Khilafah vs Demokrasi

Grafis memperkuat moderasi beragama. Foto: internet

Oleh Ahmad Khozinudin *

semarak.co-(Tulisan Tanggapan Untuk Chris Komari, Activist Democracy)

Bacaan Lainnya

“Bahkan, andai saja mitos kedaulatan rakyat itu wujud dalam realita, tetap saja demokrasi bertentangan dengan Islam. Sebab, dalam Islam Kedaulatan ada ditangan Allah SWT, ada ditangan syariat Allah SWT” (Sastrawan Politik)

Pagi ini, di GWA Tokoh Nasional penulis mendapatkan artikel karya Bung Chris Komari, Activist Democracy. Di akhir artikelnya, Chris merasa putus asa dengan realitas kedaulatan rakyat yang nyatanya tak wujud dalam praktik pemerintahan.

Namun, ketika mitos kedaulatan rakyat ini tak pernah wujud buru-buru Chris membuat Postulat bahwa yang bermasalah adalah politisinya, partainya, intervensi oligarkinya, bukan sistem demokrasinya.

Padahal, andai saja mitos kedaulatan rakyat itu wujud dalam realita, tetap saja demokrasi bertentangan dengan Islam. Sebab, dalam Islam Kedaulatan ada ditangan Allah SWT, ada ditangan syariat Allah SWT.

Kegagalan analisa dan basis dialektika Chris, adalah telah membuat hipotesa yang salah bahwa demokrasi dengan kedaulatan rakyat adalah sistem pemerintahan terbaik. Sehingga, ketika realitas pemerintahan dikuasai oligarki, Chris buru-buru mengkritik praktik pemerintahan dan politisi dan tetap berjibaku membela demokrasi.

Padahal, andai saja Chris mau berfikir mendalam, maka dia dan siapapun yang mendalami sistem demokrasi akan mendapatkan masalah besar sebagai berikut:

Pertama, problem intervensi kaum oligarki menguasai pemerintahan itu pintunya dari mitos kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat, maknanya rakyat sumber hukum, yang punya wewenang memerintah dan melarang, yang menghalalkan dan mengharamkan.

Melalui pintu kedaulatan rakyat inilah, kaum oligarki membajak kedaulatan rakyat dengan kekuatan kapital mereka, kemudian membuat aturan, hukum, perintah dan larangan, halal dan haram sesuai kepentingan oligarki.

Rakyat yang telah dibeli kedaulatannya melalui Pemilu, dijadikan sandaran legitimasi kaum oligarki untuk memperbudak rakyat dengan dalih UU berdasarkan kedaulatan rakyat.

Sementara dalam sistem Islam yang diterapkan oleh institusi khilafah, kedaulatan ditangan Syara’. Kedaulatan Syara’, maknanya Syara’ dijadikan sumber hukum, yang punya wewenang memerintah dan melarang, yang menghalalkan dan mengharamkan hanyalah Allah SWT.

Sehingga, Khalifah tidak bisa membuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan, seenak hati atau sesuai pesanan kaum oligarki. Dengan konsep kedaulatan Syara’, kaum oligarki tidak bisa intervensi kekuasaan untuk memesan hukum dan peraturan yang menguntungkan mereka.

Kedua, ada kekeliruan fatal yang dilakukan oleh Chris ketika membandingkan sistem khilafah dengan demokrasi, dengan membandingkan TALIBAN dengan FINLAND, SWEDIA, DENMARK, SWITZERLAND, NEW ZEALAND, CANADA atau USA. Perlu penulis tegaskan, bahwa Taliban yang berkuasa di Afghanistan bukan Khilafah.

Mereka menamakan dirinya sebagai Imarah Islam Afghanistan. Afghanistan yang dikuasai Taliban memang berpotensi menjadi Khilafah. Namun, sampai saat ini Taliban bukan Khilafah. Jadi, bukanlah perbandingan yang Apple to Apple membandingkan TALIBAN dengan FINLAND, SWEDIA, DENMARK, SWITZERLAND, NEW ZEALAND, CANADA atau USA.

Kalau mau fair, semestinya FINLAND, SWEDIA, DENMARK, SWITZERLAND, NEW ZEALAND, CANADA atau USA diperbandingkan dengan Kekhilafahan Abu Bakar, Kekhilafahan kulafaur Rasyidin, atau minimal Khilafah Bani Umayyah, Khilafah Bani Abbasiyah, atau Khilafah Turki Utsmani.

Kalau perbandingannya demikian, jelas Amerika tidak ada seujung kuku pun keutamaannya dengan Kekhilafahan Islam yang pernah eksis dimasa lalu. Belum pernah ada kekuasaan yang memimpin peradaban dunia menjadi agung, seperti yang telah dilakukan oleh Khilafah.

Ketiga, Chris tak mampu membedakan antara norma Khilafah yang dibahas di banyak kitab fiqh Islam dengan realitas praktik kekhilafahan. Norma adalah konsep, sementara praktik adalah aplikasi. Jika ada perbedaan, tentu semua dikembalikan kepada konsep sebab aplikasi bisa saja terjadi penyimpangan-penyimpangan dari norma atau konsepnya.

Pembunuhan John F Kennedy tentu bertentangan dengan demokrasi yang diagungkan barat, tapi tak ada satupun yang mempersoalkan demokrasi karena fakta pembunuhan John F Kennedy.

Keempat, Khilafah telah lama runtuh (tahun 1924), tentu realitas pemerintahan Islam sudah banyak yang hilang dari benak kaum muslimin. kemudian, Chris menjadikan realitas politik kekinian untuk mengasumsikan realitas pemerintahan Islam baik sejak rekrutmen hingga pelaksanaan kekuasaan.

Karena hal inilah, kita semua wajib merujuk dalil bukan fakta apalagi fakta politik demokrasi untuk mengasumsikan sistem Khilafah. Untuk hal yang satu ini, penulis kira Chris harus bersabar dan banyak belajar kepada aktivis Khilafah, tentang apa dan bagaimana realitas sistem Khilafah.

Yang jelas, khilafah yang dijanjikan Rasulullah Saw dan diperjuangkan kaum muslimin saat ini adalah Khilafah ala minhajin nubuwah. Bukan Khilafah ala Turki, Khilafah ala Saudi, Khilafah ala Iran, apalagi Khilafah ala demokrasi.

*) penulis adalah Pejuang Khilafah & Sastrawan Politik

sumber: WAGroup PAMEKASAN GERBANG SALAM (postSenin27/12/2021/habibi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *