Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Publisistik Thawalib Jakarta menggelar sidang senat terbuka alias wisuda Program Studi (Prodi) Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) dan Prodi Kependidikan Islam tahun akademik 2021-2022. Wisuda sekaligus milad STAI Publisistik Thawalib ini berlangsung di Hotel Lumiere Kawasan Senen, Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2023).
semarak.co-Ketua STAI Publisistik Thawalib Jakarta H Syamsuddin mengatakan, para wisudawan adalah pelanjut pejuang kebaikan di masa datang. Pihaknya memohon maaf kepada wisudawan sebagai pihak yang bertanggungjawab pada Allah menyelenggarakan pendidikan ada kekurangan.
“Saya mengucapkan terimakasih kepada Kemenag yang diwakili Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais) wilayah I DKI Jakarta dan Banten yang memberi bimbingan, arahan, dan teguran berupa koreksi yang telah menjadikan kami lebih baik,” ujar Syamsudin dalam sambutannya.
Disebutkan dirinya adalah alumni STAI Publisistik Thawalib paling tua. Karena itu, Syam bersyukur kepada para wisudawan wisudawati yang lebih pintar dari dirinya seperti dari berbahasa Arab maupun hapalan Al Quran. “Kami bersyukur atas capaian luar biasanya. Ingat setelah diwisuda dan jadi sarjana, anda harus makin tawadhu,” pesannya.
Tawadhu sebagai bentuk implementasi lulusan STAI Thawalib. Jangan malah arogan dengan menjadi lebih pinter dari orang sekelilingnya. “Jika itu terjadi kami beristigfar karena kami sudah membersamai para mahasiswa semua,” ujar Syam sambil memohon doa.
Saat ini STAI Publisistik Thawalib sedang proses 2 prodi di Kementerian Agama (Kemenag) bisa segera terwujud. Jadi wisuda tahun-tahun mendatang sudah jadi 4 prodi dan kita semua patut bangga karena ini sebagaimana diamanahkan para pendiri yang jadi kenyataan.
Ketua Yayasan Islam Thawalib yang menjadi penyelenggara STAI Publisistik Thawalib Dedy Oktarinto lebih menyoroti visi misi dan sejarah berdirinya STAI Publisistik Thawalib dalam sambutannya.
“Yang luar biasa adalah yang melahirkan STAI Thawalib adalah Kemenag. Tanpa bimbingan, arahan, dan keputusan Kemenag, maka mustahil impian-impian yang dilahirkan para tokoh pendiri jadi kenyataan,” ujar Dedy yang juga dosen.
Tokoh-tokoh pendiri yang mempunya mimpi seperti Prof Buya Hamka, mantan Wakil Presiden Adam Malik, dan alumni-alumni bisa membuka STAI dari awalnya hanya lembaga kursus dakwah. STAI Publisistik Thawalib di Jakarta ini dibentuk tahun 1982 oleh alumni yang tinggal di Jakarta dari awalnya sekolah di Sumatera Barat (Sumbar).
“Alhamdulillah Thawalib melahirkan kualitas. Walau dari sisi kuantitas dilihat orang masih kecil, tapi ibaratnya biar kecil tapi indah dilihat. Biar kecil banyak sudah alumni yang tersebar di mana-mana sebagai profesionalitas sekaligus proporsional juga,” ujarnya.
Adapun visi STAI Publisistik Thawalib adalah menjadi pusat Pendidikan dan Dakwah yang mandiri, berkualitas dan Islami. Sedang misinya, paling utama adalah 5 prinsip Hubb dalam menyiapkan tenaga pendidik dan kependidikan serta Dai.
Hubb al ilmu (cinta ilmu), Hubb al Ijtihad (cinta pembaruan), Hubb al Jihad (cinta kesungguhan), Hubb al I’timad ala al nafs (cinta kemandirian), Hubb al Ikhlas (cinta keikhlasan yang disebut dengan Panca Dharma Thawalib.
“Lima hubbul inilah yang melahirkan pemikiran-pemikiran untuk terus berbuat terobosan. Kami mohon pada Kemenag yang diwakili Kopertais bimbingan untuk bisa membuka Sarjana Strata dua atau S2,” ujar Dedy.
Secara internal, lanjut dia, Thawalib akan membangkitkan ciri khas Thawalib berupa lembaga dakwah melalui pers kampus. “Saya ingat Napoleon bilang dia takut pada seorang penulis daripada seribu pasukan perang. Untuk itulah kita akan memperkuat lembaga pers kampus. Selanjutkan hidupkan korps mubalig Thawalib sehingga nanti lulusan sekaligus jadi juru-juru penerang di masyarakat,” tutupnya.
Dalam sambutan sekaligus orasi ilmiah, Wakil Ketua Kopertasi Jakarta Banten Prof. H. Ahmad Thib Raya menilai wisuda ini sangat monumental. Tidak saja bagi perguruan tinggi atau STAI Publisistik Thawalib, tapi juga bagi wisudawan wisudawati yang akan resmi menyandang gelar sarjana S.sos bagi lulusan KPI dan S.pd bagi yang lulus KI.
“Saudara sudah berjuang bahkan ada yang sampai lima tahun dengan berdarah-darah untuk sampai bisa wisuda. Utamanya dalam membuat skripsi, Anda menghubungi dosen sudah dengan pesan elektronik, tapi tidak dijawab. Bahkan ada karena tertunda study, ternyata ikut tertunda akad pernikahannya,” kenang Prof Thib dalam sambutan.
Tapi balasannya langsung gelar S.pd atau S.Sos ditulis pada kartu undangan waktu menikah usai wisuda. “Pengalaman saya, waktu kuliah banyak Wanita-wanita naksir ngajak pacara, tapi setiap lihat wanita itu, wajahnya berupa menjadi wajah ayah saya. Karena ayah saya bilang, kamu dikirim sekolah untuk mengejar ilmu bukan mengejar wanita. Jadi sekolahlah dulu,” kenangnya.
Begitu lulusan dan mulai pacaran, lanjut Prof Thib, wajah wanita cantik pacarnya itu tidak lagi berupa wajah ayahnya. “Sekarang malah saya selalu mengejar ilmu dunia bukan untuk dunia, tapi sekaligus akhirat. Maka itu, saya ambil tittle Bahasa Arab untuk kaki kanan saya dan Bahasa Inggris untuk melangkah kaki kiri saya,” ulasnya.
Jadi hari wisuda adalah hari monumental bagi wisuda sekaligus bagi STAI Thawalib. “Selama periode kami di Kopertais, kami betul-betul mendorong perguruan tinggi di DKI Jakarta dan Banten untuk maju, maju, dan maju terus,” pesannya.
“Ketika kami berada di depan, maka kami akan tarik dari depan. Jika di samping, maka kami akan tarik tangan kanan untuk maju bersama. Jadi kami tarik semua posisi. Kalau tidak maju-maju juga sudah dari empat posisi, saya injak biar maju. Tapi kami selalu dampingi. Buktinya tadi diakui pak Ketua STAI Sym ketika ditegur ada kekurangannya, langsung dilakukan perbaikan,” ujarnya.
Prof Thib bukan mau pamer kebaikan, tapi sebagai bukti kerja nyata bahwa selama periodenya di Kopertais, jika ada perguruan tinggi yang mati dihidupkan. Ada perguruan tinggi yang sakaratul maut dihidupkan. “Untung STAI Thawalib tidak pernah mati dan sakaratul maut. Sampai saat ini sedang-sedang saja,” ujar Prof Thib setengah bercanda.
Menaggapi soal 2 prodi yang sedang jalan, Prof Thib mengaku terus mendampingi tim STAI Thawalib. “Kita pantas bangga, walau letak STAI Thawalib di tengah kota yang sekaligus dihimpit banyak perguruan tinggi bahkan berdekatan di sekitarnya, tapi STAI Thawalib sanggup eksis bukan saja bertahan,” pujinya.
Sehingga persaingannya ketat, lantas membuat Kopertais memperhatikan perkembangan perguruan tinggi agama Islam di Jakarta dan Banten. “Kami sebisa mungkin hadir jika diundang untuk acara wisuda karena tujuannya untuk menyampaikan ke alumni terkait hal-hal ini,” imbuhnya.
Dari orasi ilmiah atau kuliah umumnya, Prof Thib berpesan agar setiap wisudawan wisudawati ikut mempraktikan apa yang sudah dipraktikan selama puluhan tahun. Pertama taqwalah, kedua bekerjalah, ketiga jagalah hubungan baik dengan siapa pun, keempat berdoalah, kelima bertawakallah, keenam bersyukur, dan terakhir ketujuh bersabarlah.
“Ini semua sudah saya praktikkan dalam hidup saya, maka banyak yang bilang kok saya terlihat awet muda. Jadi bertakwalah ini merupakan pesan Rasulullah. Takwa ini dasar. Kemudian bekerjalah dengan mengikutkan kekurangan yang kamu lakukan pada kebaikan-kebaikan. Karena saya tidak pernah melepaskan waktu untuk terus bekerja,” ulasnya.
Adapun menjaga hubungan baik itu lebih kepada akhlak. “Anda akan dihormati karena bertaqwa pada Allah dengan hasil bekerja yang baik. Kemudian yang dimaksud doa, doa inilah yang bisa mengubah segalanya. Kalau sudah rencana Allah, tidak mungkin berubah,” terang dia.
Misalnya ketika manusia lahir sudah ditentukan rezeki, ajal, dan jodoh. “Waktu saya lahir jodoh itu dicatat Allah Namanya Nurjanah. tapi kok menikahnya sama Musdalifah. Ini berkat kekuatan doa yang berisi permintaan saya agar jangan terhalang apa pun. Tidak ada yg bisa merubah kadar Allah kecuali ridha Allah,” imbuhnya.
Tidak ada yang bisa merubah keputusan Allah kecuali dengan doa. “Doa itu menentukan bisa mengubah putusan Allah, maka diingatkan tawakal apa pun putusan Allah. Kalau hasil dari doa berbeda dari harapan berarti menuntut untuk bersabar, yaitu sabar menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan,” tuturnya.
Sedangkan bersyukurlah adalah buah dari sabar. “Ketika orang brsyukur pada nikmat, maka dapat musibah biasa saja. Jadi orang sabar itu syukurnya tebal. Orang tidak sabar malas bersyukur. “Tapi ingat tujuh hal ini tidak mungkin bisa terwujud tanpa ilmu. Makanya, jangan malas dan puas dengan satu title, lanjutkan terus ambil ilmu,” ujarnya.
Praktik tujuh poin akan jadi sempurna kalau disertai atau dilingkari dengan ilmu yang luas atau ilmu yang lain. (smr)