Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan memakai masker melantik Ketua Mahkamah Agung (MA) Muhammad Syarifuddin dan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Manahan Sitompul di Istana Negara Jakarta Pusat, Rabu (30/12/2020).
semarak.co-Ketua MA Syarifuddin mengklarifikasi Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2020. Dalam aturan itu, setiap pengunjung sidang wajib meminta izin kepada hakim/ketua majelis bila ingin mengambil foto, video, atau dokumentasi lagi.
“Saya juga sama dengan yang lain. Sudah cukup lama sidang di tingkat pertama. Pernah juga memimpin sidang yang besar. Ini bukan ketentuan baru. Ramai sekali, yang datang jurnalis itu ratusan. Bukan dari dalam negeri, tapi juga luar negeri,” kata Syarifuddin dalam refleksi akhir tahun yang disiarkan di kanal YouTube MA, Rabu (30/12/2020).
Nah, kata dia, para jurnalis itu kemudian diminta melapor ke petugas untuk mendaftarkan diri. Tujuannya guna memastikan apakah benar-benar jurnalis atau bukan. “Kedua, kalau memang jurnalis, kami kasih ID card khusus. Ini kenapa harus begini? Karena ketua majelis yang bertanggung jawab sidang itu,” tandas Syarifuddin.
Lalu diatur posisi sidang. Wartawan diberikan tempat di lantai dua sehingga bisa melakukan aktivitas merekam dan memfoto tanpa mengganggu majelis hakim. “Kalau tidak diatur, bagaimana? Bayangkan. Ini sidang bisa terganggu,” beber Syarifuddin.
Ada pula wartawan yang mencoba mengambil foto dari belakang majelis hakim. Tujuannya mendapatkan foto/video terdakwa/saksi. “Lari ke belakang majelis. Kan mengganggu,” ujar Syarifuddin.
Syarifuddin juga mengakui, di beberapa pengadilan, wartawan yang meliput sudah banyak yang mengenal para hakim. Jadi izin cukup dengan bahasa isyarat. “Saat sidang berlangsung, kan kawan juga banyak pekerjaan yang lain, bukan meliput sidang ini saja,” ujarnya.
Kita kan sudah kenal, lanjut dia, ketika sudah sudah kenal, maka waktu dia masuk (karena ada kewajiban menghormat kepada majelis) dia ikut mengangguk, kita pun mengangguk. “Nah, kedipkan mata, sudah cukup. Sudah diizinkan itu,” ucap Syarifuddin.
Itu sudah hormat dan sudah diizinkan majelis. “Jadi semata-mata untuk pengaturan bagaimana jurnalis menjalankan tugasnya dengan baik. Bukan berarti mengajukan surat permohonan, penetapan, ndak begitu,” sambung Syarifuddin.
Syarifuddin menegaskan Perma 5/2020 tidak punya niat menghalang-halangi peliputan sidang oleh media massa. “Cukup menganggukkan kepala. Kedipkan mata, sudah tahu itu,” pungkas Syarifuddin.
Sebelumnya, MA melarang pengunjung mengambil foto, video, dan mendokumentasikan persidangan dalam sidang terbuka untuk umum. Larangan akan gugur bila pengambilan dokumentasi itu telah mendapatkan izin dari ketua majelis hakim.
Larangan itu tertuang dalam Peraturan MA Nomor 5 Tahun 2020 tentang Protokol Persidangan dan Keamanan dalam Lingkungan Pengadilan. “Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin hakim/ketua majelis hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya persidangan,” demikian bunyi Pasal 4 ayat 6 Perma Nomor 5 Tahun 2020 yang dikutip detikcom, Jumat (18/12/2020).
Sedangkan untuk sidang yang tertutup untuk umum, seluruh pengambilan dokumentasi dilarang dengan alasan apa pun. Selain itu, pengunjung sidang dilarang menggunakan telepon seluler untuk melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun dan tidak mengaktifkan nada dering.
Juru bicara MA Andi Samsan Nganro menjelaskan mengenai larangan itu. Peraturan itu dibuat bukan untuk membatasi transparansi. “Bukan untuk membatasi transparansi, tetapi lebih merupakan sebuah perangkat/pengaturan untuk mewujudkan peradilan yang berwibawa di mana aparat peradilan yang bersidang serta pihak-pihak lain yang berkepentingan, termasuk para jurnalis, tentunya merasa aman berada di lingkungan pengadilan,” kata Andi Samsan saat dihubungi, Sabtu (19/12/2020). (net/smr)
sumber: detik.com di WAGroup Guyub PWI Jaya