Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN) Ossy Dermawan menegaskan pengadaan tanah ke depan harus memprioritaskan keberlanjutan hidup masyarakat.
Semarak.co – Menurut Ossy, pembangunan memang penting, tapi tidak boleh meninggalkan masyarakat yang lahannya diambil. Dia ingin setiap proses pengadaan tanah juga jadi awal bagi kehidupan yang lebih baik.
“Kompensasi bukan akhir proses, melainkan awal dari transformasi sosial. Kita ingin masyarakat tidak hanya diganti, tapi juga diberdayakan untuk bangkit,” ujarnya, pada acara Indonesia International Valuation Conference (IIVC) 2025, dirilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Kamis (24/4/2025).
Dalam pendekatan baru ini, kompensasi tidak lagi berdiri sendiri. Pemerintah menghubungkannya dengan program bantuan seperti hunian pengganti, pelatihan kerja, pendampingan usaha, dan bantuan hukum. Tujuannya adalah solusi jangka panjang.
Penilaian dampak sosial atau Social Impact Assessment (SIA) menjadi bagian penting dari setiap tahapan Pengadaan Tanah. Hasil kajian menunjukkan bahwa kelompok rentan, seperti petani kecil sering kali kehilangan tanah, pekerjaan, bahkan akses sosial tanpa pendampingan yang memadai.
Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (Dirjen PTPP) Embun Sari mengungkapkan, paradigma pengadaan tanah yang diterapkan sekarang berbasis pada empat pilar, yaitu penguasaan, penggunaan, pengembangan, dan nilai tanah.
“Semua ini diarahkan untuk menciptakan layanan pertanahan yang berkeadilan, produktif, berkelanjutan, dan berstandar dunia,” jelas Embun Sari.
Langkah ini merupakan bagian dari pembaruan sistem pertanahan nasional. Pemerintah juga terus berkomitmen memastikan seluruh bidang tanah terdaftar, dan Pengadaan Tanah berjalan secara manusiawi, adil, serta sesuai dengan nilai-nilai hak asasi manusia. (JM/YZ/Smr)