Kredit murah seperti produk gadai dengan bunga harian sebesar Rp900 per hari ini membantu pengusaha ultra mikro mengatasi masalah tanpa masalah Ramadan menjadi bulan yang ditunggu-tunggu pelaku usaha UMKM yang bergerak di bisnis kuliner.
semarak.co-Di bulan suci ini, layaknya masa panen bagi pengusaha makanan. Pasalnya, permintaan bakal meningkat drastis. Namun hal itu tidak dirasakan Ibu Prapti, pengusaha ultra mikro di bidang makanaan yang tinggal di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan (Tangsel).
Bukan karena order yang turun, namun Ibu Prapti tak punya modal yang cukup untuk menghadapi masa panen ini. Maklum saja sebagai pelaku usaha skala mikro, modal usaha jadi salah satu kendala yang selalu dihadapinya.
Apalagi di saat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, hasil dari menjual makanan yang dilakoninya itu, hanya cukup memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Sang suami yang bekerja sebagai office boy (OB) di salah satu lembaga pendidikan masih terdampak pandemi. Gajinya yang diterimanya masih dipotong.
Untuk tetap bisa menjalankan usaha kulinernya itu, ibu dua anak ini pernah meminjam modal dari rentenir. Bukannya tertolong, ia malah terjerat oleh bunga yang mencekik leher. Hasil dari usaha makanannya itu praktis kesedot untuk membayar bunga pinjaman yang amat tinggi.
Itu sebabnya, saat ia harus menggenjot produksi di bulan Ramadan, kemampuan financialnya tak mendukung. Kesulitan yang dihadapi Ibu Prapti ini, sebenarnya juga dialami jutaan pelaku UMKM lainnya di negeri ini.
Data yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, bisa jadi gambaran. Menurut Sri Mulyani, saat ini ada sekitar 60 juta pelaku UMKM, 90% diantaranya merupakan pelaku usaha ultra mikro, atau sekitar 54 juta pelaku usaha.
Nah, dari pelaku usaha ultra mikro sebanyak itu, ada sekitar 65% masih belum terlayani oleh lembaga keuangan. Menteri Keuangan menjelaskan pelaku usaha mikro umumnya memiliki karakteristik vulnerabilitas (kerentanan) yang tinggi, literasi keuangan yang rendah, akses terbatas, dan tidak memiliki aset kolateral.
Itu sebabnya, untuk mendapatkan pendanaan, mereka sangat tergantung dari lembaga keuangan nonformal. “Lembaga keuangan seperti ini mempunyai struktur pembiayaan yang sangat tidak menguntungkan bagi pelaku usaha mikro,” kata Sri Mulyani.
Apa yang disampaikan Menkeu tersebut sesuai dengan apa yang dialami oleh Ibu Prapti. Padahal lembaga keuangan formal seperti PT. Pegadaian begitu gencar membidik nasabah pelaku usaha mikro.
Namun karena askes yang terbatas, meski tergolong tinggal di kota besar (Tangsel), Ibu Prapti belum tersentuh oleh produk-produk Pegadaian yang ditujukan untuk pengusaha skala mikro. Pegadaian yang saat ini memasuki usia 120 tahun memang sudah sejak lama menyalurkan kredit bagi pelaku usaha mikro.
Bahkan menjadikan kredit mikro berbasis gadai ini sebagai salah satu pilar bisnis dari BUMN ini. Sepanjang usianya tersebut, berbagai inovasi terus dilakukan agar masyarakat mau memanfaatkan produk yang ditawarkan Pegadaian, khususnya untuk kredit mikro.
Direktur Utama PT Pegadaian (Persero) Kuswiyoto menyatakan, kebutuhan masyarakat terus mengalami perkembangan, apalagi di tengah pandemi seperti saat ini. Untuk merespon kebutuhan tersebut, Pegadaian pun meluncurkan berbagai inovasi.
Misalnya saja, bagi pedagang pasar, ibu rumah tangga, maupun pelaku usaha ultra mikro lainnya yang membutuhkan dana jangka pendek dapat memanfaatkan produk gadai dengan bunga harian yang terbilang murah.
Produk yang diluncurkan April 2021 ini, memunginkan nasabah Pegadaian yang menarik pinjaman Rp1 juta, dengan bunga hanya Rp 900 per hari. Produk pinjaman ini jelas tidak memberatkan, karena nasabah cukup hanya membayar bunga, seharga permen.
Pengusaha ultra mikro seperti Ibu Prapti pun bisa memanfaatkan produk ini sebagai modal menjalankan bisnisnya. Kuswiyoto berharap, produk ini bisa jadi solusi bagi masyarakat yang selama ini tergantung pada pembiayaan dengan bunga tinggi.
Tak hanya meluncurkan produk gadai dengan bunga murah, sebagai BUMN, Pegadaian juga ikut menyalurkan dana dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Tahun ini sebanyak Rp 1,5 triliun dana PIP disalurkan Pegadaian untuk 354.000 pelaku usaha Ultra Mikro (UMi). Sebagai catatan, Pegadaian sudah sejak 2017 menyalurkan dana UMi dari PIP.
Tahun lalu tercatat, Pegadaian telah menyalurkan dana UMi sebesar Rp1,04 triliun untuk 219.000 nasabah. Dana UMi yang disalurkan tahun ini lebih besar, karena memang saat ini banyak para pelaku usaha kecil yang terkena dampak pandemi Covid-19. Mereka perlu suntikan modal kerja sekaligus juga pendampingan untuk membangkitkan usahanya.
Menurut Kuswiyoto, kerja sama dengan PIP merupakan salah satu upaya dari Pegadaian ikut mendukung komitmen pemerintah untuk membantu pengusaha Ultra Mikro agar bisa tetap survive sekaligus mendorong pemulihan ekonomi pascapandemi.
Potensinya Ratusan Triliun
Pengusaha kecil yang terimbas pandemi memang sangat banyak. Data yang disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun mengungkapkan, sekitar 30 juta usaha mikro, kecil, dan menengah UMKM bangkrut akibat pandemi.
Kini hanya tersisa sekitar 34 juta unit usaha UMKM dari sebelumnya berjumlah 64 juta usaha pada 2019 lalu. Bangkrutnya puluhan juta pengusaha kecil ini, menurut Ikhsan juga mengakibatkan lebih dari 7 juta orang harus kehilangan pekerjaan.
Gerak cepat memang perlu dilakukan untuk menyelamatkan para pengusaha ini. Pasalnya, meski tergolong usaha kecil bahkan ultra mikro, sektor UMKM punya peran penting dalam perekonomian nasional. Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan UMKM memberi kontribusi 60% dari PDB.
Sektor ini juga mampu menyerap 96% tenaga kerja. BPS mencatat pada Februari 2020, dari jumlah total tenaga kerja di Indonesia mencapai 137,91 juta, jumlah tenaga kerja yang terserap ke sektor UMKM sebanyak 133,7 juta.
Melihat begitu besarnya peran UMKM, maka membangkitkan usaha kecil, juga merupakan upaya mendongkrak perekonomian nasional. Bagi Lembaga Keuangan yang ikut menyalurkan kredit untuk pengusaha kecil, khususnya ultra mikro punya peluang yang cukup besar untuk bisa meningkatkan kinerjanya.
Bank BRI, PT Pegadaian dan juga PT PNM (Permodalan Nasional Madani) merupakan BUMN yang berada di barisan terdepan dalam menyalurkan kredit di bawah Rp10 juta (ultra mikro). Perusahaan-perusahaan tersebut sudah cukup lama berkecimpung dalam penyaluran kredit ultra mikro.
Meski demikian, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani sampai sekarang sekitar 65% dari 54 juta pelaku usaha ultra mikro, belum terlayani oleh lembaga keuangan formal. Jika rata-rata mereka membutuhkan pinjaman Rp 10 juta per pelaku usaha.
Maka akan ada potensi perputaran dana dengan jumlah yang cukup fantastis di segmen usaha ultra mikro, yakni sebesar Rp 540 triliun. Selain itu, kredit ultra mikro mampu memberikan pendapatan dari bunga kredit hingga 25 persen untuk tiap transaksi.
Angka ini jauh di atas rata-rata bunga KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang berada dikisaran 7-9 persen. Di sisi yang lain, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selama ini, penyaluran kredit untuk pengusaha kecil masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sekitar 59,18%, terpusat di wilayah Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
Di wilayah Indonesia Bagian Tengah dan Timur masih kecil hanya 22,62%. Peluang untuk menyalurkan kredit ultra mikro di luar Jawa juga masih terbuka lebar. Sebagai lembaga keuangan yang menjadikan kredit ultra mikro berbasis gadai sebagai bisnis utamanya, Pegadaian punya kesempatan menikmati potensi pasar pembiayaan ultra mikro yang belum tergarap.
Pengalaman 120 tahun menggarap ceruk pasar ini, jadi modal yang amat berharga. Belum lagi jaringan layanan dan pemasaran dengan lebih dari 4.000 outlet. Didukung juga dengan 642 Kantor Cabang yang tersebar di 12 Kantor Wilayah dan 61 Kantor Area.
Menjadikan BUMN ini selangkah lebih di depan untuk dapat menikmati manisnya potensi pasar pembiayaan ultra mikro. Untuk bisa menggarap potensi yang amat besar itu, butuh strategi khusus.
Pasalnya, untuk melayani nasabah dalam jumlah banyak, tersebar di berbagai daerah dan dengan penyaluran kredit mikro, tidak bisa dilakukan dengan cara konvensional. Layanan dan produk yang ditawarkan sudah harus berbasis digital.
Sejak 2019 lalu Pegadaian telah melakukan transformasi digital. Mulai dari proses bisnis, budaya kerja hingga produk layanan berupa aplikasi yang dapat diunduh melalui Playstore dan Appstore. Saat itu Pegadaian pun meluncurkan aplikasi Pegadaian Digital Service (PDS) yang memudahkan masyarakat dalam menikmati layanan dari BUMN ini.
Saat ini Pegadaian telah mengimplementasikan teknologi digital di semua aspek. Hasil assessment dari Kemenetrian Perindustrian (Asesmen INDI 4.0) menunjukkan perseroan telah menerapkan standar Industry 4.0 sehingga layak dinyatakan sebagai Pelopor Industri Keuangan 4.0.
Hasil assessment ini semakin memperkuat amunisi Pegadaian untuk dapat menjangkau lebih banyak lagi komunitas pengusaha ultra mikro yang selama ini belum tersentuh lembaga keuangan. (smr)