Satu per satu alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) bermunculan. Setelah Pakar Telematika Roy Suryo, dr Tifa, dan Rismon Sianipar yang kembali mengulik isu ijazah palsu eks Presiden Joko Widodo (Jokowi), kini muncul Prof Tono Saksono.
Semarak.co-Prof Tono merupakan alumni Teknik Geodesi dari Fakultas Teknik UGM yang lulus 20 Juli 1979. Pihaknya juga mempertanyakan font Times New Romans yang digunakan pada skripsi Jokowi.
Prof Tono mengatakan, tahun 1984 belum ada PC (personal computer), belum memasyarakat, operating masih menggunakan sistem DOS. Jadi dapat dipastikan, belum ada komputer PC yang beroperasi, dengan windows pada 1981-1991.
“Belum ada font Times New Roman sampai 1992, tidak ada. Saya mengalami operating ssitem windows 3.1 pada 1992,” kata Tono di kanal YouTube World Twiligh Project, dikutip, Senin, 28 April 2025 seperti dilansir gelora.co, April 28, 2025.
“Tahun 1981 umumnya orang pakai word star, ini paling canggih saat itu. Belum ada font times news roman, karena itu baru keluar tahun 1992. Pada umumnya orang pakai word star ini, sudah paling canggih, pencetakan menggunakan dot matriks printer. Kami baru mengenal OS Windows 3.1 di 1992,” ujarnya.
Setelah itu baru mengenal times new roman, pada tahun 1993. Pihaknya berharap teman-teman Kagama seharusnya bersuara untuk menyelamatkan nama baik almamater. “Bukan untuk menyebarkan berita bohong, bukan, ini mencari kebenaran. Ada orang-orang yang sampai di penjara untuk itu, kasus-kasus seperti ini, ini tidak adil,” pungkasnya.
Diketahui bahwa kasus penggunaan skripsi milik Jokowi yang ayah dari wakil presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka menggunakan font times new roman ini terungkap dari penelusuran Rismon Sianipar, alumni Fakultas Teknik UGM.
Rismon mendapat skripsi tersebut dari perpustakaan UGM, yang kemudian difoto untuk bahan penelitian. Rismon juga menegaskan bahwa tahun 1985 belum muncul font time news roman. Karenanya dia mencurigai bahwa ijazah Jokowi tidak asli.
Mengutip laman sawitku.id, Jumat, 25 April 2025 | 18:15 WIB, misteri seputar klaim Presiden Jokowi pernah kuliah di jurusan Teknologi Kayu UGM kembali mencuat setelah riset mendalam dari DR Surya Suryadi, dosen dan peneliti asal Universitas Leiden, Belanda.
Lewat penelusuran arsip akademik, Surya Suryadi mengungkap fakta-fakta sejarah yang tak banyak diketahui publik, khususnya soal struktur jurusan di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Menurut arsip yang tersimpan di perpustakaan Universitas Leiden, tidak pernah ada jurusan bernama Teknologi Kayu di Fakultas Kehutanan UGM. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan bahwa ia kuliah di jurusan tersebut.
Dalam keterangannya, Surya Suryadi menyebut bahwa UGM secara resmi mendirikan Fakultas Kehutanan pada 17 Agustus 1963, setelah sebelumnya Bagian Kehutanan berada di bawah Fakultas Pertanian.
Pada awalnya, hanya terdapat tiga bagian di fakultas tersebut, yakni, Bagian Ekonomi Perusahaan Hutan, Bagian Silvikultur, dan Bagian Teknologi Kehutanan. “Kalau kita telisik dari arsip resmi, yang ada hanyalah Bagian Teknologi Kehutanan, bukan Teknologi Kayu,” kata Suryadi, Kamis 24 April 2025,
Perubahan nama dan struktur bagian-bagian tersebut tercatat secara formal melalui sejumlah Surat Keputusan resmi, termasuk SK Mendikbud No. 0553/O/1983. Tahun 1980—periode yang disebut-sebut sebagai masa awal Jokowi kuliah di UGM—Fakultas Kehutanan memiliki 4 bagian.
Yakni Manajemen Hutan (dulu Ekonomi Perusahaan Hutan), Silvikultur, Teknologi Kehutanan, serta Konservasi Sumber Daya Hutan yang baru dibentuk. “Sampai saat ini pun yang ada hanyalah Departemen Teknologi Hasil Hutan,” imbuhnya.
Ditambahkan dia, Jadi tidak ada dokumen yang menyebut nama jurusan Teknologi Kayu secara eksplisit. Ia malah mempertanyakan apakah yang dimaksud Teknologi Kayu sebenarnya merujuk pada Bagian Teknologi Kehutanan atau Teknologi Hasil Hutan.
Namun menurutnya, pergeseran istilah semacam itu seharusnya memiliki dasar hukum atau dokumen resmi yang menjelaskan perubahan nomenklatur. Perubahan istilah dari Kehutanan menjadi Kayu tidak pernah diklarifikasi dalam dokumen resmi UGM maupun Kementerian Pendidikan.
“Ini sangat janggal. Penelusuran ini didukung oleh sejumlah literatur sejarah UGM yang tersimpan di Leiden, seperti buku Jejak Langkah Fakultas Kehutanan UGM karya Moch. Sambas Sabarnurdin, Membangun Hutanku yang Terlanjur Rusak oleh Ronggo Sardono,” tuturnya.
Serta dokumen internal UGM lainnya dari era 1970-an hingga 1990-an Dari semua sumber tersebut, kesimpulan Suryadi tegas, tidak ada jurusan yang pernah bernama Teknologi Kayu di lingkungan Fakultas Kehutanan UGM, baik pada masa lalu maupun sekarang.
Yang ada hanya bagian atau departemen yang berkaitan dengan hasil hutan secara umum, tanpa secara khusus menyebut kayu. “Jika memang ada, tentu harus bisa ditunjukkan buktinya dalam dokumen akademik atau arsip resmi,” katanya.
Penelusuran ini membuka ruang diskusi lebih luas soal transparansi data akademik dan pentingnya dokumentasi sejarah pendidikan tinggi di Indonesia. Meski menyentuh isu yang sensitif, Suryadi menyatakan bahwa niat utamanya adalah menjaga integritas sejarah akademik, bukan menyerang pribadi. (net/gel/wit/smr)
Sumber: WAGroup GENERASI PERUBAHAN INDONESIA (postSelasa29/4/2025/ustadzsamir) dan WAGroup Himpunan Aktifis Masjid Indonesia (HAMI) (postSelasa29/4/2025/544577)