By Satria Hadi Lubis *)
semarak.co-Mengapa Rasulullah saw wafat tanpa meninggalkan warisan harta? Sebab beliau sedang mengajarkan kepada kita umatnya bahwa warisan bermakna lebih penting daripada warisan harta. Warisan bermakna beliau berupa ajaran dan teladan yang luhur (Al Quran dan al Hadits).
Sedang untuk kita berupa sedeqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak soleh yang selalu mendoakan orang tuanya. “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak yang soleh.” (HR. Muslim no. 1631).
Warisan harta tak usah dikuatirkan karena setiap anak Adam sudah punya rezekinya masing-masing. Jika seseorang ditakdirkan kaya maka ia akan tetap kaya walau tidak ditinggalkan oleh orang tuanya warisan harta. Sebaliknya, yang ditakdirkan miskin maka ia akan tetap miskin walau diwariskan oleh orang tuanya harta yang banyak (harta warisannya akan cepat habis).
Warisan bermakna lebih penting karena ia merupakan nilai-nilai dan infrastruktur luhur yang melanggengkan peradaban manusia. Butuh perjuangan turun temurun dengan mencetak kader-kader unggul agar regenerasi kebaikan tetap ada di muka bumi. Warisan bermakna membutuhkan pejuang yang mewariskan darah pejuang.
Kini, banyak orang berpikir sebaliknya. Salah prioritas dan gagal paham. Begitu kuatir dengan kemiskinan keturunannya tapi tidak kuatir dengan “kemiskinan” akhlaq keturunannya. Sampai mereka tega mencari harta haram dengan korupsi dan menzalimi orang lain demi bisa mewariskan harta. Sudah kaya dan berkuasa tapi tidak puas kalau belum sampai tujuh turunan hartanya.
Wahai aku dan kamu…
Fokuslah sejak muda pada rencana hidup untuk mencapai tiga warisan bermakna:
- Sukses dengan sedeqah jariyah,
- Sukses menebar ilmu yang bermanfaat,
- Sukses mencetak anak yang soleh/soleha.
Niscaya aku dan kamu selamat dunia akhirat!
sumber: Himpunan Aktifis Masjid Indonesia (HAMI) / (postSabtu10/8/2024/)
