Opini by Natalius Pigai
Saya menyaksikan sendiri dari dekat dan utuh debat capres tadi malam. Saya membayangkan bahwa Joko Widodo telah mengalami kemajuan dalam kapasitas dan kompetensi baik pengetahuan bernegara maupun memimpin negara.
Ternyata sangat sangat sangat memprihatinkan. Kemampuannya belum sampai untuk mengelola negara sebesar Indonesia ini.
Saya sangat kecewa Ibu Megawati dan partai politik dan orang-orang yang mendorong Joko Widodo untuk dipaksa menjadi Presiden. Kalau untuk menjadi Presien dengan kualitas sekelas itu orang Papua juga banyak bahkan lebih hebat dari Joko Widodo untuk menjadi Presiden.
Ada 4 indikator Joko Widodo kompetensi pengetahuan bernegara belum cukup:
1). anda menyaksikan sendiri seorang kepala negara membaca teks yang disiapkan Pramono Anung bolak balik sampai selesai.
2) tidak mampu menyampaikan aspek-aspek krusial bernegara yg dihadapi dan kebijakan yang memberi harapan.
- Joko Widodo lebih banyak menyerang pribadi Prabowo dan Gerindra seperti kanak-kanak dan penggosip.
- Kata-kata Jokowi akan membuat legislasi adalah contoh nyata tidak memahami pembagian kekuasaan (Judikatif, Eksekutif dan Legislatif) trias politika. Kalau kita membiarkan Joko Widodo memimpin lagi, maka sudah bisa diperkirakan faktor kapasitas pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya, Indonesia akan mengalami degradasi praktek dan pengetahuan bernegara.
Hasil penyelidikan Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) terkait pelanggaran HAM saat peristiwa kerusuhan pada 1998 menyatakan bahwa Prabowo Subianto bukanlah pelaku.
Hasil penyelidikan tidak menyatakan bahwa Prabowo pelaku. Prabowo itu saksi, bukan pelaku dan juga bukan saksi pelaku,” kata mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai kepada wartawan di Media Center BPN Prabowo-Sandi, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (16/1).
Pigai mengatakan Prabowo tidak terbukti terlibat dalam tragedi kemanusiaan tahun 1998. Peristiwa kerusuhan yang terjadi ketika itu, katanya, tidak bisa diarahkan sebagai kesalahan satuan angkatan di militer.
“Karena huru-hara peristiwa 1998 itu bukan hanya di lokalisir pada tugas dan kewenangan satu kesatuan angkatan saja. Huru-hara peristiwa tersebut adalah huru-hara nasional,” tutur Pigai.
Justru, katanya, merujuk peraturan-perundangan yang berlaku, tanggung jawab ketahanan nasional ketika itu berada pada pucuk pimpinan pertahanan nasional.
“Nah, pimpinan keamanan dan pertahanan nasional itu Angkatan Bersenjata RI. Itu Wiranto. Commander responsibilities peristiwa 1998 adalah Wiranto sesuai dengan hukum HAM internasional dan hukum HAM nasional Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000,” papar Pigai.
Kendati secara struktural tidak masuk dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, aktif kemanusiaan ini tampaknya mendukung Prabowo. Tokoh nasional kelahiran Paniai Papua ini kerap mengkritik keras kepemimpinan rezim saat ini, terutama terkait isu HAM yang dipandangnya nyaris tak disentuh selama 4 tahun terakhir.
Padahal, isu HAM tidak bisa dilepaskan dari program-program pembangunan nasional. Singkatnya, pembangunan Indonesia wajib memperhatikan dan mempertimbangkan aspek HAM agar masyarakat tidak menjadi korban pembangunan, serta hak-hak rakyat tetap terjaga dan terpelihara.
“Sialnya, selama 4 tahun memimpin Indonesia Jokowi-JK malah diganjar kartu merah dalam bidang HAM. Khususnya agenda-agenda penyelesaian sejumlah kasus HAM masa lalu,” ujar Pigai.
Dalam beberapa kesempatan Pigai menegaskan dirinya memilih posisi netral pada Pilpres 2019. Dia menegaskan, kritik terhadap kekuasaan hanya akan jernih manakala dilakukan dalam posisi netral sehingga dirinya menolak masuk dalam tim pemenangan capres tertentu kendati tawaran datang silih berganti.
Bagaimana pun, kiprah Pigai di pentas nasional memang patut diperhitungkan mengingat latar belakang dan keuletannya membela dan menyuaran HAM. Terlebih, Pigai merupakan mantan Komisioner Komnas HAM yang tentu saja paham betul seluk beluk perjuangan penegakan HAM di Indonesia selama ini.
Namun, dalam sebuah video yang dikirimkan kepada redaksi nusantaranews.co, Pigai tampak tengah bersama Prabowo-Sandi beserta tim pemenangan sedangan mempersiapkan materi debat capres-cawapres yang digelar pada 17 Januari 2019.
“Petarung tulen dan aktivis sejati menghadirkan mosaik dan merubah keadaan bangsanya, kalau tidak mampu bukan aktivis tetapi pecundang!,” ucap Pigai mengomentari video tersebut.
“Nomor dua harus menang, Indonesia jaya,” ucap Pigai dalam video tersebut sembari mengacungkan tangannya membentuk angka dua.
Sejumlah tokoh ternama tampak dalam video berdurasi satu menit itu. Di antaranya Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto, Dahnil Anzar Simanjuntak, Habiburrakhman, dan lain-lain.
Dengan munculnya video tersebut, benarkah Pigai menjatuhkan pilihannya kepada pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo-Sandi? Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari Pigai sendiri terkait dukungannya.
(Natalius Pigai, Kritikus/Saksi Debat)
sumber: WAG FSU For PrabowoSandi kiriman Atik (terusan)/WAG KAHMI Cilosari 17 kiriman Mochnaimb (terusan)/WAG Relawan Pride kiriman Fadhli Erlanda Arlan/rmol/nusantaranews.co