Ketua Baznas RI Prof KH Noor Achmad mengungkapkan bahwa beasiswa kuliah dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) selama ini menjadi harapan besar anak Indonesia.
semarak.co-Diakui Prof Noor, melalui beasiswa LPDP memang peluang kuliah di kampus top dalam dan luar negeri menjadi terbuka. Sayangnya anak-anak dari keluarga miskin sulit bersaing merebutkan beasiswa LPDP ini. Alasan karena keluarga miskin tidak bisa ambil kursus bahasa Inggris, salah satunya.
Padahal bahasa Inggris masuk syarat dapat beasiswa. Baznas pun berupaya mengumpulkan dana abadi pendidikan. Untuk anak miskin tapi intelektualnya baik atau pintar. Pada kenyataannya saat ini seleksi beasiswa LPDP sulit diikuti anak-anak dari keluarga miskin yang tinggal di desa-desa.
“Sebab harus kursus bahasa Inggris dan bahasa lainnya. Mereka kurang dana,” kata Prof Noor pada sesi Jurnalis Mengajar Baznas dengan moderator artis senior Marissa Haque dalam rangkaian peringatan Hari Pers Nasional 2022 di komplek Sekolah Cendekia Baznas (SCB) Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (13/3/2022).
Untuk itu, lanjut Prof KH Noor, dengan adanya dana abadi pendidikan yang dikumpulkan Baznas, bisa membantu anak-anak miskin berprestasi dari desa-desa untuk mengikuti kursus bahasa asing Sehingga peluang mereka untuk berkompetisi merebutkan beasiswa LPDP menjadi terbuka lebar.
Prof Noor berharap melalui dana abadi pendidikan yang mereka himpun, dapat berkontribusi menyiapkan masyarakat miskin untuk merebutkan angkatan kerja mendatang. Prof Noor optimistis, dengan penghimpunan dana Zakat, Infak, dan Sedekah yang mereka kumpulan, bisa untuk dana abadi pendidikan.
Dia mengatakan perolehan dana zakat Baznas pada 2021 naik 40% dibanding 2020. Khusus untuk zakat dalam rangka Idul Fitri 2021 naik 200% dibanding lebaran 2020. “Muzaki atau pembayar zakat di Baznas naik luar biasa dari sekitar 375 ribu orang pada 2020 menjadi 1,1 juta orang pada 2021,” terang dia.
Peningkatan pembayar zakat dari kalangan milenial juga meningkat cukup signifikan. Peningkatan ini tidak lepas dari peran kawan-kawan pers. Untuk itu Baznas ikut menyemarakkan Hari Pers Nasional 2022 Dan ia juga mengharapkan ada dari para siswa di Sekolah Cendekia BAZNAS yang menjadi wartawan bertaraf internasional.
“Saya mengharapkan ada dari siswa yang menggantungkan cita-citanya sebagai wartawan ternama berkelas internasional. Bukan tak mungkin, siswa SCB yang menjadi wartawan itu akan menggantikan Pak Atal sebagai Ketua PWI,” ujarnya.
Pada 2035 nanti, lanjut Prof Noor, diperkirakan ada 17,5 juta angkatan kerja yang harus menguasai teknologi informasi atau berbasis IT dan keterampilan digital. Sehingga perlu dipersiapkan SDM yang berkualitas sejak sekarang. Termasuk meningkatkan kualitas SDM anak-anak dari keluarga miskin.
Memang di SCB diberikan pelajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. Kedua bahasa ini menjadi bahasa pengantar. Karena santri-santri dipersiapkan menjadi kader-kader bangsa di masa datang. Dengan lulus di perguruan-perguruan tinggi terbaik di dalam negeri maupun luar negeri,” papar Prof KH Noor.
Untuk masuk SCB, dipastikan Ketua Baznas tidak dipungut biaya alias gratis. Syarat pun hanya miskin dan pintar. “Jadi banyak anak-anak pintar yang tidak mampu kursus bahasa. Baik bahasa Arab maupun Inggris. Karena itu dipersiapkan di SCB ini supaya bisa lulus tes ke perguruan tinggi terbaik dalam maupun luar negeri,” tutupnya.
Lebih jauh dikatakan Prof KH Noor, kegiatan di SCB termasuk menghapal Al Quran minimal 5 juzz di awal-awal. Terakhir atau saat lulus semua santri sudah harus menghapal minimal 20 juzz dari target umum 30 juzz. “Jadi kalau pembukaan acara Peringatan Hari Pers Nasional 2022 dan Media Gathering disuguhi pencak silat, itu kegiatan nomor kesekian,” ungkapnya.
Terkait Jurnalis Mengajar, Ketua umum PWI Atal Sembiring Depari mengatakan, ada tiga hal perlu disampaikannya. Pertama menyangkut etika. Ada 11 pasal dalam kode etik jurnalistik (KEJ). “Jadi banyak wartawan pemula yang tentu jadi belum professional. Karena untuk menjadi wartawan yang professional itu harus kompeten,” ujarnya.
Wartawan itu, lanjut Atal, harus sadar. “Artinya, kalau orang gila atau orang pingsan itu bukan wartawan. Kedua, wartawan harus terus meningkatkan pengetahuan untuk mau menulis. Kalau wartawan menulis Baznas, harus membaca dulu tentang Baznas,” rinci Atal sambil melanjutkan.
Ketiga adalah ketrampilan menulis. Antara lain menyangkut pemahaman konsep 5 W (where, when, who, what, why) dan 1 H (how/bagaiman). “Jadi cara untuk meningkatkan kompetensi profesi harus profesional. Profesi tanpa kompetensi ibarat pepesan kosong. Wartawan adalah profesi jadi harus kompeten,” tutupnya. (smr)