Data jumlah kasus positif wabah virus corona jenis baru penyebab Covid-19 mengalami peningkatan kembali ke angka 949 kasus menjadi total 21.745 orang. Adapun yang sembuh meningkat 192 orang menjadi 5.249 pasien dan jumlah meninggal 25 orang atau menjadi 1.351 jiwa dari total 21.745 orang.
semarak.co -Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengatakan, jumlah spesimen yang dites 293.740 spesimen. Kasus wabah Covid-19 di Tanah Air tersebar di 399 kabupaten/kota di 34 provinsi.
“Pemantauan yang kita lakukan ODP sebanyak 49.958 orang dan pasien yang diawasi atau PDP sebanyak 11.495 orang,” ujar Yurianto dalam konferensi pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Jakarta, Sabtu (23/5/2020).
Data tersebut, kata Yurianto, menunjukkan bahwa penularan masih terus terjadi. Oleh karena itu, pesan pemerintah terkait dengan COVID-19 perlu diikuti dengan baik.
“Cukup banyak portal berita yang bisa dibaca, cukup banyak aplikasi yang bisa diunduh, bisa dilihat dan bisa dibaca. Bahkan, pemberitaan yang dilakukan terus-menerus oleh media. Ini yang harus diikuti,” kata dia.
Yuri menghimbau masyarakat menerapkan budaya normal yang baru, seperti cuci tangan pakai sabun sesering mungkin, tidak ke luar rumah kalau tidak perlu, hindari kerumunan atau berdesakan, diatur sebaik mungkin semua kegiatan, cukup gizi, dan perilaku hidup bersih dan sehat.
“Mari kita kuatkan kembali komitmen kita untuk melindungi agar tidak sakit, komitmen untuk melindungi keluarga sebagai basis komunitas yang kuat. Ini sumbangsih yang bisa kita lakukan untuk negara kita dalam melawan COVID-19,” kata dia.
Rektor Universitas Alma Ata Yogyakarta Profesor Hamam Hadi mengemukakan longgarnya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia memicu peningkatan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 dalam beberapa hari terakhir.
“Tidak dimungkiri bahwa PSBB itu longgar, saya katakan bukan pelonggaran ya, tapi longgar. Dan longgarnya PSBB itu telah memicu lonjakan kasus COVID-19,” kata dia di Yogyakarta, Sabtu (23/5/2020).
Hamam Hadi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta itu, mengemukakan lonjakan kasus positif virus corona jenis baru itu di Tanah Air pada Kamis (21/5/2020) mencapai 973 kasus, padahal pada hari-hari sebelumnya penambahan positif berkisar 300 sampai 500 kasus, meski angka tersebut dapat dikatakan sudah naik.
Tren kasus positif Covid-19 di seluruh Indonesia selama ini belum pernah turun, kata dia, namun pernah mengalami pelambatan dalam arti penambahan kasusnya stagnan, yaitu pada periode pertengahan April sampai awal Mei. Namun, setelah sepekan pertama Mei hingga saat ini kasus justru naik.
“PSBB di DKI Jakarta pada 10 April ada dampaknya, pelambatan sampai 18 April, tetapi setelah 7 Mei ada peristiwa penting seperti pemberlakuan transportasi darat, udara, beberapa hari kemudian kasus positif naik signifikan,” katanya.
Lonjakan kasus Covid-19 tidak lepas dari mobilitas tinggi para warga ke bandara dan stasiun, kata dia, kemudian pemudik yang sudah sampai kampung halaman mengunjungi pasar, pusat perbelanjaan yang buka dan berkerumun yang berpotensi menjadi tempat penularan.
“Jadi ada satu pasien tularkan ke dua-tiga pasien. Bisa disebut ini sebagai secondary attack (serangan kedua) bagi kasus Covid-19 ini, semakin banyak ada kerumunan makin tinggi kasusnya, makin banyak orang pergi ke mal, bandara makin tinggi kasus,” katanya.
Sejak bandara dan mal mulai dibuka, nilai dia, maka sepekan kemudian kasus positif akan terlihat naik. Hal tersebut dibuktikan bahwa sebelumnya penambahan kasus sempat tertahan pada angka 500 kasus, namun dikagetkan dengan lonjakan lebih dari 900 kasus positif.
“Tentu ini kejadian yang mengerikan sampai hampir 1.000 kasus tambahnya. Dan kami perkirakan kalau PSBB masih longgar seperti ini, bukan tidak mungkin akan terus bertambah, apalagi kita akan merayakan Idul Fitri, masyarakat merayakan Lebaran di kampung,” katanya.
Dia mengharapkan pemerintah lebih memiliki ketegasan, keseriusan, dan kedisiplinan dalam meyakinkan masyarakat untuk mematuhi PSBB dan protokol kesehatan, dan lebih ketat dalam memberikan sanksi jika ada pelanggaran guna mencegah kasus makin melonjak.
“Jika pemerintah gagal meyakinkan masyarakat untuk menahan diri merayakan Lebaran atau berkerumun tanpa protokol kesehatan, bisa diprediksi ada lonjakan kasus lima sampai tujuh hari kemudian. Makin terkendali makin rendah, makin tidak terkendali makin tinggi kasusnya,” katanya. (net/lin)