Proteksionisme Amerika, Menteri PPN/Bappenas: Negara Juga Ekspor Jasa Pariwisata

Menteri BPN?Bappenas Bambang Brodjonegoro

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro menyatakan, negara jangan hanya berhenti pada kegiatan ekspor barang saja, tapi sektor ekspor jasa seperti pariwisata harus gencar dipromosikan. Ini terkait kebijakan proteksionisme Amerika yang dapat melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Kita punya ekspor jasa. Sektor prioritas pemerintah yang gencar dipromosikan itu pariwisata. Ekspor jasa lewat turisme itu bisa memperkuat rupiah secara permanen,” ujar Bambangserah terima jabatan Pelaksana Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (PP ISEI) di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (8/3).

ISEI, lanjut Bambang, telah mengeluarkan rekomendasi investasi terkait sektor pariwisata. Ia meminta partisipasi pemerintah daerah untuk meningkatkan perhatian kalau pariwisata itu penting. Dia menjelaskan, industri pariwisata adalah sektor penghasil multiplier effect yang besar.

Karena itu, ia meminta daerah untuk bisa investasi di sektor tersebut, entah dengan memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau mengundang dana dari swasta. “Kalau bicara iklim usaha, itu bukan hanya mendatangkan pabrik besar atau invest di bidang-bidang yang besar saja. Invest di sektor pariwisata juga penting, terutama di daerah,” ujarnya.

Pariwisata Indonesia masih terlalu terpusat di Bali saja, maka Bambang mengapresiasi langkah pemerintah yang sedang mengeksplorasi 10 lokasi potensi wisata lain untuk nantinya dijadikan objek wisata bagi para turis, baik dalam negeri maupun mancanegara. “Dari hal kecil ini kita bisa memperkuat rupiah di sisi current accounting, yaitu melalui pariwisata dan ekspor jasa,” imbuhnya.

Seperti diketahui, rupiah cenderung tertekan sejak Februari 2018. Nilai tukar rupiah melemah sepanjang Februari 2018. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah melemah 2,27 persen pada Februari 2018. Rupiah sempat berada di posisi 13.402 per dolar Amerika Serikat (AS) pada 1 Februari 2018 menjadi 13.707 per dolar AS pada 28 Februari 2018. Bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah mencapai posisi 13.793 pada 1 Maret 2018.

Menyoroti melonjaknya pertumbuhan impor barang konsumsi yang dinilai perlu diwaspadai terutama dampaknya terhadap industri dalam negeri, Bambang mengatakan, bicara soal ‘trade balance’, data Januari menunjukkan ada peningkatan impor.

Menurut sebagian ekonom itu bagus. Kita lihat impor barang modal penolong tumbuh di atas 20 persen. “Tapi setelah saya lihat-lihat lagi, ada satu yang agak mengganggu, yaitu impor barang konsumsi,” ujar Bambang.

Pada 2016, sambung dia, pertumbuhan impor barang konsumsi saat itu minus 15 persen. Namun sepanjang 2017, impor barang konsumsi naik hingga 15-16 persen, tapi pertumbuhan konsumsi domestik masih melambat. “Secara year on year, dari Januari 2017 ke Januari 2018, impor barang konsumsi naiknya bahkan 30 persen. Jadi ke mana nih barang-barang yang dikonsumsi tadi,” tukasnya.

Apabila dikaitkan dengan ekonomi digital, impor barang konsumsi tersebut meningkat karena meningkatnya belanja online oleh masyarakat Indonesia. Ada lonjakan barang impor untuk barang yang diperdagangkan secara online terutama yang berasal dari Tiongkok. “Kalau impor barang konsumsi merajalela bukan untuk barang yang unik, itu akan berpengaruh terhadap industri dalam negeri,” katanya.

Apabila industri dalam negeri terpengaruh, terutama industri manufaktur, lanjut Bambang, tentunya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi domestik itu sendiri. “Apalagi karena ini tidak terekam, makanya ini luput dari pengamatan dari sisi konsumsi,” ujarnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor barang konsumsi pada 2017 meningkat 14,7%persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi sepanjang tahun lalu hanya mencapai 4,95%, turun dibanding 2016 yang tumbuh di atas 5%. Fenomena tersebut ditengarai disebabkan oleh banjirnya produk-produk impor dari hasil perdagangan elektronik (e-commerce) yang dibelanjakan oleh masyarakat. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *