Berthold Brecht (1898 – 1956). Ada beberapa orang, terutama anak muda dan mahasiswa yang mengaku benci dengan politik. Ujung dari benci politik adalah buta politik, sehingga tidak peduli apapun yang terjadi, terkait politik. Sikap skeptis inilah yang menurut dramawan dan sastrawan asal Jerman, Bertolt Brecht adalah hal terburuk.
semarak.co-Seorang penyair Jerman yang juga dramawan dan sutradara teater Jerman Berthold Brecht berkata,” buta terburuk adalah buta politik. Sebab, orang yang buta politik tak mendengar, tidak berbicara, tidak berparitisipasi dalam peristiwa politik, dia tidak sadar bahwa bahwa hidup, harga makanan, ikan, beras, tepung, bbm, biaya sewa dan harga rumah, harga obat-obatan semuanya bergantung pada keputusan politik.
Bahkan, kata Bertolt Brecht, dengan bangganya, dia membanggakan sikap anti politiknya, membusungkan dada dan berkoar “Aku benci Politik!”
Bertolt menambahkan, bahwa orang yang buta politik tersebut sungguh bodoh sehingga dia, yang tak mengetahui bahwa karena dia tidak mau tahu politik, ada banyak akibat yang buruk.
“Akibatnya adalah pelacuran, anak terlantar, perampokan dan yang terburuk, korupsi dan perusahaan multinasional yang menguras kekayaan negeri,” tulis Bertolt Brecht.
“Si dungu ini tidak tahu bahwa dari kebodohan politiknya lahirlah pelacuran, anak terlantar, pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk, rusaknya busines nasional dan multinasional yang menguras kekayaan negeri. Salah satu hukuman karena menolak untuk berpartisipasi dalam politik, adalah bahwa anda pada akhirnya diperintah oleh orang-orang dungu!”
Mengutip id.wikipedia.org/Senin8/11/2021/16/40/Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas ditulis, Berthold Brecht (10 Februari 1898 – 14 Agustus 1956) adalah seorang penyair dan penulis naskah drama yang berasal dari Jerman yang menuntut ilmu di bidang alam.
ada saat Nazi berkuasa di Jerman, Brecht melakukan perlawanan dalam hal pemikiran untuk menentang ideologi Nazi. Akan tetapi, Karena dia diawasi oleh Gestapo, ia melarikan diri ke Amerika Serikat.
Pada akhir Perang Dunia II, Brecht kembali ke Jerman dan tinggal disana sampai akhir hayat hidupnya. Adapun naskah drama karya Brecht yang terkenal di Indonesia adalah Mencari Keadilan yang diterjemahkan WS Rendra, Perempuan Pilihan Dewa, Galileo, Ibu dan Anak-anaknya, dan banyak lagi selain bentuk karya puisi.
Dilansir pojokseni.com/2020/03/Bertolt Brecht dikenal sebagai seorang penyair dan penulis naskah drama. Selain buku puisi fenomenal “Zaman yang Buruk Bagi Puisi”, beberapa naskah dramanya juga menyita perhatian dunia.
Naskah drama “Life of Galileo”, “Mother Courage and Her Children” dan sebagainya. Namun kemudian, banyak yang mencoba mementaskan naskah dari Bertold Brecht, namun kemudian gagal menemukan kesempurnaan estetik dan artistik.
Ternyata, sebagaimana dikatakan oleh Peter Brooke, seorang sutradara teater Amerika yang terpengaruh gaya Bertolt Brecht, menyatakan bahwa pernyataan dan apa yang telah dibuat Bertolt Brecht menjadi kunci untuk keberhasilan mementaskan naskah Brecht. Bahkan, kata Peter Brooke, semua karya teater modern saat ini bermula pada titik yang sama yakni apa yang telah dibuat Brecht.
Tiga dasawarsa karya-karya Brecht memengaruhi dunia, sejak 50-an. Meski saat ini karyanya dianggap kurang sesuai dengan zaman, namun tidak bisa dipungkiri bahwa wajah teater modern berubah karena pengaruh sosok marxis dan politis ini.
Teater Epik
Teater Brecht disebut sebagai teater epik yang sangat kuat dalam membahas masalah terbaru pada masyarakat. Pendekatan filsafat untuk membahas politik, membuat Brecht kerap menyebut teaternya sebagai teater dialektal.
Pendekatan klasik dianggap sebagai sebuah pelarian, begitu pula cerita teater yang begitu rapi, plot yang menarik dan menimbulkan konflik tertentu, lalu menemukan solusi. Bagi Brecht, karya seperti itu hanya akan meninggalkan pertanyaan dan masalah tertentu bagi penonton, yang mungkin bertemu masalah yang sama, tapi tidak bertemu solusi yang sama.
Berbagai Teknik dan Efek
Brecht memperkenalkan efek alienasi yang saat itu diperkenalkan dengan nama “Verfrendungseffekt”. Efek alienasi, atau efek keterasingan menjadikan penonton menjadi lebih jauh keterikatan, baik secara emosional maupun psikologis dengan karakter dan sebagainya.
Brecht juga menerobos dinding keempat yang menjadi pakem dalam teater sebelumnya. Hal itu sebenarnya bagi Brecht adalah teknik untuk merekat lagi penonton dan pemain yang sudah terpisah karena efek alienasi tadi. Jadinya, daripada penonton tersesat, maka ia meminta aktornya yang menyapa penonton baik dengan pertanyaan, ataupun pidato.
Cerita yang dihadirkan Brecht kadang diingatkan dengan narasi. Narator memberikan informasi tentang apa yang terjadi sebelumnya dan setelah. Tidak hanya narasi, Brecht juga menghadirkan lagu, musik, tarian khusus untuk pementasannya.
Ternyata, tujuan dari semua itu adalah mengingatkan penonton bahwa mereka tidak sedang menonton sebuah kehidupan nyata yang dipindahkan ke atas panggung. Ciri berikutnya yang digunakan Brecht adalah menggunakan set yang sangat minimal.
Alat peraga juga tidak begitu banyak, kadang-kadang untuk hand property, hanya ada satu untuk satu aktor. Tapi, kadang juga lebih sering aktor membawa semacam layar proyeksi, atau semacam papan bertulisan hanya untuk memberi tahu atau memperkenalkan karakter tertentu.
Lebih unik lagi, aktor yang keluar dari karakter yang dibangunnya sendiri, lalu masuk lagi dalam karakter sebelumnya. Hal itu adalah hal biasa terjadi dalam sebuah pentas oleh Brecht. Anda butuh jeda untuk pengendapan atau kontemplasi? Nah, teknik Brecht memungkinkan itu.
Di tengah pertunjukan, Brecht menggunakan teknik “tableaux” atau bingkai beku. Dengan teknik tersebut, aktor masuk ke dalam bingkai yang dimaksud, dan di saat itu semua act terhenti.
Dalam keadaan itu, kadang narasi yang mengisi kekosongan itu, atau aktor keluar dari karakternya bahkan menembus dinding ke empat untuk berbicara dengan penonton, atau mungkin hanya diam. Yah, hanya diam untuk memberi waktu bagi penonton dapat berhenti dan berpikir. (net/smr/
sumber: pojokseni.com di WAGroup FSU (Forum Sandi Uno)/postSenin8/11/2021/yusrirahman)