Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem Surya Paloh meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) netral pada Pemilihan Presiden (Pilpres) pada pemilihan umum (Pemilu) 2024. Permintaan itu dinilai realistis dan hal yang rasional. Seorang presiden tidak boleh ikut terlibat dalam Pilpres 2024. Sebab, hal itu merupakan ranah partai politik.
semarak.co-Pakar politik dari Universitas Indonesia (UI) Cecep Hidayat menyampaikan seseorang saat diangkat menjadi presiden harus bekerja untuk rakyat. Bukan lagi mementingkan partai maupun kelompok tertentu.
“Karena memang dalam harusnya presiden bersikap demikian, presiden tidak cawe-cawe seharusnya tentang Pilpres 2024. Jangan presiden dianggap king maker terkesan ada pesan seperti itu,” kata Cecep saat dihubungi, Sabtu (6/5/2023).
“Jadi sebetulnya saat Presiden Jokowi jadi presiden, maka pengabdian presiden harus diperluas ke negara dan rakyat bukan lagi milik partai,” demikian Cecep melanjutkan seperti dilansir laman berita msn.com, Minggu (7/5/2023) dari medcom.id.
Sebelumnya, Paloh menitipkan pesan pada Jokowi melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Paloh memberi pesan supaya Kepala Negara menjaga netralitas menyikapi kontestasi politik 2024. “Menginginkan (Jokowi netral), iya dong. Bukan sekadar menginkan, mengharuskan bahkan,” kutip Ketua DPP Partai NasDem Sugeng Suparwoto.
Diberitakan sebelumnya, Surya Paloh blak-blakan soal hubungan dirinya dengan Presiden Jokowi serta terkait koalisi pemerintahan. Diketahui, Jokowi memanggil enam ketua umum parpol koalisi pemerintah yakni PDIP, Golkar, PKB, PPP, PAN dan Gerindra ke Istana Negara pada Selasa (2/5/2023).
Hanya NasDem satu-satunya partai koalisi pemerintahan Jokowi yang tidak diundang. Belakangan Jokowi memberi pernyataan alasannya tak mengundang Surya Paloh karena NasDem saat ini sudah tergabung dalam Koalisi Perubahan bersama PKS dan Demokrat dengan mengusung Anies Baswedan sebagai capres.
Hal itu dianggap Jokowi tak lagi berada di barisannya. “Ya memang nggak diundang,” kata Jokowi santai saat ditanya awak media di Gedung Sarinah, Jakarta, Kamis (4/5/2023) sebagaimana dilansir dari Youtube Sekretariat Presiden.
“NasDem itu ya kita harus bicara apa adanya, kan sudah memiliki koalisi sendiri, dan ini gabungan partai yang kemarin berkumpul itu kan juga ingin membangun kerjasama politik yang lain. Mestinya ini kan memiliki strategi besarnya apa, ya masa yang di sini tahu strateginya. Kan mestinya tidak seperti itu,” demikian lanjut Jokowi dilansir msn.com dari tribunjakarta.com.
Menanggapi hal tersebut, Paloh memastikan NasDem hingga saat ini masih berada dalam koalisi pemerintahan Jokowi. Tiga kadernya, Johnny G. Plate, Syahrul Yasin Limpo dan Siti Nurbaya pun masih menjadi menteri di kabinet Jokowi.
“Ya saya bisa menerima pikirannya Pak Presiden Jokowi, kalau memang melihatnya, saya, dalam kapasitas pimpinan partai politik koalisi pemerintahan yang belum exit ya, ya masih ada. Belum pernah dibicarakan, dan saling membicarakan untuk ada keinginan, ya, keluar dari koalisi pemerintahan itu,” kata Surya Paloh di program Ni Luh Kompas TV, Senin (8/5/2023).
Namun, terkait pernyataan Jokowi yang mulai memisahkan dirinya dan partainya dengan enam partai lain pendukung pemerintah, Paloh mengaku hanya bisa perpikiran positif. Pikiran positif yang dimaksud Paloh yakni Jokowi diam-diam memberi peran NasDem untuk menjadi agen pemerintah di kubu koalisi luar pemerintah, Koalisi Perubahan.
“Kalau dari subjektivitas dan objektivitas kita ya masih lah, kita menganggap masih koalisi pemerintahan. Tapi kalau presidennya mengatakan dia sudah punya koalisi sendiri, itu barangkali bisa dimaknai dengan maksud yang positif aja,” ulas Paloh yang pengusaha di berbagai bidang media massa.
Dilanjutkan Paloh, “Mungkin saja barangkali Presiden Jokowi tidak membicarakannya, bahwasanya dia menganggap kita untuk menjalankan peran ke-PR-an atau public relation pemerintah yang ada di koalisi di luar pemerintahan. Itu kalau positive thinking.”
Kendati ia memilih berpikir positif, Surya Paloh juga memaparkan kemungkinan pemikiran negatifnya terhadap kebijakan Jokowi dalam mengelola koalisinya. “Kalau negative thinking, ya ini kenapa ya orang ini sebagai presiden berpikirnya kok, tidak dalam satu pemikiran yang menjaga keutuhan koalisi pemerintah sendiri. Saya positive thinking aja,” pungkasnya.
Dilansir Kompas.com, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh merasa tak ada yang salah dengan langkah partainya mengumumkan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) di pemilihan presiden (Pilpres) pada pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Menurut dia, manuver itu tak bisa serta merta diartikan sebagai keinginan NasDem untuk hengkang dari barisan partai pendukung pemerintahan Jokowi dan Ma’ruf Amin. Mungkin ini persepsi dan pandangan pemahaman yang barangkali belum menyatu.
“NasDem menganggap, apa masalahnya dengan pencalonan seseorang warga negara Indonesia yang seutuhnya mempunyai hak politik untuk dicalonkan dan mencalonkan dirinya untuk dicalonkan. Apa yang salah?” kata Paloh dalam wawancara eksklusif bersama Ni Luh Kompas TV, dikutip Selasa (9/5/2023).
Paloh pun enggan dianggap berseberangan dengan Jokowi karena mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres Pemilu 2024. Dia menegaskan komitmen Nasdem untuk tetap bersama pemerintahan Jokowi-Ma’ruf hingga akhir masa jabatan.
Dia justru membandingkan posisi NasDem dengan sejumlah partai politik yang pada Pemilu 2019 lalu bukan bagian dari koalisi pengusung Jokowi-Ma’ruf, namun kini berada di internal pemerintahan. Sebutlah Partai Gerindra dan Partai Amanat Nasional (PAN).
Keduanya membentuk koalisi sendiri pada Pemilu 2019, tetapi bergabung menjadi partai pendukung pemerintah setelah Jokowi terpilih sebagai presiden. Sebaliknya, NasDem bersama PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sejak awal selalu mendukung Jokowi bahkan sejak mantan Wali Kota Solo itu mencalonkan diri pada Pilpres 2014.
Oleh karenanya, Surya menilai, tak salah jika Nasdem tetap berada di barisan partai pendukung pemerintahan Jokowi hingga akhir masa jabatan 2024 ketika partainya telah mendeklarasikan dukungan buat Anies Baswedan maju sebagai capres. “Komitmen. Kan kita hargai dan kita mau konsisten di sana,” ujarnya.
Kendati demikian, Paloh mengaku menghargai pemikiran Jokowi yang menganggapnya sudah punya kepentingan politik lain ke depan. Namun, dia tak ingin perbedaan ini terus dipertajam dan justru menimbulkan perpecahan.
“Sebenarnya sayang sekali kalau ini harus dipertajam perbedaan-perbedaan karena gol besar kita Indonesia maju. Progres pembangunan yang berjalan terus-menerus dan harapan Presiden Jokowi agar proses mengimplementasikan revolusi mental yang diutarakan oleh Presiden Jokowi itu bisa kita jalankan,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, hubungan Jokowi dan Surya Paloh diisukan renggang sejak NasDem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai capres Pemilu 2024 pada Oktober 2022 lalu. Jokowi beberapa kali tak menghadiri agenda Nasdem. Surya Paloh juga beberapa kali tak diundang di acara pertemuan dengan Jokowi.
Terbaru, Jokowi mengundang enam ketua umum partai politik pemerintah yakni Ketum PDI Perjuangan, Ketum Gerindra, Ketum Golkar, Ketum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Ketum Partai Amanat Nasional (PAN), Ketum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam pertemuan di Istana Negara, Selasa (2/5/2023).
Surya Paloh tak diundang dalam pertemuan itu. Jokowi terang-terangan menyatakan bahwa tak diundangnya Surya Paloh adalah karena Nasdem sudah punya koalisi sendiri untuk Pemilu 2024. “Ya memang enggak diundang. Nasdem itu, ya kita harus bicara apa adanya, kan sudah memiliki koalisi sendiri,” ujar Jokowi di Sarinah, Jakarta, Kamis (4/5/2023).
Atas dinamika ini, Paloh pun ditinggalkan Jokowi. Namun demikian, Paloh mengaku menghormati keputusan Jokowi. “Jokowi menempatkan positioning beliau barangkali sebagai pemimpin koalisi partai-partai pemerintahan ya? Dan beliau tidak menganggap lagi NasDem ini di dalam koalisi pemerintahan untuk sementara,” katanya di Wisma Nusantara, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/5/2023). (net/msn/thc/kpc/smr)