Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Barat (Sumbar) mengamankan seorang mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) berinisial TI (19) yang diduga sebagai pelaku yang menurunkan foto Presiden Joko Widodo (Jokowi) pakai tali plastic di gedung DPRD Sumbar, Rabu (25/9/219).
Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Sumbar Kombes Pol Onny Trimurti Nugroho mengatakan, petugas mendatangi rumah pelaku perusakan Kamis pagi (26/9/2019) sekitar pukul 06.00 WIB di Kompleks Pemda Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah Kota Padang.
Pelaku mengakui, kutip Onny, dirinya yang berada di dalam video yang beredar luas di masyarakat saat menurunkan foto Presiden Joko Widodo dari posisi semula di ruang sidang utama.
“Pelaku ini mengakui perbuatannya menurunkan dan merusak foto tersebut. Dia mengaku melakukan aksi tersebut secara spontan,” kata Onny di kantornya di Padang, Sumbar, Kamis (26/9/2019).
Menurut dia pelaku diciduk setelah pihaknya membentuk tim gabungan Polda Sumbar dan Polresta Padang menyelidiki aksi perusakan di DPRD Sumbar. “Kita lakukan upaya mengumpulkan dokumen, bukti- bukti dokumentasi aksi perusakan dan kemudian melakukan kajian untuk menganalisa pelaku perusakan,” katanya.
Selain itu pihaknya juga telah mengantongi empat nama pelaku lain yang diduga melakukan aksi perusakan fasilitas di Gedung DPRD Sumbar. “Empat nama ini diduga melakukan perusakan fasilitas dan pencoretan dinding gedung tersebut,” katanya.
Ia mengatakan pihaknya masih mendalami persoalan ini dan melakukan pengembangan terhadap pelaku perusakan melalui video, rekaman kamera pemantau, dan dokumentasi telah dikumpulkan oleh anggota.
“Pelaku yang identitasnya jelas akan diamankan untuk penyidikan lebih lanjut. Pelaku disangkakan pasal 170 KUH-Pidana dengan ancaman penjara di atas lima tahun,” katanya.
Sebelumnya ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di daerah itu menggelar demonstrasi berujung aksi anarkis di DPRD Sumbar, mereka menyatakan penolakan terhadap beberapa rancangan undang undang kontroversial oleh DPR RI.
Mahasiswa anarkis dan mencoret-coret gedung DPRD selepas melakukan orasi menyampaikan tuntutan mereka kepada DPRD Sumbar. Aksi tersebut dimulai ketika ribuan mahasiswa memenuhi halaman Kantor DPRD Sumatera Barat setelah melakukan orasi. Beberapa oknum mahasiswa mulai melakukan aksi coret-coret di dinding dan kaca gedung tersebut.
Aksi perusakan sendiri dimulai saat ratusan petugas kepolisian yang mengawal pintu utama DPRD Sumbar tak kuasa menahan desakan dari mahasiswa yang ingin masuk ke dalam gedung.
Setelah itu ratusan mahasiswa merangsek masuk ke dalam gedung DPRD Sumbar masuk ke ruang sidang utama. Puluhan meja dan kursi di ruang sidang tersebut menjadi sasaran mahasiswa, tidak sampai di sana mereka memasuki seluruh ruangan yang ada di kantor tersebut.
Alhasil beberapa ruangan kacanya dipecah, pot bunga pun menjadi sasaran perusakan. Selain itu ruang sidang paripurna tak luput dari aksi coretan mahasiswa.
Lebih dari 90 orang peserta unjuk rasa menolak revisi UU KPK, RUU KUHP dan beberapa RUU lainnya di Sumatera Utara, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan tindakan melawan hukum.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Gedung Mabes Polri, Jakarta, Kamis, mengatakan Polda Sumatera Utara menangkap 56 orang pedemo, 15 orang di antaranya telah dipulangkan. “Dari 56 orang itu status hukumnya 40 orang dari penyelidikan ke penyidikan,” tutur Dedi Prasetyo terpisah.
Untuk Polda Jawa Barat, pedemo yang ditangkap sebanyak 35 orang, sementara yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum sebanyak empat orang dan telah ditetapkan sebagai tersangka. Sebanyak 31 orang lainnya disebutnya telah dipulangkan.
Empat orang yang diduga sebagai provokator diamankan petugas kepolisian saat aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (26/9/2019).
Kapolres Mataram AKBP, Syaiful Alam membenarkan empat orang diamankan personil kepolisian saat aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa yang berujung ricuh tersebut. “Ada empat orang yang kita amankan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, empat orang yang diamankan tersebut, diduga merupakan provokator saat kericuhan terjadi. Karena, saat kericuhan berlangsung mereka bukan berasal dari kalangan mahasiwa.
Aksi unjuk rasa ribuan mahasiswa dari sejumlah universitas di Kota Mataram yang dilangsungkan dari pagi hingga sore hari tersebut berujung kericuhan hingga tiga kali. Aksi lempar batu dan botol air mineral ke arah petugas kepolisian yang berjaga di Kantor DPRD NTB tersebut tidak terelakkan.
Tindakan dari massa tersebut kemudian dihalau aparat kepolisian dengan tembakan gas air mata dan air dari mobil water canon. Akibat dari tembakan gas air mata tersebut, massa aksi berlarian ke berbagai arah menghindari kepulan gas air mata.
Bahkan sejumlah mahasiswi terlihat ada yang pingsan hingga harus dilarikan oleh tim kesehatan menggunakan kendaraan ambulans ke rumah sakit. Usai penembakan gas air mata, tak lama kemudian massa aksi kembali merapat ke depan Gedung DPRD NTB.
Nampak barikade keamanan yang pada awalnya berada di depan gerbang DPRD NTB, bergerak mundur ke dalam halaman. Namun penjagaan yang ada di sekitar pintu masuk Gedung DPRD NTB masih terus dilakukan. Hingga petang ini aksi mahasiswa di Kantor DPRD NTB sudah berlangsung kondusif karena mahasiswa sudah tenang. Setelah itu, mahasiswa kemudian membubarkan diri.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) berduka. Seorang kader terbaik IMM bernama Immawan Randi tewas setelah tertembak peluru tajam di dada kanannya saat melakukan aksi unjuk rasa di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama ribuan mahasiswa se-Kota Kendari, Kamis (26/9/2019).
Tembakan peluru tajam di dada sebelah kanan itu diduga terjadi, saat bentrokan pecah antara mahasiswa dan pihak pengamanan. Peristiwa ini adalah bukti nyata dari tindakan represif yang dilakukan oleh pihak keamanan terhadap mahasiswa yang ingin menyuarakan aspirasinya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat IMM Najih Prastiyo mengungkapkan bela sungkawa serta kehilangan yang sangat mendalam atas peristiwa tersebut. “Kami, IMM se-Indonesia menyatakan bela sungkawa yang mendalam atas meninggalnya salah satu kader IMM yang tertembak peluru tajam ketika melakukan aksi unjuk rasa di Kendari, Sulawesi Tenggara. Ini adalah kehilangan yang sangat besar bagi kami,” ungkap Najih lewat keterangan tertulisnya yang beredar di kalangan wartawan, Kamis (26/9/2019).
Najih mempertanyakan prosedur pengamanan aksi yang kemudian sampai menodongkan senjata dan terjadi penembakan meregang nyawa. “Tidak dibenarkan prosedur pengamanan aksi sampai dengan terjadi penembakan peluru tajam,” ungkap Najis dengan kecewa atas tindakan represif aparat.
Secara pribadi, lanjut Najis, mengecam atas terjadinya peristiwa ini. Bagaimana bisa dibenarkan, terang Najih, prosedur pengamanan unjuk rasa dengan memakai senjata lengkap dengan peluru tajam.
“Ini mau mengamankan aksi, atau mau perang kepada mahasiswa. Pihak kepolisian harus bertanggung jawab mengusut kasus ini sampai tuntas, dan kami kader IMM se-Indonesia akan mengawal penuh kasus ini,” tandas Najis.
Polda Metro Jaya menetapkan 49 orang massa unjuk rasa di sekitar Gedung DPR RI, Senayan, sebagai tersangka setelah sebelumnya menahan 94 orang. Polda Jawa Timur menangkap empat orang yang melakukan provokasi dan tindakan vandalisme saat unjuk rasa.
Kemudian Polda Sulawesi Selatan menangkap 207 pedemo yang diduga melakukan tindakan anarkis, tetapi setelah dilakukan pemeriksaan komprehensif, hanya dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni MK dan AM, karena memprovokasi mahasiswa.
Barang bukti yang didapat di antaranya satu pelontar dan enam buah anak panah. Massa yang menjadi korban di Sulawesi Selatan sebanyak 44 orang, sedangkan personel polisi sebanyak tiga orang. “Semua itu akan dikoneksikan dari beberapa polda apakah para tersangka memiliki keterkaitan untuk menentukan master mind,” tutur Dedi Prasetyo. (net/lin)