Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla membantah pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait Kementerian Agama (Kemenag) merupakan hadiah untuk Nahdatul Ulama (NU) saja.
semarak.co-Menurut Jusuf Kalla (JK), lembaga Kemenag bukanlah hadiah tapi sebuah keharusan. Itu bukan hadiah, JK, itu adalah keharusan karena negeri ini berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hingga tentu semua agama sangat penting untuk dilindungi.
“Jadi bukan hanya NU tapi semua agama dan semua organisasi keagamaan itu yang dinaungi pemerintah lewat Kementerian Agama,” imbuh JK yang Wakil Presiden RI ke 10 dan 12 saat melakukan kunjungan kerja ke Medan Sumatera Utara (Sumut), senin (25/10/2021).
Seperti diketahui, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyebut Kementerian Agama (Kemenag) merupakan hadiah negara untuk Nahdlatul Ulama (NU). Menag Yaqut menegaskan itu dalam acara Webinar Internasional yang digelar RMI-PBNU dan diunggah di akun YouTube TVNU pada Rabu lalu (20/10/2021).
Pernyataan kontroversial itu berawal adanya perdebatan kecil di kementerian ketika mendiskusikan soal Kementerian Agama. Gus Yaqut memiliki keinginan untuk mengubah logo atau tagline Kementerian Agama Ikhlas Beramal.
Sebab Menag Yaqut menilai, tidak ada yang ditulis melainkan dalam hati. “Ikhlas kok ditulis, ya ini menunjukkan nggak ikhlas,” sindir Menag Yaqut yang juga menjabat Ketua umum GP Anshor. Perdebatan kemudian berlanjut menyoal sejarah asal usul Kementerian Agama.
Menag Yaqut menyebut tentang ustadz yang ketika itu tidak setuju jika Kementerian Agama harus menaungi semua agama. “Ada yang tidak setuju, ‘Kementerian ini harus Kementerian Agama Islam’ karena Kementerian agama itu adalah hadiah negara untuk umat Islam,” ujarnya sambil menmabahkan.
“Saya bantah, bukan, Kementerian Agama itu hadiah negara untuk NU. Bukan untuk umat Islam secara umum, tapi spesifik untuk NU. Nah, jadi wajar kalau sekarang NU itu memanfaatkan banyak peluang yang ada di Kementerian Agama karena hadiahnya untuk NU,” tutur Menag Yaqut saat itu.
Terkait sejarah berdirinya Kementerian Agama karena pencoretan tujuh kaya dalam Piagam Jakarta. Menurutnya, tokoh-tokoh NU ketika itu berperan penting sebagai juru damai usai tujuh kata yakni Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya dihapus dalam Piagam Jakarta.
“Yang usulkan itu jadi juru damai atas pencoretan itu Mbah Wahab Chasbullah. Kemudian lahir Kemenag karena itu,” ujar Menag, seperti dilansir melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Selasa (26/10/2021).
Seperti diketahui, pernyataan Menag Yaqut tentang Kementerian Agama hadiah untuk NU mendapat respon luas dari masyarakat. Menteri Agama sudah memberikan penjelasan bahwa pernyataan itu disampaikan dalam sebuah forum internal sehingga tidak ada unsur pejoratif terhadap pihak lain.
Pidato tersebut dimaksudkan untuk memberikan motivasi dan menyemangati kepada para santri dan pondok pesantren agar lebih meningkatkan pengabdiannya kepada NKRI. Hal tersebut karena momentumnya bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional.
Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menanggapi, “Saya kira penjelasan itu bisa dipahami. Penjelasan sudah disampaikan dan pro kontra semestinya disudahi. Saya mohon semua pihak untuk menahan diri dan tidak mengeluarkan statemen yang justru dapat menimbulkan situasi yang semakin panas,” pinta Wamenag.
Apalagi, harap Wamenag Zainut, menarik ke masalah tersebut ke dalam isu SARA. “Mari saling menahan diri dan salurkan energi bersama untuk bersinergi dalam memajukan bangsa,” ajak Wamenag Zainut yang juga dirilis melalui WAGroup Jurnalis Kemenag, Selasa (26/10/2021).
Dilanjutkan Wamenag Zainut, “Saya mengajak dengan sepenuh hati agar kita semuanya lebih mengedepankan semangat persaudaraan, kerukunan dan menghindarkan diri dari hal-hal yang dapat meretakkan bangunan kebangsaan kita.”
Semoga, harap Wamenag Zainut, kita semuanya dapat melaksanakan ajaran Islam yang sangat luhur tersebut. “Islam mengajarkan agar kita saling menasihati untuk menaati kebenaran, dan saling menasihati untuk tetap di atas kesabaran,” tutup Zainut Tauhid Sa’adi. (smr)