Laporan Global Hunger Index 2018 menyebutkan persoalan kelaparan di Indonesia berada pada peringkat 73 di dunia dengan skor 21,9. Dengan angka tersebut, Aksi Cepat Tanggap (ACT) berikhtiar mengentaskan persoalan kelaparan dengan memberikan layanan pangan (beras dan air) gratis untuk keluarga prasejahtera Indonesia. ACT terus menjangkau masyarakat luas melalui peluncuran awal program Sahabat Keluarga Prasejahtera Indonesia (SKPI), Jumat (7/2/2020).
semarak.co -Ketua Dewan Pembina ACT Ahyudin menyampaikan bahwa SKPI merupakan program pemberian beras gratis kepada keluarga prasejahtera guna memenuhi kebutuhan dan mencegah ketimpangan pangan di Indonesia.
“Beras yang diberikan ke berbagai keluarga prasejahtera di Indonesia berasal dari Lumbung Beras Wakaf dan didistribusikan menggunakan Humanity Rice Truck,” ujar Ahyudin dalam rilis Humas ACT, Jumat malam (7/2/2020).
Sebelum peluncurannya, program Sahabat Keluarga Prasejahtera Indonesia telah menjangkau 42 desa di Bandung, Tasikmalaya, Yogyakarta, Blora, dan Malang pada akhir 2019. Puluhan ton beras telah diterima 42.000 penerima manfaat.
Menurut Ahyudin, masalah-masalah kemanusiaan yang selama ini menjadi pekerjaan rumah di ACT, bukanlah hanya masalah bencana alam. Namun, ada begitu banyak kesengsaraan, kemiskinan, dan lain sebagainya yang kemudian menjadi dasar lahirnya berbagai program masterpiece, salah satunya program SKPI.
“Kami ACT tidak hanya membersamai korban bencana alam, namun juga berbagai kesengsaraan. Ada berbagai fenomena, dimana banyak saudara kita yang harus jadi pengungsi,” imbuhnya.
Belum lagi saudara-saudara kita di negara-negara konflik, lanjut dia, banyak yang masih dijajah. Ini yang kami sebut tragedi kemanusiaan. Ada lagi bencana lainnya yang perlu selalu kita ingat yaitu kemiskinan.
“Seperti yang kita tahu, negeri ini tidak hanya darurat bencana alam, tetapi juga darurat kemiskinan. Namun, kita harus melihatnya dengan sikap optimis. Kemiskinan merupakan lahan kebaikan untuk kita semakin peduli sesama,” ungkapnya.
Dalam perjalanannya, ACT telah menangani permasalahan kemiskinan, sama spiritnya ketika lembaga ini menangani bencana alam dan konflik peperangan. “Insyaallah target kami bisa mendirikan 100 Lumbung Beras Wakaf yang bisa mempekerjakan lebih dari 5.000 orang.
Selain itu, kami ingin juga meluaskan maslahat wakaf. Wakaf yang kami maksud bukan berupa masjid, tanah, kuburan, tetapi wakaf beras, wakaf air, tetapi lumbung-lumbung pangan dan air yang didanai oleh masyarakat sehingga lebih produktif.
“Mudah-mudahan dengan layanan seperti ini, maka akan meluas juga partisipasi sedekah dari umat untuk sesama. Untuk saat ini, lebih dahulu kami akan lebih concern kepada kebutuhan pangan,” katanya.
Semoga 10 ribu KK prasejahtera di Jakarta, nilai dia, akan segera menerima beras dan air wakaf dari kami. “Insyaallah akan menyusul di provinsi-provinsi lain. Setiap bulan kami juga akan mengirimkan 5 kg beras wakaf untuk setiap keluarga prasejahtera yang terdaftar, mudah-mudahan ke depannya bisa menjadi 10 kg,” tambah Ahyudin.
Direktur ACT Sri Eddy Kuncoro menambahkan bahwa kebutuhan dan ketahanan pangan adalah hal yang sangat penting hingga dapat mempengaruhi ideologi atau kedaulatan suatu bangsa.
“Ketika pangan tidak dapat tercapai itu menjadi tantangan besar suatu bangsa. Tantangan bangsa ini, adalah untuk terus memenuhi atau bahkan swasembada pangan. Berdasarkan data, jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah sebesar 25,14 juta jiwa,” ujar Sri Eddy.
Di sisi lain berdasarkan data pula, rinci Sri Eddy, fluktuasi kenaikan harga pangan, akan menaikkan 26% angka kemiskinan. Berdasarkan itulah, kami menyediakan program Sahabat Keluarga Prasejahtera Indonesia.
“Kami berharap keluarga prasejahtera di Indonesia dapat terpenuhi kebutuhan pangannya. Melalui program ini, kami juga terus mendampingi para penerima manfaat untuk berdaya dan berdaulat. Kami mengelola data-data penerima manfaat dan program yang berjalan ini tersistematis melalui sistem IT,” ungkap Eddy.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, angka kemiskinan di Indonesia adalah sebanyak 25,14 juta jiwa atau sebesar 9,41% dari jumlah penduduk Indonesia. “Di sisi lain, beras merupakan makanan pokok mayoritas masyarakat, namun masih banyak yang tidak mempunyai kemampuan mengkonsumsi karena kemiskinan,” cetusnya.
Kondisi ini akan semakin parah jika penerima manfaat adalah mereka yang berpredikat penyintas bencana. Sehingga, program SKPI hadir langsung ke lokasi penerima manfaat, sebagai salah satu ikhtiar memuliakan mereka secara maksimal.
“Pola pembagiannya ada dua: biasanya kami bagikan di masjid-masjid atau tempat yang representatif untuk menjadi tempat pembagian bantuan. Selain itu, kami juga biasa melakukannya di Waqf Distribution Center milik kami. Selain pembagian pangan, kami juga menyediakan berbagai kebutuhan lainnya di sana,” terangnya.
Tentunya, sambung dia, dalam penyelenggaraan program ini kami juga berkoordinasi dengan pemerintah setempat, seperti ketua RT atau RW untuk mengumpulkan data-data penerima manfaat secara detail.
“Untuk tahun 2020 ini, rencana kami, untuk di DKI Jakarta ada sebanyak 10.000 KK yang akan menerima langsung manfaat program ini. Selain itu, kami akan roadshow di 480 titik lokasi, mendistribusikan 4.800 ton kepada 480.000 penerima manfaat dengan menggunakan armada kemanusiaan dan ATM beras berbasis digital untuk memberikan pelayanan secara profesional,” tutup Eddy. (lin)