Ramai-ramai Dukung BEM UI Kritik Jokowi King of Lip Service, Birokrat Kampus Dinilai Terkurung di Menara Gading

Tangkapan postingan meme Presiden Republik Indonesia mengenakan mahkota dan diberi teks Jokowi: The King of Lip Service melalui akun media sosial BEM UI. Foto: internet

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) langsung mendapat panggilan dari rektorat setelah melayangkan kritik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kritik itu disampaikan melalui postingan di media sosial BEM UI bertajuk, Jokowi: The King of Lip Service, Sabtu (26/6/2021).

semarak.co-Sehari berselang, surat pemanggilan pun keluar. Dalam postingan tersebut, BEM UI mengkritik Presiden Joko Widodo yang kerap kali mengobral janji. Selain itu, postingan itu juga menyindir berbedanya antara janji dan keputusan yang diambil Jokowi. Mulai terkait rindu demo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya.

Bacaan Lainnya

Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi (KIP) UI Amelita Lusia kepada Kompas.com, Minggu (27/6/2021) menyebut, cara penyampaian yang dilakukan BEM UI kurang tepat.

Hal yang disampaikan BEM UI dalam postingan meme bergambar Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, mengenakan mahkota dan diberi teks Jokowi: The King of Lip Service tidak sesuai aturan karena melanggar beberapa peraturan,” ujar Amelita seperti dilansir nasional.kompas.com/read/2021/06/29.

Kendati demikian, Amelita mengklaim pemanggilan ini merupakan bagian dari langkah pembinaan. “Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI,” tegas dia.

Diretas

Tak hanya mendapat panggilan, akun media sosial dan Whatsapp milik empat aktivis BEM UI juga mendapat serangan digital usai mengkritik Jokowi. Pada 27 dan 28 Juni 2021, telah terjadi peretasan akun media sosial (medsos) kepada beberapa pengurus BEM UI 2021.

Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra kepada kompas.com, Senin (28/6/2021) mengatakan, peretasan kali pertama menyasar akun whatsapp (WA) Kepala Biro Hubungan Masyarakat BEM UI, Tiara, sekitar pukul 00.56 WIB.

Sejak itu, akun whatsapp milik Tiara tidak biasa diakses dan tertulis bahwa akun telah keluar. Hingga kini, akun tersebut belum bisa diakses kembali. Selanjutnya, peretasan kedua mengincar akun Whatsapp Wakil Ketua BEM UI Yogie sekitar pukul 07.11 WIB.

Namun, sekitar pukul 07.20 WIB, akun tersebut sudah kembali. Kemudian, upaya peretasan yang dialami Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI, Naifah Uzlah sekitar pukul 02.15 WIB. Terakhir, peretasan menimpa akun Instagram Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI Syahrul Badri, pukul 21.45 WIB.

Akun tersebut mengalami restriksi setelah mengunggah beberapa postingan di insta-story menyangkut surat pemanggilan fungsionaris BEM UI oleh pihak UI. Hingga kini, akun tersebut masih ada, namun sampai saat ini pemilik akun belum bisa menggunakan kembali.

Dengan kejadian ini, Leon mengecam keras atas upaya peretasan yang dialami aktivis BEM UI. “Dengan ini kami mengecam keras segala bentuk serangan digital yang dilakukan kepada beberapa pengurus BEM UI 2021,” kata Leon.

Cendekiawan Azyumardi Azra mengkritik langkah rektorat UI yang memanggil para aktivis tersebut. Menurut Azyumardi, pemanggilan tersebut menandakan bahwa birokrat kampus sudah terkurung akan kedudukan.

“Penyempitan demokrasi itu memang terlihat atau terasa. Maka kritik seperti itu saya sebut suara langka. Civitas akademika, birokrat kampus dan dosen sudah terkurung dalam menara gading. Pemanggilan tersebut sebagai upaya penertiban terhadap suara kritis mahasiswa karena mengkritik penguasa,” papar Azyumardi.

Langkah tersebut pun dianggapnya tidak tepat. “Langkah Perguruan Tinggi menertibkan kebebasan kepemimpinan mahasiswa untuk beraspirasi dan mengritik penguasa jelas tidak pada tempatnya dan kontraproduktif bagi kehidupan hari ini dan masa depan Indonesia yang lebih baik,” tegas dia.

Azyumardi berharap semakin banyak orang yang bersuara di tengah disrupsi dan disorientasi oligarki politik saat ini. “Kritik mereka, seperti yang disuarakan BEM UI, adalah himbauan dan kekuatan moral yang kian langka keluar dari menara gading,” imbuh dia.

Hal senada disampaikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Wakil Koordinator Kontras Rivanlee Anandar menyebut langkah pemanggilan tersebut sebagai upaya pemberangusan kebebasan akademik.

“Ini masuk ke dalam upaya membatasi kebebasan sipil dengan memberangus kebebasan akademik. Kampus semestinya menjadi ruang aman bagi mahasiswa yang menyuarakan gagasannya demi perbaikan sebuah kondisi,” kecam Rvanlee.

Akan tetapi, upaya mahasiswa mengisi ruang kebebasan berpendapat justru mendapat tantangan dari internal kampus itu sendiri. Ironisnya, hambatan tersebut belakangan ini sudah dianggap jamak. “Ini praktik yang sering terjadi belakangan namun kerap dianggap biasa sebagai konsekuensi mengkritik kepala negara,” ungkap dia.

Menurutnya, pemanggilangan tersebut tak ubahnya seperti balas jasa dari pihak rektorat kepada penguasa. “Seolah ada upaya balas jasa atas kritik yang dilontarkan pada penguasa, padahal kritik adalah hal biasa,” tegas dia.

Mengutip CNN Indonesia | Senin, 28/06/2021 14:07 WIB, sejumlah elite partai politik, akademisi, hingga aktivis dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) ramai-ramai mendukung tindakan BEM UI mengkritik sekaligus menjuluki Jokowi sebagai The King of Lip Service.

Mereka juga kompak mengkritik langkah Rektorat UI yang memanggil pengurus BEM UI untuk meminta keterangan terkait maksud dan tujuan kritik tersebut. Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyebut mental Orde Baru (Orba) telah pindah ke Rektorat UI lantaran memanggil mahasiswa kritis.

Menurutnya, kampus harus bebas dari pengekangan. “Semoga tindakan Rektorat UI tidak benar. Kampus harus menjadi sumber kebebasan. Masa depan kita adalah kebebasan. Meski pandemi membelenggu fisik kita, tapi jiwa dan pikiran harus merdeka,” ujarnya.

“Kampus adalah persemaian generasi kepemimpinan yang harus terlepas dari pengangkangan,” demikian Fahri lewat akun twitternya, @Fahrihamzah dikutip Senin (28/6/2021).

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demorkat Irwan mengatakan kampus tak boleh menjadi alat untuk membungkam kemerdekaan mahasiswa berpendapat. Ia pun meminta perguruan tinggi tak mematikan daya kritis mahasiswa.

Ia meyakini BEM UI menjuluki Jokowi sebagai The King of Lip Service alias Raja Membual memiliki basis data yang kuat. Menurutnya, tak seharusnya pihak UI memanggil para mahasiswanya tersebut. “Pihak kampus tidak boleh jadi alat Istana untuk membungkam kemerdekaan mahasiswa berpendapat,” kata Irwan.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menyatakan sikap Rektorat UI dalam merespons tindakan BEM UI menjuluki Presiden Jokowi The King of Lip Service memalukan.

Menurutnya, rektorat UI seharusnya masuk ke substansi dan argumentasi dari tindakan BEM UI tersebut. “Coba masuk ke substansi n argumentasi. Sungguh memalukan pakai ‘panggilan’ segala,” kata Fadli lewat akun Twitter miliknya, @fadlizon.

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera meminta rektorat UI tidak terbawa perasaan alias baper dengan tindakan BEM UI menjuluki Presiden Jokowi The King of Lip Service. Mardani mengatakan semua pihak seharusnya melihat kritik BEM UI yang menjuluki Jokowi The King of Lip Service sebagai proses pematangan kepemimpinan mahasiswa.

“Enggak usah baper semua pihak. Termasuk rektorat [UI]. Jadikan kampus lahan subur bagi demokrasi, jangan jadi alat oligarki,” kata Mardani yang juga anggota Komisi II DPR RI.

Terpisah, Ketua DPP PSI Tsamar Amany lewat akun Twitter-nya juga mengkritik serangan yang diterima pengurus BEM UI usai menyampaikan kritik terbuka kepada Jokowi. Menurutnya, kebebasan berpendapat dijamin konstitusi.

“Kita ingin banyak anak muda masuk ke politik. Tapi kalau ada mahasiswa mengkritik lalu kita rame-rame serang pribadinya & bahkan melarang kritik tersebut, kapan politik kita bisa regenerasi?’ kata @TsamaraDKI.

Kecaman terhadap rektorat UI juga datang dari Perkumpulan BEM sejumlah kampus dan organisasi masyarakat sipil. Sebanyak 44 BEM dan organisasi masyarakat sipil. Di antaranya Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Pusako Fakultas Hukum Universitas Andalas.

Menurut mereka, pihak Rektorat UI telah mengerdilkan kebebasan sipil. “Dengan adanya surat pemanggilan oleh birokrat UI mengindikasikan bahwa hari ini kebebasan sipil semakin dikerdilkan oleh negara dengan sistematis,” tulis pernyataan solidaritas tersebut, Senin (28/6/2021).

Kelompok BEM dan masyarakat sipil menilai konten yang dipublikasikan BEM UI sesuai kondisi kebebasan sipil dan berpendapat di Tanah Air saat ini. Mereka menilai kebebasan sipil diberangus melalui represifitas aparat terhadap massa aksi, kebebasan berpendapat dibungkam melalui pasal karet UU ITE.

Lalu pelemahan KPK terjadi secara sistematis, dan ada intervensi presiden terhadap supremasi hukum. Berkaca pada insiden tersebut, kelompok BEM dan masyarakat sipil mengecem dan mendesak pemerintah menjamin kebebasan berpendapat berdasarkan peraturan yang berlaku.

Mereka juga mendesak birokrat UI menjamin kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh mahasiswa UI dan mengajak seluruh elemen masyarakat bersolidaritas mengawal kasus kebebasan berpendapat BEM UI.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menyatakan langkah kampus menertibkan kebebasan mahasiswa untuk beraspirasi dan mengkritik penguasa kontraproduktif bagi kehidupan Indonesia pada masa mendatang.

Menurutnya, kritik sebagaimana yang disampaikan BEM UI merupakan imbauan dan kekuatan moral yang semakin langka keluar dari menara gading. “Kita memerlukan semakin banyak kritisme di tengah disrupsi dan disorientasi oligarki politik dinastik nepotis dewasa ini,” kata Azyumardi sebagaimana dikutip dari akun Twitter miliknya, @Prof_Azyumardi.

Terpisah, Gusdurian Network Indonesia (GNI) menyatakan bahwa kritik kepada penguasa adalah hal yang lazim dan harus ada di negara demokrasi. Mereka mengingatkan bahwa konstitusi Indonesia menjamin kebebasan berpendapat dan berpikir.

“Kampus sebagai salah satu elemen penting demokrasi (dan miniaturnya) harus menjadi contoh praktik baik demokrasi, bukan sebaliknya,” kata GNI lewat akun Twitter @GUSDURians.

Seperti diketahui, BEM UI mengkritik sekaligus menjuluki Jokowi sebagai The King of Lip Service alias Raja Membual lantaran sering mengobral janji manis yang kerap tidak direalisasikan.

Namun, Rektorat UI merespons itu dengan memanggil sejumlah pengurus BEM UI lewat surat nomor: 915/UN2.RI.KMHS/PDP.00.04.00/2021 yang ditandatangani oleh Direktur Kemahasiswaan UI, Tito Latif Indra.

Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra mengaku diminta keterangan terkait maksud dan tujuan kritik sebagaimana yang dimuat di media sosial BEM UI. Leon pun memastikan tak akan menghapus kritik tersebut.

“Jadi, kami lebih banyak memberikan keterangan dan menegaskan postingan tersebut tidak akan kami take down,” kata Leon kepada CNNIndonesia.com, pada Minggu (27/6/2021).

Sementara itu, Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman dan Tenaga Ahli KSP Ali Mochtar Ngabalin mengatakan pemanggilan pengurus BEM UI terkait kritik terhadap Jokowi menjadi urusan internal UI. Mereka tak mau berkomentar lebih lanjut.

Mengutip tribunnews.com/nasional/2021/06/29, berikut ini profil Ketua Badan Eksektuf Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Leon Alvinda Putra. BEM UI saat ini tengah menjadi sorotan setelah memberikan kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kritik itu disampaikan BEM UI melalui akun Twitter mereka, @BEMUI_Official, Sabtu (26/6/2021). Dalam kritiknya, BEM UI memberi julukan terhadap Jokowi sebagai The King of Lip Service.

“Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya,” tulis akun @BEMUI_Official.

Unggahan itu disertai meme sebuah kartu bridge dengan gambar Jokowi mengenakan mahkota.  Leon mangatakan, postingan itu sebagai kritik terhadap Jokowi. BEM UI, lanjut Leon, mengingatkan sang presiden terkait segala perkataan yang telah diucapkan.

Selama ini, apa yang telah disampaikan Jokowi tak sesuai dengan kenyataan di lapangan. “Sebenarnya infografis yang dibuat oleh brigade UI, organ taktis di bawah BEM UI, itu kami ingin mengingatkan bapak Presiden kita untuk bisa memastikan perkataan-perkataan yang beliau sampaikan sesuai dengan realita di lapangan.”

“Kami melihat banyak sekali kontradiksi antara perkataan beliau dengan apa yang terjadi di lapangan,” ucap Leon, dikutip dari tayangan Kompas TV, Minggu (27/6/2021). Salah satu perkataan Jokowi tak sesuai dengan realita menurut Leon, yakni ucapan Jokowi yang rindu didemo.

Kenyataannya, lanjut Leon, banyak aksi represif dilakukan kepada mahasiswa, saat melakukan aksi demo. Ia mencontohkan, aksi demo mahasiswa ketika peringatan hari buruh 1 Mei.

“Misalnya, pertama, terkait pernyataan bahwa beliau rindu didemo. Sayangnya, banyak sekali represifitas yang terjadi ketika kami melakukan demo. Contohnya, pada tanggal 1 Mei, lebih dari 160 mahasiswa mengalami represifitas ketika melakukan aksi hari buruh di jakarta,” jelas Leon.

Profil Leon Alvinda Putra

Berikut ini profil Ketua Badan Eksektuf Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI), Leon Alvinda Putra. Organisasinya tengah menjadi sorotan, seperti apa profil Leon Alvinda Putra? Dikutip dari laman resmi BEM UI, Senin (28/6/2021), Leon merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Ia masuk di UI tahun 2017. Leon menjabat sebagai Ketua BEM UI sejak Desember 2020 setelah ia memenangi pemilihan presiden BEM UI. Sementara itu, di bio akun Linkedin-nya, Leon menuliskan sejumlah pretasi yang ia raih.

Ia pernah menjadi juara tiga debat marketing yang diadakan Sekolah Manajemen Trisakti pada 2018. Prestasi ini juga pernah ia posting di akun Instagramnya. Ia juga pernah meraih juara tiga kompetisi manajemen oleh Universitas Atma Jaya Yogyakarta pada 2018.

Penelusuran Tribunnews.com, semasa pelajar, Leon bersekolah di Sukoharjo, Jawa Tengah. Ia menempuh pendidikan di SMPN 1 Grogol Sukoharjo dan SMAN 1 Sukoharjo. Sejak pelajar, ia telah aktif berorganisasi.

Ia tercatat pernah menjadi Duta Sanitasi Kabupaaten Sukoharjo pada tahun 2013 yang mengantarkannya menjadi Dutasi Sanitasi Jawa Tengah. Sebenarnya, ini bukan kali pertama BEM UI melancarkan kritik pada pemerintah dan menjadi sorotan.

Pada 2018, Ketua BEM UI saat itu pernah mengacungkan kartu kuning kepada Jokowi saat hadir di kampus UI, Depok. Aksi lain dari BEM UI yang sempat viral adalah saat mereka menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR pada 2019. Bahkan BEM UI menyebut DPR sebagai Dewan Pengkhianat Rakyat.

Selengkapnya, inilah sejumlah aksi yang pernah dilakukan BEM UI dalam mengkritik pemerintahan:

  1. Beri Kartu Kuning untuk Jokowi

Ketua BEM UI saat itu, Zaadit Taqwa nekat mengacungkan kartu kuning kepada Jokowi. Aksi itu dilakukan saat Jokowi menghadiri Dies Natalis ke-68 Universitas Indonesia di Kampus UI, Depok, Jumat (2/2/2018).

Dikutip dari Kompas.com, BEM UI sebenarnya sudah sempat menggelar aksi di luar ruangan acara, tepatnya di depan stasiun UI. Namun, atribut yang digunakan dalam aksi tersebut justru diamankan oleh pihak kepolisian dan pihak keamanan kampus.

Akhirnya, Zaadit pun nekat dan berinisiatif melakukan aksi di dalam ruang acara. “Itu tadi buku paduan suara. Karena pengawasannya lumayan ketat tadi pas masuk ke dalam. “Makanya kita pakai buku paduan suara biar bisa masuk,” kata Zaadit.

Buku paduan suara yang berwarna kuning diangkat tinggi-tinggi oleh Zaadit dan diarahkan kepada Jokowi yang masih berada di atas panggung. Saat itu, Jokowi yang sudah selesai memberikan sambutan masih berfoto bersama.

Sembari mengangkat buku paduan suara, Zaadit juga meniup peluit untuk menarik perhatian. Ia bak wasit sepakbola tengah memberikan peringatan kepada pemain yang melanggar. “Kita memang ngasih peringatan buat Jokowi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa yang sedang terjadi,” kata Zaadit.

Aksi Zaadit itu pun menarik perhatian seisi ruangan dan akibatnya, ia diamankan Paspampres. Ia mengatakan, kartu kuning tersebut diberikan kepada Jokowi sebagai bentuk peringatan atas berbagai masalah yang terjadi di dalam negeri.

“Sudah seharusnya Presiden Joko Widodo diberi peringatan untuk melakukan evaluasi di tahun keempatnya. Dalam tahun keempat pemerintahan Jokowi, ada sejumlah hal yang menjadi sorotan BEM UI,” ungkapnya.

Masalah tersebut adalah isu gizi buruk di Asmat, isu penghidupan kembali dwifungsi Polri/TNI, dan penerapan peraturan baru organisasi mahasiswa. “Masih banyak isu yang membuat masyarakat resah atas kondisi Indonesia,” kata Zaadit.

Terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi saat itu, Johan Budi memastikan, Presiden tidak tersinggung dengan aksi mahasiswa UI yang mengacungkan kartu kuning tersebut. “Terhadap aksi ini, Presiden Jokowi biasa saja, enggak tersinggung,” ujar Johan setelah acara.

Presiden tetap mengikuti acara hingga selesai. Ia juga tidak memerintahkan apa-apa kepada jajarannya terkait peristiwa tersebut.

  1. Sebut DPR sebagai Dewan Pengkhianat Rakyat

Berikut pernyataan lengkap Ketua BEM UI, Manik Marganamahendra mengenai Dewan Pengkhianat Rakyat yang tengah viral. Aksi lain yang dilakukan BEM UI lewat ketuanya, Manik Marganamahendra adalah menyebut DPR sebagai Dewan Pengkhianat Rakyat.

Manik Marganamahendra menyerukan soal mosi tidak percaya kepada DPR. Hal ini bermula saat ribuan mahasiswa turun ke jalan melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Senin (23/9/2019).

Mereka menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Sekitar pukul 17.40 WIB, sejumlah perwakilan dari berbagai universitas akhirnya diperbolehkan masuk ke gedung DPR untuk menyampaikan aspirasi.

Dalam audiensi tersebut, mereka diterima Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Atgas dan anggota Komisi III Masinton Pasaribu di ruang Baleg, gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

“Ke mana anggota Komisi III yang lain, kenapa tidak ada di sini? Apakah bapak-bapak sudah mengetahui lembar kesepakatan kami dengan sekjen DPR RI?” tanya Manik Marganamahendra, dikutip dari Kompas.com.

Supratman pun lantas menanyakan lembar kesepakatan apa yang dimaksud Manik. “Lho, ada lembar kesepakatan dengan Sekjen?” tanyanya.

Setelah mendengar jawaban Supratman yang tak tahu-menahu soal kesepakatan tersebut, para mahasiswa pun kecewa. Mereka menilai, DPR tidak mendengarkan aspirasi mahasiswa. “Berarti bapak-bapak tidak mendengarkan apa yang kami suarakan dari kemarin,” seru Manik diikuti tepuk tangan para mahasiswa.

Menanggapi hal itu, Masinton menuturkan, langkah mahasiswa menyampaikan aspirasinya ke Sekjen DPR adalah cara yang salah. Sebab, menurut dia, Kesekjenan DPR tidak mengurusi hal-hal terkait aspirasi mahasiswa.

“Kalau Kesekjenan itu mengurusi hal-hal administratif. Yang teman-teman sampaikan ke Kesekjenan kami belum terima, Komisi III juga belum terima,” ucap Masinton, politisi PDIP.

Merasa kecewa, Manik pun menyerukan mosi tidak percaya kepada DPR. Sembari keluar ruangan Baleg DPR, ia menyatakan kegeramannya, UU KPK yang telah disahkan dan RKUHP itu bermasalah.

“UU KPK dan RKUHP masih banyak masalah. Intinya, hari ini kami berikan mosi tidak percaya kepada DPR, karena kami merasa kecewa. Bapak-bapak ternyata tidak mendengar aspirasi kami, hari ini kami nyatakan mosi tidak percaya kepada Dewan Pengkhianat Rakyat,” ujar Manik diikuti seruan mahasiswa lainnya.

  1. Sebut Jokowi sebagai The King of Lip Service

Terbaru, BEM UI menyebut Jokowi sebagai The King of Lip Service karena kerap mengumbar janji yang akhirnya tidak ditepati. Hal ini disampaikan BEM UI lewat postingan di akun Twitter-nya dan viral di media sosial.

“Jokowi kerap kali mengobral janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tak selaras. Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya,” tulis akun tersebut.

Ketua BEM UI, Leon Alvinda lantas menjelaskan, postingan itu bertujuan untuk mengingatkan sang presiden terkait segala perkataan yang telah diucapkan. Menurutnya, selama ini, apa yang telah disampaikan Jokowi tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.

“Sebenarnya infografis yang dibuat oleh brigade UI, organ taktis di bawah BEM UI itu kami ingin mengingatkan Bapak Presiden untuk bisa memastikan perkataan-perkataan yang beliau sampaikan sesuai dengan realita di lapangan. Kami melihat banyak sekali kontradiksi antara perkataan beliau dengan apa yang terjadi di lapangan,” ucap Leon, dikutip dari tayangan Kompas TV, Minggu (27/6/2021).

Salah satu perkataan Jokowi tak sesuai dengan realita menurut Leon, yakni ucapan Jokowi yang rindu didemo. Kenyataannya, lanjut Leon, banyak aksi represif dilakukan kepada mahasiswa, saat melakukan aksi demo. Ia mencontohkan, aksi demo mahasiswa ketika peringatan Hari Buruh 1 Mei.

“Misalnya, pertama, terkait pernyataan bahwa beliau rindu didemo. Sayangnya, banyak sekali represivitas yang terjadi ketika kami melakukan demo. Contohnya, pada 1 Mei, lebih dari 160 mahasiswa mengalami represivitas ketika melakukan aksi Hari Buruh di Jakarta,” jelas Leon.

Imbas dari kritikan tersebut, Rektorat UI memanggil sejumlah mahasiswanya. Ada 10 nama yang diminta hadir di Ruang Rapat Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa) UI, Minggu (27/6/2021) pukul 15.00 WIB.

Sejumlah orang yang dipanggil tersebut, yakni Ketua BEM UI, Leon Alvinda Putra, Wakil Ketua BEM UI, Yogie Sani, Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI, Ginanjar Ariyasuta, Kepala Kantor Komunikasi dan Informasi BEM UI, Oktivani Budi, Kepala Departemen Kajian Strategis BEM UI, Christopher Christian.

Lalu, lima orang lainnya adalah Kepala Departemen Aksi dan Propaganda BEM UI, Syahrul Badri, dan wakilnya, Achmad Fathan Mubina, Ketua DPM UI, Yosia Setiadi, dan dua wakilnya, Muffaza Raffiky serta Abdurrosyid. Pemanggilan rektorat kepada mahasiswa BEM UI ini pun mendapat tanggapan politisi yang menyayangkan tindakan itu. (net/tbc/cnn/kpc/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *