalau dikatakan tembak menembak itu kan sampai sekarang ini delapan hari ya, kita tidak pernah (lihat), paling tidak pers boleh masuk. Ada enggak bekas tembak-tembakan itu di sekitar rumahnya? Di dinding atau di tangga, darah, kan enggak pernah ada (ditampilkan).”
Politikus PDIP juga menyebut tak mungkin terjadi tembak menembak tanpa meninggalkan bekas, misalnya darah, kaca pecah, atau lainnya. “Kita yang orang hukum, keliatannya ya akal sehat kita dibalikkan. Nah itu kan harusnya ada. Enggak mungkin orang tembak-tembakan, enggak ada bekas darahnya, kaca pecah atau apa, itu kan enggak pernah diliatkan,” jelasnya.
Selanjutnya adanya kejanggalan ketiga disebutkan pada momen konferensi pers yang disampaikan pihak kepolisian. Menurutnya, ada ketidaksiapan yang seolah ditutupi oleh pihak kepolisian ketika merilis kasus ini.
Hal itu dimulai dari keterangan pertama yang disampaikan Divisi Humas Mabes Polri pada Senin (11/7) yang terlihat tak ada kesiapan merilis kasus tersebut. Ditambah lagi dengan konferensi pers Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa (12/7), karena tidak ada barang bukti yang disuguhkan ke publik.
“Aneh, saya tahun 91 sudah jadi pengacara. Enggak pernah tuh saya melihat ada konferensi pers barang bukti enggak ditunjukkan. Itu enggak ditunjukkan barang buktinya, itu selongsong seperti apa? Jenis senjata seperti apa?” ujarnya.
Selain itu ia juga menyoroti Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto yang menutup lembar putih yang dipegangnya saat merilis kasus tanpa menunjukan kepada insan media yang hadir.
“Kapolres Jakarta Selatan itu pada saat konferensi pers mungkin hari Selasa dia konferensi pers. Dia pegang kertas, ya enggak tau kertas apa itu. Apakah kertas ringkasan autopsi atau kertas apa? gitu loh. Biasanya kan diberikan kesempatan, karena itu konferensi pers, wartawan close up hasil itu, ini kan enggak,” katanya.
Atas beberapa kejanggalan itu, Trimedya mengaku memberikan tiga usulan kepada Listyo lewat aplikasi pesan WhatsApp yaitu untuk membentuk tim khusus; menarik berkas ke ke Markas Besar (Mabes) Polri karena sudah termasuk isu nasional; dan menonaktifkan Freddy Samdo.
Mabes Polri menyatakan Brigadir J tewas usai baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Jumat 8 Juli lalu. Brigadir J merupakan sopir istri Sambo. Polisi menyebut Brigadir J masuk kamar dan melakukan pelecehan seksual ke istri sang jenderal. Ia mendapat tujuh luka akibat tembakan Bharada E di tubuhnya.
Diberitakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit membentuk tim khusus. Ia memastikan tim akan bekerja secara profesional dalam mengusut insiden baku tembak ini. “Kami mengharapkan bahwa kasus ini bisa dilaksanakan secara transparan, objektif dan tentunya karena khusus menyangkut masalah anggota, kami juga ingin peristiwa yang ada ini betul-betul menjadi terang,” kata Listyo kepada wartawan di Mabes Polri, Selasa (12/7/2022).
Diberitakan keuangannews.id/kasus baku tembak antar ajudan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat sore (8/7/2022) semakin mempertegas kejanggalan demi kejanggalan.
Salah satu kejanggalan itu setidaknya ditangkap oleh Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Laksamana (Purn) Soleman B. Ponto. Pensiunan jenderal bintang dua TNI Angkatan Laut itu mempertanyakan, mengapa Bharada E yang disebut sebagai pelaku penembak Brigpol Yosua alias Brigadir J hingga tewas saat ini belum juga ditetapkan sebagai tersangka.
“Nah, kenapa enggak bisa jadi tersangka, ini sudah ada orang mati kok. Dan faktanya (Bharada E) menembak secara sadar itu lima peluru masuk (ke tubuh Brigadir J),” kata Soleman saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (15/7/2022).
Disisi lain, ia mengaku heran dengan keterangan resmi Polri bahwa Bharada E menggunakan senjata api jenis Glock 17 yang dianggapnya tidak masuk akal. Pasalnya, Soleman mengungkapkan, senjata semi otomatis itu tidak layak dipergunakan oleh Bharada E yang masih Tamtama, apalagi magasin diisi 17 peluru.
“Itu enggak masuk akal. Dia itu dipegangkan Glock 17, seorang Tamtama itu masa pegang Glock, itu pegangan raja-raja, pangkat Kapten ke atas, lah ini malah dipegangkan ke Tamtama,” ujar Soleman.
Kalaupun, lanjut dia, Bharada E ditugaskan mengawal keluarga Irjen Ferdy Sambo, mestinya Bharada E hanya cukup menggunakan senjata revolver dengan 5 peluru. “Dalam situasi apa Glock dipegang, standarnya 5 (pistol) revolverlah, ini malah di rumah pake Glock. Mau ada apaan pegang Glock 17 peluru, mau ada maling atau apa,” ujarnya.
Ini semakin enggak masuk akal. Kalau diawali dengan berbohong, maka akan ada kebohongan selanjutnya. Hingga saat ini, tim khusus pencari fakta yang dipimpin Wakapolri maupun pihak Polres Jakarta Selatan masih melakukan serangkaian penyelidikan.
Dan belum menemukan bukti kuat guna menaikkan status Bharada E dari saksi menjadi tersangka. Atau belum ada tersangka dalam peristiwa berdarah di Duren Tiga itu. (net/mol/kne/cnn/kpc/smr)
sumber: PERKOKOH PERSATUAN MUSLIM (postSeninmalam18/7/2022/drstasril)/PEJUANG SUBUH (postMinggu17/7/2022/) keuangannews.co di WAGroup PERKOKOH PERSATUAN MUSLIM (postMinggu17/7/2022/danny)