Tiada henti fitnah dan hinaan diterima Prabowo Subianto selama hampir 20 tahun. Paling parah ketika ikut Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 ini. Selain fitnah keji dan hinaan kejam, ditambah bully yang asalnya tanpa diklarifikasi lebih dulu.
Teranyar, Calon Presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo mengalami semua itu setelah mengungkapkan pilihan almarhum Ani Yudhoyono kepada dirinya sejak 2014 dan 2019 sebagai capres. Karena ungkapan itu disampaikan Prabowo saat bertakjiah setelah sehari dikebumikan Ani Yudhoyono di rumahnya, Cikeas Bogor.
Padahal bisa saja itu disampaikan karena kepolosan, kejujuran, dan keikhlasan Prabowo yang merasa kehilangan atas meninggalnya Ani Yudhoyono akibat terserang sakit kaker darah dan menunjukkan pada suami Ani Yudhoyono, yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa Prabowo sebenarnya dekat dengan istrinya.
Tapi lawan politik Prabowo memang terlalu. Melalui buzer-buzernya, Prabowo dibully dipojokkan sebagai orang bersalah bahkan didukung media-media massa. Mereka tidak pernah mau tahu rasa benarnya Prabowo. Tahunya salahnya saja.
Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade mengatakan, Ketua Umum DPP Partai Demokrat SBY yang meminta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo mengungkapkan pilihan politik almarhumah Ani Yudhoyono di Pemilu 2014 dan 2019.
“Prabowo di-‘bully’ tentang pilihan Ani Yudhoyono di 2014 dan 2019. Padahal info ini didapatkan langsung Prabowo dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY),” kata Andre lewat cuitan twitter pribadinya yang disebarkan kepada media, di Jakarta, Minggu (9/6).
Andre menjelaskan, pernyataan SBY itu dikatakan ketika Prabowo bertakziah ke rumah duka di Puri Cikeas, Senin (3/6). Menurut dia, cerita sebenarnya harus diungkapkannya karena perundungan semakin ramai ditujukan kepada Prabowo.
“SBY sendiri yang meminta agar Prabowo testimoni tentang kebaikan Ani Yudhoyono di depan wartawan ketika mau pulang,” ujarnya.
Juru bicara BPN Prabowo-Sandi itu mengatakan, apa yang disampaikan Prabowo di depan wartawan setelah bertakziah, sama seperti yang dikatakan SBY, tidak ada yang dilebihkan ataupun dikurangi.
Menurut Andre, pihaknya harus mengatakan hal yang sebenarnya agar masyarakat tahu bahwa Prabowo tidak ada niat mempolitisasi Ani Yudhoyono. “Silakan masyarakat menilai. Supaya jelas bahwa tidak ada niat Prabowo mempolitisasi Ani Yudhoyono seperti di-‘goreng’ selama ini,” katanya.
Seperti diketahui, ketika Prabowo sedang berada di luar negeri, Indonesia kehilangan salah satu ibu terbaik, Ibu Ani Yudhoyono. Almarhum, tutup usia setelah selama beberapa saat bergulat dengan kanker darah. Setelah jenazah Ibu Ani Yudhoyono sampai di Indonesia dan disemayamkan di Pendopo Cikeas, pelayat mulai berdatangan.
Momen takziah atas wafatnya mantan ibu negara Ani Yudhoyono di kediaman SBY, menjadi momen sakral. Di mana banyak tokoh melebur dan melupakan perbedaan pandangan politik untuk kemudian menguatkan keluarga Yudhoyono yang baru ditinggal salah satu sosok pentingnya.
Saat itu, Andre mengungkap alasan Prabowo membeberkan informasi soal pilihan politik Ani Yudhoyono dalam Pilpres 2014 dan Pilpres 2019. Dilansir Tribunnews dalam artikel ‘Pernyataan Prabowo tentang Pilihan Politik Ibu Ani Dipersoalkan, Ini Reaksi BPN’, Andre meminta agar masyarakat tak membesar-besarkan pernyataan Prabowo kala berkunjung ke Cikeas untuk berbelasungkawa atas wafatnya istri SBY itu.
Menurut Andre, ada alasan mengapa Prabowo Subianto mengungkit soal pilihan politik Ani Yudhoyono kala itu. “Beliau itu kan spontan ditanya oleh teman-teman media apa kenangan beliau. Menyampaikan hal-hal yang baik, Bu Ani soal bagaiman Bu Ani sebagai istri prajurit yang baik, ibu negara yang luar biasa begitu loh,” ujar Andre kepada wartawan, Jakarta, Selasa (4/6)
Andre menyebut, Prabowo menyampaikan hal tersebut tanpa bermaksud mempolitisasi momen berduka atas meninggalnya Ani Yudhoyono. “Mungkin Pak Prabowo merasa bangga, senang, Bu Ani memilih beliau. Jadi hal tanpa bermaksud mempolitisasi. Saya rasa hal ini enggak perlu digembar-gemborkan, ini spontanitas biasa kok,” jelasnya.
Ketua DPP Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta untuk tak memperpanjang soal pernyataan Prabowo Subianto soal pilihan Ani Yudhoyono di Pilpres.
Jansen pun menyebut, bisa saja peryataan Prabowo merupakan keseleo lidah dan tidak sengaja mengungkapkan hal itu. “Pak SBY menyampaikan arahan kepada kami, soal pernyataan Pak Prabowo ini jangan lagi diperpanjang apalagi terus diributkan di luar. Karena bisa saja Pak Prabowo memang keseleo lidah dan tidak sengaja ketika mengungkapkan itu.” ucap Jansen kepada wartawan.
Meski begitu, Jansen mengatakan, SBY dan keluarga telah memaafkan Prabowo terkait peryataan itu. “Di bulan Ramadhan dan tanggal 5 besok kita sudah merayakan Idul Fitri, Pak SBY dan keluarga besar menyampaikan telah memaafkan pernyataan Pak Prabowo yang tidak pada tempatnya ini,” kata Jansen.
Prabowo menjadi sasaran kecaman karena pernyataanya yang dinilai keterlaluan saat menyampaikan ucapan duka citanya. “Saya diberi tahu bahwa Ibu Ani mendukung saya, 2014 dan 2019 memilih saya, jadi ya saya merasa, saya dapat merasakan gimana Pak SBY sekarang kondisinya.”
Ketika kalimat blunder itu dilontarkan, tampak dengan jelas perubahan ekspresi SBY. Ia yang tadinya berdiri biasa langsung bersedekap, menyilangkan tangan. SBY pun kemudian langsung memberikan klarifikasi kepada wartawan yak berselang lama setelah Prabowo meninggalkan kediamannya.
Prabowo menyambangi rumah Presiden ke-6 RI SBY, di Cikeas, pada Senin sore, 3 Juni 2019 lalu. Di sana, ia menyampaikan rasa turut berduka cita kepada SBY dan keluarganya.
Makna Sikap Menyilangkan
Setelah meminta Pak Prabs bergeser dengan “sopan”, SBY kemudian langsung memberikan klarifikasi. “Saya mohon, statemen Pak Prabowo yang Ibu Ani pilih apa pilih apa itu tidak tepat, tidak elok untuk disampaikan. Mohon itu saja. Tolong mengerti perasaan kami yang berduka,” terang SBY kepada wartawan.
Bersedekap, melipat tangan di dada menunjukkan tanda kekuatan, melindungi diri sendiri, dan kepercayaan diri. Menyilangkan tangan menunjukkan SBY merasa “tidak aman” dengan keberadaan lawan bicara. Pak SBY nggak mau tersakiti lagi. beliau tipe orang yang pemikir, serius, serta analistis.
Jika kamu perhatikan, tangan kiri Pak SBY berada di atas tangan kanan ketika bersedekap. Ini menandakan otak kanan yang berhubungan dengan kemampuan kognitif.
Misalnya kreativitas, perasaan, emosi, dan intuisi. Beliau adalah orang yang artistik, berjiwa seni tinggi, unik dan punya energi spiritual. Secara profesi, orang dengan kebiasaan ini cocok di bidang seni, musik, politik, penulis, artis, atletik dan segala hal yang berhubungan dengan kreativitas dan penciptaan karya.
Atau, dari semua makna itu, emosi Pak SBY terpantik. Beliau, yang selama ini begitu tenang di depan kamera, menunjukkan sekilas emosinya. Ia marah, di tengah kesedihan yang mendalam, setelah ditinggal Ibu Ani. Dan, Pak Prabowo, justru melangkah ke panggung dengan narasi yang terlalu melukai itu.
Sebuah sikap “kecil” yang siapa tahu, bakal menentukan wajah politik Indonesia selama lima tahun ke depan. Dikecewakan di panggung politik itu biasa. Namun, serangan personal, membuat sakit hati yang mendalam, bisa panjang urusannya. Emosi, bahkan dendam, bisa sangat awet.
Apakah beliau nggak tahu adat? Saya kira tidak begitu. Pak Prabowo, mungkin, hanya tidak tahu cara menempatkan diri di tengah acara duka di rumah Pak SBY. Ketika takziah di rumah Pak SBY, yang seharusnya sakral bagi sebagian orang, dirasa Pak Prabs seperti panggung orasi politik semata.
Mungkin, Pak Prabs memang berduka. Namun, di hati beliau masih tertoreh rasa sakit hati setelah kalah di Pemilu 2019. Dan kekecewaan itu yang akhirnya diungkapkan, di waktu yang tidak tepat.
Jangan salah. Ada, lho, orang yang sulit menempatkan diri ketika takziah seperti ini. Beberapa bulan yang lalu, apakah kamu masih ingat ketika Sandiaga Uno datang melayat masih menggunakan “seragam jogging”? Pakaian adalah simbol. Acara dan lokasi menentukan pakaian kamu.
Baik Pak Prabs maupun Sandiaga Uno memang keterluan. Namun, bukankah kita masih sering lupa jiwa, gagal menempatkan diri di acara duka itu? Sering terjadi, meski acaranya adalah layatan, kita tetap bercanda, tertawa-tawa karena ketemu teman lama. Bahkan ada yang saling bertukar nomor hape dan akhirnya jadian.
Alasan selain nggak tahu tempat? Mungkin Pak Prabowo cuma terlalu cinta dengan politik. Beliau bernapas dengan asupan politik, makan dengan lauk politik, mengusir haus dengan cairan politik, bersolek dengan pupur politik, sampai buang hajat pun bau politik. Bukan ciu saja yang bikin mabuk. Agama dan politik juga sama.
sumber: mojok.co/indopos.co.id