Setelah dua kuartal berturut-turut pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah nol persen, yakni minus 5,32% pada Kuartal II-2020 dan minus 3,49% pada Kuartal III-2020, maka resmi sudah Indonesia masuk ke jurang resesi ekonomi.
semarak.co-Bukan hanya itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran di Indonesia sudah mencapai 9,77 juta orang, per Agustus 2020. Ini naik 2,67 juta orang dibanding pada Agustus 2019 sebesar 7,1 juta orang.
Kepala BPS Suhariyanto beralasan, melonjaknya angka pengangguran disebabkan memburuknya pertumbuhan ekonomi akibat imbas dari pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak awal Maret 2020.
“Sekitar 2,56 juta orang menjadi pengangguran karena pandemic COVID-19. Sedangkan sisanya sekitar 110 ribu orang menganggur diperkirakan karena faktor lain,” ungkap Suhariyanto dalam konferensi pers secara virtual dari Jakarta, Kamis (5/11/2020).
Karena pandemic COVID-19, lanjut Suhariyanto, pengangguran naik 2,67 juta orang. “Dan 2,56 juta orang menganggur itu karena pandemi COVID-19, sisanya karena faktor lain. Jumlah pengangguran (total) menjadi 9,77 juta orang,” kata Suhariyanto.
Dilanjutkan Suhariyanto, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Agustus 2020 ini mencapai 7,07%. Angka ini meningkat 1,94% dibanding dari Agustus 2019.
Menurutnya, jumlah pengangguran kali ini adalah yang terburuk sejak tahun 2007 lalu, yang mana pada 2007, angka pengangguran di Indonesia mencapai 10,01 juta orang dengan TPT 9,11%. Kemudian turun menjadi 9,39 juta orang per Agustus 2008 dengan TPT 8,39%.
Peningkatan pengangguran terbuka paling besar terjadi di kota besar, yakni dari 6,29% pada Agustus 2019 menjadi 8,98 persen pada Agustus 2020. Sedangkan peningkatan pengangguran di pedesaan lebih landai, dari 3,92 persen pada Agustus 2019 menjadi 4,71 persen pada Agustus 2020.
“Tingkat pengangguran terbuka menurut provinsi disumbang terbanyak oleh DKI Jakarta. Angkanya 10,95% atau melampaui rata-rata nasional 7,07%. Selain Jakarta, Banten 10,64%, Jawa Barat 10,46%, Kepulauan Riau 10,34%, Maluku 7,57%, dan Sulawesi Utara 7,37%.
Dari faktor industri, menurut Suhariyanto, struktur lapangan pekerjaan yang paling banyak mengalami pengurangan tenaga kerja adalah industri pengolahan yang kontraksinya mencapai 1,3% dan disusul sektor konstruksi dengan pengurangan 0,46%.
“Dari status pekerjaan, jumlah pekerja buruh/karyawan/pegawai mengalami penurunan 4,28% poin sehingga jumlahnya hanya 36,67% dari total penduduk bekerja. Kedua penduduk yang berusaha dibantu buruh tetap berkurang 0,32% sehingga hanya tersisa 3,15% dari total,” tandas Suhariyanto.
Seperti diketahuui, resesi ekonomi di Indonesia yang diumumkan resmi BPS, Kamis (5/11/2020) menyebutkan kalau pertumbuhan ekonomi pada Kuartal III-2020 minus 3,39 persen, dimana sebelumnya pada Kuartal II/2020 juga minus 5,32%.
Bukan hanya itu, BPS juga mencatat kalau rata-rata upah/gaji buruh/karyawan per Agustus 2020 mengalami penurunan sebesar 5,18% dibanding Agustus 2019, yakni rata-rata hanya Rp2,76 juta per bulan dibanding Agustus 2019 yang masih Rp2,91 juta per bulan.
“Turunnya upah akibat dampak pandemi COVID-19. Berdasar lapangan usaha yang memiliki upah di bawah rata-rata nasional Rp2,76 juta adalah jasa pendidikan, industri pengolahan, pengadaan air, perdagangan, akomodasi dan makan minum, pertanian dan jasa lainnya,” rinci Suhariyanto.
Untuk sektor pertanian dan jasa lainnya, kata Suhariyanto, menjadi yang terendah dengan upah Rp 1,91 juta dan 1,69 juta. “Dalam penurunan upah ini, baik pekerja laki-laki maupun perempuan sama-sama mengalaminya,” ujarnya sambil melanjutkan.
Pekerja laki-laki mengalami penurunan upah Rp190 ribu dari Rp3,17 juta menjadi Rp2,98 juta. Sedangkan pekerja perempuan mengalami penurunan upah Rp100 ribu dari Rp2,45 juta menjadi Rp 2,35 juta.
“Nyaris semua pekerja di semua provinsi Indonesia mengalami penurunan upah. Dari 34 provinsi di Indonesia hanya 6 provinsi yang tidak mengalami penurunan upah, yaitu Maluku Utara, Bengkulu, Sulawesi Tengah, Aceh, D.I Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur,” terang dia.
Sedangkan penurunan upah tertinggi dialami Provinsi Bali sebesar 17,91% dibanding Agustus 2019, Kepulauan Bangka Belitung 16,98% dibanding Agustus 2019. Untuk provinsi di Pulau Jawa sendiri juga mengalami penurunan.
“DKI Jakarta turun 4,69 persen, Jawa Barat turun 7,41 persen, Jawa Timur turun 3,87 persen, Jawa Tengah turun 4,77 persen, dan Banten turun 4 persen,” papar Suhariyanto.
Sulawesi Barat, kata dia, menjadi provinsi dengan rata-rata upah terendah, yaitu Rp2,07 juta. Penurunan upah yang terjadi ini karena banyak pekerja mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).
“Sedangkan sebagian lainnya karena penurunan jumlah jam kerja, yakni karyawan yang tadinya bekerja penuh waktu menjadi tidak penuh. Setengah pengangguran meningkat,” jelas Suhariyanto.
Buruh/karyawan yang bekerja di bawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan sampingan naik dari 6,42% menjadi 10,19%. Lalu, buruh/karyawan yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi tidak mencari pekerjaan sampingan juga naik dari 22,54% menjadi 25,96%. (net/pos/smr)