Peta politik Pilpres 2024 mulai bisa diraba. Hal itu seiring perang dingin yang terjadi antarpendukung Presiden Joko Widodo. PDI Perjuangan dan Partai Gerindra yang menjadi seteru di Pemilu Serentak 2019 tampak mulai mesra.
Kemesraan terlihat saat Ketua umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto berkunjung ke kediaman Ketum Partai PDIP Megawati Soekarnoputri. Buntutnya, Prabowo kini menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Pertahanan (Menhan).
Sementara di satu sisi, Partai Nasdem mulai melakukan manuver. Ketum NasDem Surya Paloh bahkan menemui partai yang berada di luar pemerintahan, PKS. Surya Paloh juga kerap menunjukkan kemesraan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang di Pilkada DKI 2017 mengalahkan kader PDIP.
Banyak kalangan menyebut riak-riak di kabinet tersebut merupakan persiapan dalam menggalang kekuatan untuk Pilpres 2024. PDIP dan Gerindra digadang tengah menyiapkan duet Prabowo-Puan Maharani. Sedang NasDem menyiapkan duet Anies Baswedan-Ridwan Kamil.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menyebut prediksi tersebut sangat mungkin terjadi. Baginya segala kemungkinan masih terbuka bagi gelaran Pilpres 2024 yang masih lama digelar.
“Semua kemungkinan bisa terjadi. Ketika Jokowi 2024 nggak bisa maju lagi, kemungkinan bisa ada 3 atau 4 pasangan calon,” kata Ujang dilansir media online ibu kota, Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini meyakini partai-partai akan membuat aturan main baru untuk pilpres mendatang. Sehingga memungkinkan calon yang mereka usung bisa melenggang. “Bisa saja nanti dalam dua atau tiga tahun ke depan akan ada revisi UU Pemilu. Jadi syarat presidensial thresholdnya tidak lagi 20 persen,” pungkasnya.
Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang (UMK) Ahmad Atang mengatakan, pertemuan Surya Paloh dengan petinggi PKS merupakan langkah awal pembentukan koalisi NasDem PKS untuk menyiapkan Anies Baswedan menuju Pilpres 2024.
“Menurut saya, Surya Paloh tahu bahwa pada Pilpres 2024, kelompok nasionalis tidak punya kader, maka NasDem membangun koalisi dengan partai Islam yang mempunyai kader Anies Baswedan,” kata Ahmad Atang di Kupang, Selasa (5/11/2019).
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan manuver politik Surya Paloh dengan melakukan pertemuan dengan petinggi PKS beberapa waktu lalu.
PKS adalah salah satu partai pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019, yang tetap memilih berada di luar pemerintahan, setelah Gerindra masuk dalam barisan kekuasaan.
Menurut Ahmad Atang, yang dijual dalam Pilpres adalah figure. Sementara partai hanya instrumen politik dalam sebuah negara demokrasi. NasDem kata mantan Pembantu Rektor I UMK itu, sepertinya paham betul terhadap soliditas politik hanya diikat karena figur bukan karena partai.
Setelah Prabowo masuk dalam gerbong PDI Perjuangan, nilai dia, peluang politik Islam lebih solid jika figur yang didorong adalah Anies Baswedan. Karena itu, masuknya NasDem justru memperkuat dukungan terhadap Anies, yang bukan saja dari partai Islam modernis namun dari partai nasionalis seperti NasDem.
“NasDem akan memperlebar sayap politik dengan merangkul partai lain bergabung dan meninggalkan PDIP dan Gerindra. Paling tidak, selain PKS masih ada PAN dan Demokrat yang kemungkinan besar menjadi gerbong NasDem selanjutnya,” katanya.
Sementara Golkar dan PPP merupakan partai oportunis, jadi akan dengan mudah digiring sepanjang bergainingnya memuaskan. Selain itu, NasDem juga akan memperkuat dukungan nonpartai seperti NU yang secara psikologis ditinggalkan PDIP dan Jokowi.
NU tidak mendapatkan peran signifikan dalam pemerintahan Jokowi akan menjadi pintu masuk bagi NasDem untuk melakukan komunikasi politik, katanya menjelaskan. (net/smr)
sumber: WAG KAHMI INDONESIA/babe.news/rmol/indopos.co.id