BPJS Ketenagakerjaan berencana menaikkan sejumlah manfaat nilai klaim dan peningkatan layanan tanpa menuntut kenaikan iuran. Menyusul klaim badan pengelola jaminan sosial hasil transformasi dari PT Jamsostek ini mengalami peningkatan kinerja yang positif.
Direktur utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto mengatakan, saat ini ahli waris dari peserta meninggal dunia biasa mendapatkan klaim dari program Jaminan Kematian (JKM) total Rp 24 juta. Ini, kata Agus, akan ditingkatkan lagi. Nilai beasiswa saat ini Rp 12 juta untuk nilai sekarang relatif kecil.
“Kami tidak berfikir dan tidak ada wacana untuk menaikkan iuran. Tapi kami berfikir untuk meningkatkan manfaatnya. Misalnya meningkatkan nilai manfaat klaim Jaminan Kematian (JKM) juga menaikkan nilai dari manfaat beasiswa,” ujar Agus di sela-sela Simposium Nasional bertajuk Sudah Idealkah Manfaat dan Layanan Program BPJS Ketenagakerjaan yang Diperoleh Peserta? di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, (24/7).
Nilai beasiswa ini, lanjut Agus, akan ditingkatkan sampai kepada dua anak sampai lulus sarjana dengan besaran nilai yang cukup untuk membiayai siswa pada masing-masing tingkatan pendidikannya.
Didampingi Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan Krishna Syarif, Agus melanjutkan, manfaat untuk peserta pekerja migran Indonesia atau TKI akan ditingkatkan. Untuk itulah pihaknya mengumpulkan para pemangku kepentingan untuk menemukan titik ideal peningkatan manfaat program BPJS Keteangakerjaan. ”Mumpung saat ini kita sedang mengusulkan untuk peningkatan manfaat tersebut kepada Pemerintah.
Dalam simposium mengemuka soal nilai JKM Rp 24 juta terlalu kecil. Mungkin bagi daerah cukup tapi untuk di Jakarta kurang. Begitu juga Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 48 kali gaji dan 56 kali gaji untuk peserta yang mengalami cacat tetap agar nilai klaimnya bisa ditingkatkan lagi.
Sedangkan kebijakan pencairan JHT diharapkan kembali ke filosofi dasarnya dengan bisa diambil lebih dari 20 tahun atau setelah mencapai akhir kepesertaan. Program Jaminan Pensiun (JP) diminta jangan ada batas maksimum upah sehingga membatasi pula maksimum manfaat yang diterima peserta.
Manfaat JP juga seharusnya jangan mengacu usia pensiun yang ditetapkan oleh pemerintah. Tapi seharusnya mengacu pada batas usia produktif yang setiap profesi berbeda-beda. (lin)