Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengatakan akan mempertanyakan pertimbangan Polri, soal AKBP Raden Brotoseno yang kembali berkarier. Padahal AKBP Raden Brotoseno menyandang status mantan narapidana kasus korupsi.
semarak.co-Pernyataan tersebut, dikatakan Bambang, seputar alasan mengapa Brotoseno dimaafkan, meski Bambang memahami bahwa Polri punya aturan main sendiri. Adapun rapat dengan Kapolri, dikatakan Bambang bakal diagendakan dalam waktu dekat.
“Sebagai anggota DPR, sebagai pimpinan Komisi III tentu nanti dalam rapat akan kita pertanyakan. Prestasinya kaya apa kok bisa dimaafkan, perilakunya baiknya kaya apa kok masih bisa dimaafkan? Aturan mainmu seperti apa? Nanti kita boleh bacakan bersama-sama,” kata Bambang kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/5/2022).
Namun, seperti dilansir msn.com dari tribun-medan.com/1/6/2022/12.30 WIB/ legislator PDIP tersebut menolak bahwa dirinya menyayangkan soal ini. Dia menyebut mungkin ada pertimbangan atas dasar penugasan Brotoseno sebagai perwira Polri.
“Apakah seorang perwira Polri yang pernah melanggar pasal 12a atau 12b ini masih bisa ditugaskan kembali? dengan catatan apa kalau masih bisa ditugaskan kembali. Jadi ini nanti akan kita lihat bersama-sama, begitu,” tandasnya.
Peneliti dari ICW (Indonesia Corruption Watch) Kurnia Ramadhana menyebut, Brotoseno telah meruntuhkan citra Polri di tengah masyarakat akibat praktik korupsi yang ia lakukan. Disebutkan, mantan Kapolri, Tito Karnavian, pada tanggal 19 November 2016 sempat menyebutkan akan mengeluarkan Brotoseno dari Polri jika ia divonis di atas 2 tahun penjara.
“Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Brotoseno telah divonis di atas 2 tahun penjara. Untuk itu, ICW mendesak agar Polri menjelaskan secara gamblang kepada masyarakat perihal status Brotoseno di kepolisian,” pungkasnya.
Perjalanan kasus Brotoseno
AKBP Raden Brotoseno diketahui kembali aktif menjadi penyidik di Direktorat Siber Bareskrim Polri. Padahal mantan penyidik Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) itu adalah seorang mantan narapidana korupsi. Ternyata AKBP Raden Brotoseno tak dipecat dari institusi kepolisian.
Lantas, bagaimana perjalanan kasus AKBP Brotoseno?
Ditangkap November 2016
Selama berkarier di kepolisian, Brotoseno pernah masuk dalam jajaran Perwira Menengah (Pamen) Bareskrim Mabes Polri. Ia juga pernah menjadi staf Sumber Daya Manusia Polri di Biro Pembinaan Karier, serta Kepala Unit di Direktorat Tindak Pidana Korupsi di Bareskrim Polri.
Selain itu, Brotoseno juga pernah menjadi penyidik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menangani kasus pembangunan Wisma Atlet yang menjerat Politisi Demokrat Angelina Sondakh.
Brotoseno terjaring dalam operasi tangkap tangan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri pada 17 November 2016. Saat itu, dia menjabat sebagai Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri.
Dalam penangkapan tersebut, Polri menyita uang senilai Rp 1,9 miliar, dari total yang akan diserahkan Rp3 miliar. Dugaan awal, Brotoseno melakukan pemerasan pada tersangka kasus dugaan korupsi cetak sawah yang tengah ditangani Bareskrim Polri.
Brotoseno lantas ditetapkan sebagai tersangka pada 18 November 2016. Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan seorang anggota kepolisian lainnya dan 2 orang pihak swasta yang berperan sebagai penyuap.
Divonis 5 tahun penjara
Hari Rabu 14 Juni 2017, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis penjara lima tahun dan denda Rp 300 juta subsidair 3 bulan kurungan kepada AKBP Raden Brotoseno.Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai Brotoseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
“Mengadili menyatakan terdakwa Raden Brotoseno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” kata Ketua Majelis Hakim Baslin Sinaga saat membacakan vonis, Jakarta, Rabu (14/6/2017).
Brotoseno dianggap tidak membantu program Pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sementara hal yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum, masih memiliki tanggungan keluarga, bersikap sopan dan tidak menikmati uang hasil korupsi.
Brotoseno juga telah mengembalikan uang Rp1.750.000.000 kepada tim Paminal Propam Polri. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta supaya Brotoseno dihukum 7 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Berdasarkan surat dakwaan, Brotoseno menerima uang dengan total Rp 1,9 miliar dalam kasus penyidikan dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat. Dia juga menerima 5 tiket pesawat Batik Air kelas bisnis seharga Rp 10 juta atas permintaannya sendiri.
Brotoseno didakwa bersama-sama penyidik Dittipikor Bareskrim Polri Dedy Setiawan Yunus, dan 2 pihak swasta yaitu Harris Arthur Hedar dan Lexi Mailowa Budiman.
Brotoseno menerima uang dari Harris selaku advokat Jawa Pos Group untuk mengurus penundaan panggilan pemeriksaan terhadap Dahlan Iskan yang sedianya diperiksa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang. Sebelumnya, pernah terbit surat panggilan pemeriksaan untuk Dahlan sebagai saksi selaku mantan Menteri BUMN.
Setelah menerima transfer sebesar Rp 3 miliar dari Harris, Lexi sebagai pihak perantara menemui Dedy. Saat itu, Dedy memperkenalkan Lexi dengan Brotoseno. Di sana, Lexi menanyakan kasus cetak sawah yang ditangani Bareskrim Polri. Brotoseno pun menjelaskan penanganan kasus tersebut, termasuk soal pemanggilan Dahlan.
Dalam pertemuan itu, Brotoseno menyampaikan bahwa dirinya membutuhkan biaya miliaran rupiah untuk berobat orangtuanya yang sakit ginjal. Lexi pun memenuhi permintaan Brotoseno dengan memberikan uang sebesar Rp 1,9 miliar dalam dua tahap.
Majelis hakim menilai Brotoseno terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Bebas awal 2020
Meski divonis 5 tahun penjara, Brotoseno hanya menjalani hukuman selama kurang lebih 3 tahun karena mendapatkan bebas bersyarat dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Dia dibebaskan pada 15 Februari 2020.
Kabag Humas dan Publikasi Direktorat Jenderal Pemasyakatan Rika Aprianti mengatakan, Pembebasan bersyarat Brotoseno berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor PAS-1052.OK.01.04.06 Tahun 2019 tentang Pembebasan Bersyarat Narapidana.
Bahwa yang bersangkutan telah bebas bersyarat pada 15 Februari 2020 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor PAS-1052.OK.01.04.06 Tahun 2019 tentang Pembebasan Bersyarat Narapidana serta pidana denda Rp 300.000.000 subsidair 3 bulan telah habis dijalankan,” kata Rika lewat keterangannya, Rabu (2/9/2020).
Rika mengatakan Brotoseno telah memenuhi syarat administratif dan substantif untuk mendapatkan hak remisi dan pembebasan bersyarat sesuai dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 3 Tahun 2018. “Selama menjalankan pembebasan bersyarat, yang bersangkutan berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan Jakarta Timur-Utara sebagai Klien Pemasyarakatan,” kata Rika.
Profil Raden Brotoseno
Dihimpun dari Tribunwiki Raden Brotoseno diketahui berpangkat Ajun Komisaris Besar Polri (AKBP) atau pangkat tingkat kedua perwira menengah di kepolisian. Sarjana lulusan Univeristas Indonesia ini pernah masuk dalam jajaran Perwira Menengah (Pamen) Bareskrim Mabes Polri.
Ia juga pernah menjadi staf Sumber Daya Manusia Polri di Biro Pembinaan Karierv Kiprahnya di kepolisian kemudian berlanjut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Saat itu ia menangani kasus Angelina Sondakh yang terlibat kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet pada 2011.
Pertemuan keduannya berujung pada pernikahan siri. Tak lama, Brotoseno dikembalikan KPK untuk kembali bertugas di Polri. Mantan suami dari publik figur tersohor Indonesia, Tata Janeeta ini pada tahun 2016 pernah ditangkap Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.
Ia terjerat kasus suap senilai kurang lebih Rp 3 miliar. Brotoseno didakwa menerima hadiah atau janji dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat. Ia diduga memeras tersangka tersebut.
Saat itu, dirinya menjabat sebagai Kepala Unit III Subdit III Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri. Dilansir Kompas.com, pada tahun 2017 Brotoseno divonis bersalah dan divonis 5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.
Kadiv Propam Polri: Brotoseno Tak Dipecat Karena Alasan Berprestasi. Diwartakan Tribunnews.com, Propam Polri mengungkap alasan Brotoseno tak dipecat dari institusi kepolisiaan. Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo AKBP Brotoseno tidak dipecat karena alasan prestasi selama berdinas di Korps Bhayangkara.
Hal itu berdasarkan hasil putusan sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Pelaksaanaan sidang KKEP tersebut berdasarkan putusan Nomor: PUT/72/X/2020 pada 13 Oktober 2020 lalu. Adapun pernyataan Brotoseno dinilai berprestasi dikeluarkan oleh atasannya di Polri.
“Adanya pernyataan atasan AKBP R Brotoseno dapat dipertahankan menjadi anggota Polri dengan berbagai pertimbangan prestasi dan perilaku selama berdinas di kepolisian,” kata Irjen Pol Ferdy Sambo dalam keterangannya, Senin (30/5/2022).
Sambo menuturkan pertimbangan lainnya adalah kasus korupsi Brotoseno tak tunggal dilakukannya seorang diri. Namun, kata dia, melibatkan terpidana lain atas nama Haris Artur Haidir selaku penyuap. Pertimbangan lainnya adalah Brotoseno telah menjalani masa hukuman 3 tahun 3 bulan dari putusan PN Tipikor 5 tahun karena berkelakuan baik selama menjalani hukuman di Lapas.
Lanjut Sambo mengungkapkan, Brotoseno hanya disanksi berupa permintaan maaf dan demosi dalam sidang KKEP. Dia terbukti bersalah dan meyakinkan tidak menjalankan tugas secara professional dan proporsional.
“Hasil Penegakan Bentuk Pelanggaran KEPP AKBP R Brotoseno adalah tidak menjalankan tugas secara profesional, proporsional dan prosedural dengan wujud perbuatan saat menjabat Kanit V Subdit III Dittipidkor Bareskrim Polri yakni menerima suap dari tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi,” kata Sambo.
Dalam sidang itu, kata Sambo, AKBP Brotoseno hanya dijatuhi sanksi untuk meminta maaf secara lisan. Selain itu, Brotoseno juga hanya disanksi berupa demosi dari jabatannya sebelumnya di Dirtipikor Bareskrim Polri.
“Dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri serta direkomendasikan dipindahtugaskan kejabatan berbeda yang bersifat demosi,” pungkasnya. (net/tbc/smr)
sumber: msn.com dari tribun-medan.com/1/6/2022/12.30 WIB