Wamen ATR/Waka BPN Ungkap Penyelesaian Konflik Simalingkar dan Sei Mencirim, Tinjau Layanan Kantah Kota Medan

Wamen ATR/Waka BPN Surya Tjandra (batik kuning kiri depan) bersama Kepala Kanwil BPN Provinsi Sumut Dadang Suhendi mengunjungi Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Medan, Sumut, Kamis (21/10/2021). Foto: humas ATR/BPN

Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (Wamen ATR/Waka BPN) Surya Tjandra bersama Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Provinsi Sumatra Utara (Sumut) Dadang Suhendi mengunjungi Kantor Pertanahan (Kantah) Kota Medan, Sumut, Kamis (21/10/2021).

semarak.co-Pada kesempatan ini, Surya Tjandra meninjau terobosan-terobosan yang menarik dalam melakukan perbaikan terhadap layanan pertanahan di Kota Medan. Ada dua tugas pokok pemerintah, kutip Surya Tjandra, pertama melakukan pelayanan publik dan kedua mengatasi masalah.

Bacaan Lainnya

“Hari ini saya melihat kedua hal tersebut diupayakan dengan sepenuh hati di kantor ini,” kata Surya Tjandra ketika diwawancarai seusai meninjau Kantor Pertanahan Kota Medan seperti dirilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Sabtu (23/10/2021).

Ia mengungkapkan kebanggaannya secara langsung di hadapan jajaran dan masyarakat yang ada karena bisa melihat secara langsung, sebuah terobosan menarik yang dilakukan jajaran Kantah Kota Medan. “Sebuah kehormatan dan kebanggaan bagi saya bisa melihatnya secara langsung. Terima kasih untuk semua jajaran yang berperan untuk melakukan terobosan ini,” ucapnya.

Menurut Surya Tjandra, terobosan yang dilakukan di Kota Medan ialah hal yang tepat. Ini dikarenakan Medan merupakan gambaran umum dari Sumatra Utara, banyak masalah serta tantangan yang dihadapi di bidang pertanahan.

“Medan ini kan bisa dibilang mukanya Sumut ya. Untuk teman-teman BPN, di sini problem dan tantangan banyak, tapi saya melihat hari ini, justru pahalanya juga banyak di sini karena mereka bekerjanya pakai hati,” ujar Wamen Surya Tjandra dengan canda.

Terobosan yang menarik tentu harus dibarengi pula dengan kepemimpinan yang tepat. Selain itu, sikap yang tegas dan jelas untuk membawa kantor ke arah yang lebih baik juga menjadi faktor utama. “Kolaborasi antara Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan di sini juga sangat mendukung,” imbuhnya.

Hal seperti ini, nilai dia, bisa menjadi berita baik buat kita, bukan hanya di Medan, tetapi untuk seluruh Indonesia. “Gambaran seperti ini kan artinya bisa membenahi Medan. Jadi, kalau bisa beresin Medan, rasanya bisa juga beresin Indonesia. Saya kira Pak Menteri dan kita semua di pusat siap mendukung,” pungkas Wamen ATR/Waka BPN.

Sebagai informasi, beberapa perbaikan dilakukan di Kantor Pertanahan Kota Medan. Pertama, dalam rangka menunjang program Kementerian ATR/BPN untuk pelayanan pertanahan mandiri melalui aplikasi Loketku.

Selain itu, diterapkan co-working space guna memutus mata rantai pertemuan empat mata antara masyarakat dengan pegawai BPN sehingga dapat dilakukan pencegahan gratifikasi dan layanan dapat dilihat lebih transparan.

Melalui konsep co-working space, Kantor Pertanahan Kota Medan juga menyediakan tempat bagi pengguna layanan atau pemohon untuk mengunggah berkas permohonan. Jadi, hal tersebut dapat membiasakan masyarakat lebih mandiri dalam kepengurusan layanan pertanahan sehingga timbul rasa keingintahuan masyarakat lebih kuat terkait perjalanan berkas dari awal sampai akhir.

Terdapat juga inovasi di layanan pemetaan partisipatif. Dalam layanan ini, cenderung untuk meminimalisir sengketa ataupun konflik pertanahan, di mana pelayanan tersebut bertujuan untuk memetakan seluruh bidang tanah berikut dengan identitas pemohon dan alas haknya sehingga kecil kemungkinan akan ada penyerobotan.

Sebelumnya Wamen ATR/Waka BPN Surya Tjandra bersama Dadang Suhendi menghadiri Seminar Agraria dengan tema Penyelesaian Konflik Agraria di Sumut di Universitas Sumatra Utara, Medan, Kamis (21/10/2021).

Dalam kesempatan ini, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN menjadi pembicara kunci dengan tema Posisi Penanganan Konflik Agraria di Sumatra Utara dalam Sektor Perkebunan. Wamen ATR/Waka BPN mengatakan, dalam penyelesaian konflik agraria dibutuhkan hati oleh para pelaksana.

Karena menurut dia, hal ini bukan semata-mata pekerjaan pokok yang dikerjakan secara rutin, tapi merupakan kebijakan politik yang diharapkan akan menjadi kebijakan hukum. “Kalau terkait politik, saya kira Presiden sudah jelas, melalui Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai eksekutor dari kebijakan politik Presiden, telah melakukan orkestrasi dalam penyelesaian konflik agraria,” ucapnya.

Bukan hanya butuh hati, kata dia, tapi dibutuhkan kombinasi antara hati para pelaksana, kemudian hukum dan political will menjadi penting. Dalam kesempatan ini, ia mengajak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut andil mendalami kasus yang terjadi.

Karena harus ada keterbukaan dan kejujuran dari kedua belah pihak baik itu pemerintah maupun masyarakat. “Keterbukaan dan kejujuran menjadi penting kalau memang mau membereskan persoalan konflik agraria ini,” ujarnya.

Berkaca dari penanganan konflik agraria di Sumatra Utara, tepatnya di Simalingkar dan Sei Mencirim, Wamen ATR/Waka BPN mengungkapkan beberapa pembelajaran yang didapat. Pertama, kemampuan masyarakat untuk mengartikulasikan kebutuhan menjadi sangat krusial bagi pemerintah untuk memahami apa yang sesungguhnya dibutuhkan.

“Bagi saya pribadi, kehadiran Civil Society Organization (CSO) yang memberikan data dan mengadvokasi itu penting. Buktinya ketika ada momentum Presiden membuka diri, langsung kita bergerak membereskan 137 konflik pertanahan, baik yang APL maupun dalam kawasan hutan,” ujar Surya Tjandra.

Jadi, lanjut dia, memang hati hukum politik harus digabung dalam upaya penyelesaian masalah seperti ini. Pembelajaran kedua ialah adanya ruang untuk berdialog dengan intermediaries. Ini pun menjadi penting untuk memperoleh solusi yang sebisa mungkin disepakati oleh para pihak.

“Kalau saya lihat, paling tidak dalam dua kasus tadi itu memberikan kita ruang bernegosiasi, sampai di mana kita bisa berkompromi. Melihat di satu sisi secara legal, yuridis ini milik PTPN, tetapi masyarakat minta dikeluarkan dan PTPN tidak bisa mengeluarkan begitu aja karena ini aset BUMN.

Namun, kita lihat bagaimana kita memberikan ruang dan jalan tengah. Dalam poin itulah peran intermediaries menjadi sangat penting. Pembelajaran yang bisa diambil dari penyelesaian sengketa di Simalingkar dan Sei Mencirim Sumut ialah pemerintah dan kementerian/lembaga, perlu mengambil waktu dan perhatian khusus untuk memahami dan mencari solusinya bersama-sama.

“Itu yang dikerjakan KSP dan berbagai kementerian/lembaga saat ini. Jadi saya kira, ruang itu atas perintah Presiden langsung. KSP sebagai koordinator, kita ini pendukung. Itu tidak pernah kejadian, cuma di zaman Presiden Jokowi ini,” tutur Surya Tjandra.

Terakhir sebagai pembelajaran Wamen ATR/Waka BPN menyatakan, seharusnya dalam penyelesaian konflik pertanahan bisa diselesaikan pada tingkat kementerian, tidak sampai presiden. “Nah, ini dengan catatan seluruh kementerian terkait, mematuhi kaidah pemanfaatan dan pemilikan lahan, serta menyusun kebijakan yang mendukung penyelesaian konflik,” pungkasnya.

Hadir sebagai narasumber dalam seminar yang diselenggarakan oleh Komnas HAM dan Universitas Sumatra Utara, yaitu Syska Naomi Hutagalung selaku Tenaga Ahli Madya Kedeputian II KSP, Apri Dwi Sumarah selaku Kepala Balai

Perhutanan Sosial dan Kemitraan (BPSKL), Henry Saragih selaku Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI), dan hadir secara daring Abdon Nababan selaku Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di regional Sumatra. Sebagai moderator, Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik. (ls/ra/smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *