Upaya pengurangan risiko bencana melalui latihan kesiapsiagaan, mitigasi struktural dan nonstruktural harus diperhitungkan sebagai investasi berkelanjutan usaha dan pembangunan. Berdasarkan hasil kajian risiko Bencana yang di susun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), potensi jiwa terpapar multi ancaman kategori sedang-tinggi yang terbesar di 34 provinsi mencapai 254.154.398 jiwa.
Kepala BNPB Willem Rampagilei dalam simulasi kesiapsiagaan di Graha BNPB pada rabu (25/04) mengatakan, selama 2016, terdapat 2.342 kejadian bencana, dam 92% adalah banjir, longsor, dan puting beliung. Arah dan gambaran tren bencana global ke depan pun cenderung akan meningkat karena pengaruh beberapa faktor, seperti meningkatkan jumlah penduduk, Urbanisasi, degradasi lingkungan, kemiskinan dan pengaruh iklim global.
“Tren bencana ke depan terus cenderung meningkat, di antaranya 92% bencana hidrometeorologi. Peningkatan bencana di sebabkan faktor alam dan antropogenik. Faktor alam meliputi dampak perubahan iklim global dimana frekuensi hujan ekstrem makin meningkat dan kerentanan lingkungan,” ujar Willem dalam rilisnya, Minggu (30/4).
Menurut hasil penelitian dan survei di Jepang, Great Hansin Earthquake 1995, korban bencana yang dapat selamat dalam durasi “golden times” disebabkan kesiapsiagaan diri sendiri sebesar 34,9% dukungan anggota keluarga sebesar 31,9% dukungan teman, tetangga, sebesar 28,1% dukungan orang sekitarnya sebesar 2,60% dukungan tim SAR sebesar 1,70% dan lain lain sebesar 0,90%. “Sangatlah jelas bahwa berdasarkan hasil kajian tersebut maka individu dan masyarakat merupakan kunci utama yang perlu terus di tinggkatkan,” tulisnya.
BNPB terus mendorong masyarakat untuk mampu mengelola ancaman dari bencana yang kerap/ berpotensi terjadi dilingkungannya. Masyarakat wajib tahu dan paham apa yang dilakukan saat gempa bumi, Bebakaran gedung, tsunami, banjir bandang, tanah longsor dan letusan gunung berapi terjadi di lokasi mereka berada.
BNPB mencanangkan Hari Kesiapsiagaan Bencana dengan mengajak semua pihak meluangkan satu hari untuk melakukan latihan kesiapsiagaan Bencana dengan mengajak semua pihak meluangkan satu hari untuk melakukan latihan kesiapsiagaan bencana secara serentak pada tanggal 26 April. lalu.
BNPB menjadikan tanggal 26 april sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana bertujuan untuk membudayakan latihan secara terpadu, terencana dan berkesinambungan guna meningkatkan kesadaran, kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat menuju Indonesia Tangguh Bencana.
Adapun tanggal 26 April, sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana dilatarbelakangi oleh 10 tahun ditetapkannya undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penangulangan Bencana yana jatuh 26 April. Seperti apa yang di sampaikan ketua BNPB H.E Willem dalam sosialisasi persiapan pencanangan Hari Kesiagapan Bencana.
Selain tanggal 26 April ini sekaligus peluncuran Multi Hazard Early Warning System (MHEWS), Indonesia All Warning, Analysis and Risk Evaluation (inAWARE) dan Indonesiaan Scenario Assessment for Emergencies (inafase).
MHEWS merupakan sistem informasi prediksi potensi bencana hidrometeorologi yang merupakan kombinasi dari prediksi cuaca resolusi dan ketetapan tinggi dengan indeks bencana inaRisk. Sistem informasi ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi yang menimbulkan kerugian di Indonesia.
BNPB bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Pusat Penelitian Sumber Daya Air (PUSAIR)-Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, pusat vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Lembaga Penerbangan dan Antarika Nasional (LAPAN), dan Institut Teknologi Bandung (ITB), mengembangkan sistem informasi Dinamis Kebencanaan Hidrometeorologi.
Sistem ini dapat diakses melalui situs mhews.bnpb.go.id yang merupakan suatu aplikasi system berbasis website yang menginformasikan kebencanaan hidrometeorologi di Indonesia. Fitur utama dalam sistem ini adalah prediksi bencana maupun peringatan difokuskan pada bencana banjir dan longsor.
Sistem informasi mempunyai fitur pelengkap yang dapst digunakan untuk keperluan analisis diantaranya prediksi cuaca dan prediksi parameter fisis oseanografi. Kewaspadaan dan kesiapsiagaan belum menjadi kebiasaan rutin yang menjadi budaya. Oleh karenanya, edukasi untuk peningkatan pemahaman risiko bencana akan dikemas dalam kegiatan latihan kesiapsiagaan bencana nasional. (zim)