PT Waskita Karya mencatatkan nilai kontrak baru Rp 55 triliun hingga akhir 2017. Angka tersebut turun dari nilai kontrak baru pada tahun lalu, Rp 69,97 triliun. Penurunan terjadi karena beberapa penandatanganan kontrak baru yang direncanakan akan dilakukan tahun ini tidak berjalan sesuai target.
Direktur Utama Waskita Muhammad Choliq mengatakan, tadinya diperkirakan tahun ini sudah bisa signing kontrak, tapi ternyata belum bisa. Namun pihaknya optimistis mengantongi laba bersih Rp 4 triliun, hingga akhir 2017. Serta memperoleh pendapatan usaha sebesar Rp 40 triliun. Atau sesuai target yang ditentukan di luar kontrak baru.
Beberapa penandatangan kontrak baru yang meleset dari target tersebut terdiri atas jalan tol Pasuruan-Probolinggo-Banyuwangi, Jakarta-Cikampek II, dan Tebing Tinggi-Kuala Tanjung-Parapat dengan total panjang jalan tol mencapai 400 kilometer. Itu yang agak terlambat dari estimasi kontraktor pelat merah ini.
Karena itu, Waskita menargetkan nilai kontrak baru Rp 70 triliun, tahun depan. Sebesar Rp 41,7 triliun di antaranya, kata Choliq, merupakan nilai kontrak baru untuk proyek jalan tol. Sedangkan sisanya terdiri atas proyek light rail transit Jakarta, transmisi listrik, kereta api, gedung, sipil, dan beton pracetak.
“Hingga akhir tahun ini, Waskita menargetkan akan menggarap proyek dengan total nilai kontrak mencapai Rp 138 triliun. Namun, karena ada beberapa penandatanganan kontrak baru yang tidak sesuai dengan target, tahun ini Waskita hanya menggarap proyek dengan total nilai kontrak Rp 40 triliun. Sehingga ada carry over kira-kira sebesar Rp 98 triliun yang akan masuk ke dalam 2018,” ujar Choliq dalam paparan kinerja di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (18/12).
Karena itu, kata Choliq, Waskita akan menggarap proyek dengan total nilai kontrak Rp 152 triliun pada tahun depan. Berdasarkan data hasil paparan, Waskita diketahui memiliki target untuk merampungkan 17 ruas jalan tol pada 2018 dengan total ruas jalan tol sepanjang 564 kilometer. Beberapa ruas tersebut terdiri atas jalan tol Pemalang-Batang-Semarang, Bakauheni-Termanggi Besar-Pematang Panggang-Kayu Agung, dan Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi.
Lebih jauh Choliq mengataka, Waskita melanjutkan rencana divestasi aset dengan target minimal Rp 4 triliun, di 2018. Dari tiga pilihan skema divestasi yang akan dilancarkan Waskita, skema divestasi ruas Tol Trans Jawa dinilai paling realistis dan menarik.
“Ada tiga tipe rencana divestasi yang mungkin dijalankan perseroan di 2018 nanti. Pertama, menjual satu per satu ruas tol yang dimiliki. Kedua, akan dijual beberapa ruas tol yang berurutan dan terus menerus bergandengan. Ketiga, menjual saham baru di tingkat anak usaha, yakni PT Waskita Toll Road (WTR),” ujarnya.
Sehatnya kondisi keuangan akan memperkuat visi perusahaan, lanjut dia, yakni menjadi perusahaan Indonesia terkemuka dibidang industri konstruksi, rekayasa, investasi infrastruktur dan realty. “Tahun 2018 kami sangat optmistis, karena ada potensi aliran kas yang akan diterima perusahaan. Yakni atas sejumlah proyek turnkey yang sudah rampung dikerjakan. Yakni sebesar Rp 30 triliun. Hal itu diharapkan berasal dari proyek LRT Palembang dan beberapa proyek jalan tol yang akan selesai pada 2018,” jelas Choliq.
Laju Pertumbuhan Majemuk Tahunan (Compound Annual Growth Rate) tahun 2013-2016 mencapai 51,40%. Adapun total aset Waskita hingga kuartal III-2017, tercatat Rp 87,6 triliun. Mengalami peningkatan dibanding 2014 yang mencapai Rp 12,5 triliun. 2015 sebesar Rp 30,3 triliun dan 2016 sebesar Rp 61,4 triliun.
Waskita, lanjut dia, laba perusahaan selalu meningkat setiap tahunnya. Namun ia mengaku kerap mendapat pertanyaan soal harga saham Waskita yang turun. Ia menjelaskan, melihat pergerakan harga saham Waskita, sejak IPO, Desember 2012 lalu, itu naik lima kali lipat. (lin)