Hari Anak Nasional 2018, Sequis Ajak Cegah Risiko Kesehatan Pada Perkawinan Usia Anak

ilustrasi akibat dari perkawinan usia dini

Perkawinan usia anak masih rentan terjadi di beberapa negara khususnya negara berkembang dan miskin. Realitas ini harus dihadapi oleh sebagian anak terutama oleh anak perempuan yang berpendidikan rendah dan berasal dari keluarga kurang mampu yang tinggal di pedesaan atau di daerah tertinggal. Menyambut Hari Anak Nasional 2018, Sequis mengajak masyarakat untuk berperan meningkatkan kesadaran akan bahaya perkawinan usia anak.

Vice President of Life Operation Division Sequis Eko Sumurat mengatakan, karena anak memiliki hak untuk mewujudkan hari esoknya yang lebih baik dan berkesempatan untuk berkontribusi bagi bangsa, kita perlu peduli menekan kematian ibu dan anak. Salah satunya dengan menentang perkawinan usia anak karena anak adalah generasi bangsa sehingga selayaknya mereka mendapatkan hak untuk bertumbuh, hak bermain, rasa aman, pendidikan terbaik, gizi yang layak serta akses pada layanan kesehatan.

“Kita perlu menyadari bahwa perkawinan usia anak adalah masalah yang sangat serius karena ada berbagai risiko yang ditimbulkan. Salah satunya adalah risiko kesehatan terutama pada remaja perempuan jika melakukan hubungan seksual, hamil dan melahirkan. Juga terdapat risiko yang mengintai janin yang dikandung serta anak yang dilahirkan,” tambah Eko dalam rilis Humas Sequis, Sabtu (21/7).

Risiko Kehamilan

dokter Spesialis Kebidanan & Penyakit Kandungan OMNI Hospitals Alam Sutera dr. Handojo Tjandra mengatakan, secara anatomi, tubuh remaja perempuan belum siap untuk proses mengandung dan melahirkan.

“Seseorang yang sudah mengalami pubertas belum dapat disebut dewasa. Karena pubertas menandakan si anak memasuki masa remaja. Pada masa ini, organ reproduksi mulai bertumbuh dan baru berkembang menuju kedewasaan jadi sebaiknya tidak digunakan untuk melakukan hubungan seksual dan reproduksi” ujar Handojo.

Pernyataan tersebut dikuatkan Head of Health Claim Department Sequis dr. A.P. Hendratno. Menurutnya, masa pubertas pada remaja putri terkait dengan mendapatkan haid dan tidak berhubungan dengan dewasa secara biologis maupun mental. Organ reproduksi pun bertumbuh tidak persis sama untuk setiap orang, biasanya antara usia 16 -22 tahun.

“Organ intim berfungsi 100% biasanya ketika mencapai minimal 3-5 tahun pascahaid. Perkawinan usia anak biasanya tidak didasari oleh pengetahuan reproduksi dan secara anatomi tubuh pun belum siap untuk melakukan hubungan seks dan melahirkan,” imbuhnya.

“Hubungan seksual yang dilakukan di usia kurang dari 17 tahun dan dilakukan dengan paksaan, tanpa pengetahuan dasar kesehatan reproduksi mengandung risiko terkena penyakit menular seksual, penularan infeksi HIV, dan kanker leher rahim. “ ujar dr Hendra.

Hal ini karena organ reproduksi anak perempuan belum siap untuk melakukan hubungan seksual. Ukuran rahim remaja putri pun belum siap untuk kehamilan dan ukuran panggul pun belum siap sepenuhnya untuk persalinan. Sehingga, persalinan pada masa remaja dapat meningkatkan risiko persalinan caesar dan komplikasinya.

“Jika dipaksa hamil dan bersalin, dapat menimbulkan komplikasi dan persalinan caesar karena ukuran panggul yang sempit, serta menimbulkan bekas caesar pada rahim seperti plasenta akreta (perlengketan ari-ari pada rahim). Pada paska persalinan juga rentan terjadi pendarahan,” imbuh dr Handojo.

Akibat dari hubungan seksual dan kehamilan di usia muda diantaranya komplikasi obstructed labour (Gangguan pada fungsi otot uterus karena terjadi peregangan uterus yang berlebihan) serta obstetric fistula (Urin atau feses melalui vagina karena terjadi kebocoran akibat rusaknya organ kewanitaan).

Penyakit lain yang mengintai adalah carsinoma serviks (penyakit kanker leher rahim) karena semakin muda usia seseorang melakukan hubungan seksual pertama kalinya maka semakin besar risiko terkontaminasi virus pada daerah reproduksi.

Pada masa kehamilan, menurut dr Handojo, ibu juga rentan mengalami anemia (kurang darah) dan tekanan darah tinggi. Sayangnya, kondisi ini sering tidak terdeteksi pada tahap awal, tapi dapat menyebabkan terjadinya kejang, perdarahan bahkan kematian pada ibu.

Bermasalah Pada Bayi

Selain berisiko pada ibu ketika hamil atau melahirkan, perkawinan usia anak juga berisiko pada janin atau anak yang dilahirkan seperti kelahiran prematur, kelahiran dengan berat badan bayi rendah dan stunting (tubuh kecil dan pendek serta ukuran otak kecil).

“Masa kehamilan adalah masa pertumbuhan badan bagi ibu. Pada tahap ini, terjadi persaingan nutrisi antara janin dan ibu. Hal ini dapat mengakibatkan defisiensi nutrisi. Akibatnya berat badan ibu hamil seringkali sulit naik, terkena anemia. Sedangkan pada janin, berisiko lahir dengan berat lahir yang rendah. Anak yang lahir prematur, di masa depannya akan berisiko terkena komplikasi sindroma metabolik (obesitas, diabetes mellitus, hipertensi dll),” ujar dr Handojo.

Risiko lainnya menurut dr Handojo adalah dapat terjadi kematian pada janin. “Karena anatomi panggul remaja perempuan masih dalam pertumbuhan sehingga proses persalinan dapat menjadi lama. Akibatnya bayi mengalami kekurangan oksigen, dapat tercemar air ketuban, terinfeksi bakteri, dan ritme jantung melemah. Hal ini rentan menyebabkan kematian pada bayi,” imbuhnya.

Ia juga mengatakan bahwa kematian pada bayi juga dapat terjadi jika pada persalinan ibu dalam keadaan depresi, karena tekanan darah meningkat sehingga rentan terjadi kejang sesaat setelah melahirkan (eklamsi).

Mempersiapkan Diri

Keterbatasan finansial, mobilitas serta berpendapat seringkali membuat perempuan pada saat hamil tidak mendapatkan layanan kesehatan yang baik. Padahal pemeriksaan kehamilan secara berkala (asuhan antenatal) untuk mengetahui keadan ibu dan janin harus dilakukan untuk mengurangi terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan.

Akibat tidak dilakukannya tahap ini, dapat berisiko terjadi komplikasi maternal seperti tekanan darah tinggi, kehamilan ektopik, pendarahan, dll serta kematian (mortalitas).

Kepedulian Sequis terhadap permasalahan kesehatan perempuan Indonesia bukanlah hal yang pertama. Sejak lama Sequis sudah mengeluarkan produk perlindungan khusus untuk kesehatan perempuan yaitu Lady Protection Rider dan Sequis Maternity untuk membantu mengantisipasi kerugian finansial di masa depan jika terjadi risiko penyakit perempuan dan risiko komplikasi kehamilan dan kelainan janin.

“Kami senantiasa mendorong masyarakat Indonesia untuk menyiapkan diri dengan memberikan perlindungan dari risiko kesehatan dan finansial untuk diri dan keluarga,” tutur Eko.

Informasi Produk

Lady Protection Rider (Asuransi Kesehatan penyakit kritis untuk perempuan). Memberikan perlindungan pada penyakit yang rentan menyerang perempuan seperti Carcinoma In Situ (Sekelompok sel abnormal yang muncul pada organ pertama kali dan tidak terkendali namun belum menyebar ke bagian lainnya) yang terjadi pada pada payudara atau leher rahim (serviks), Systemic Lupus Erythematosus (penyakit auto imun kronik yaitu terbentuknya antibodi secara otomatis yang bersifat patologis dan kekebalan yang kompleks sehingga jaringan dan sel tubuh mengalami kerusakan).

Maternity Rider Rider (Asuransi Kesehatan tambahan untuk risiko kehamilan). Asuransi Kesehatan tambahan (rider) ini dapat dibeli jika telah memiliki produk Sequis Lady Protection. Memiliki sejumlah manfaat seperti pertanggunggan asuransi untuk penyakit kehamilan di luar kandungan, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), kematian janin Tertanggung setelah 175 hari kehamilan atau kematian anak Tertanggung dalam 28 hari setelah kelahiran, Sindroma Down, Spina Bifida, Tetralogy dari fallot, perpindahan pembuluh darah besar. (lin)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *