Sesuai hasil studi Polar Universitas Indonesia (UI), PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Jalur Jakarta Bandung mengusulkan harga tiket Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau KCJB sebesar Rp 150- 300 ribu. Dari asumsi itu, maka balik modal diperkirakan mencapai waktu 40 tahun.
semarak.co-Itupun jika isi jumlah penumpang terpenuhi, jika tidak, tentu perkiraan balik modal bisa lebih panjang. KCJB akan dilayani 68 kereta per hari dengan 11 trainset kereta. Nantinya, transportasi canggih itu juga akan melewati empat stasiun.
Sekadar informasi, mega proyek tersebut diperkirakan memakan biaya investasi hingga Rp 113,9 triliun. Jumlah tersebut meleset dari perhitungan awal sebesar Rp 84,3 triliun. Investasi ini juga melampaui perkiraan investasi yang ditawarkan Jepang sebelumnya.
Masih seperti dilansir Jalurdua.com/Rabu, 2 Mar 2022 – Jakarta | Terlepas dari lamanya masa balik modal dan tingginya biaya investasi, ternyata China akan tetap dapat untung besar dari proyek tersebut. Berikut sederet alasannya:
Keuntungan bunga utang
Menilik ke belakangan, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya pertama kali diajukan Jepang. Negeri Sakura itu menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Jokowi melalui Japan International Cooperation Agency (JICA).
Saking seriusnya menawarkan proyek tersebut, JICA bahkan telah menggelontorkan modal sebesar USD3,5 juta sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan. Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai USD6,2 miliar. Di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Belakangan di tengah lobi Jepang, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Hal itu rupanya mendapat sambutan baik dari Menteri BUMN 2014-2019, Rini Soemarno. Rini bahkan menandatangani nota kesepahaman kerja sama dengan Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi pada Maret 2016.
China kemudian menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar USD5,5 miliar dengan skema investasi 40% kepemilikan. Sedangkan China dan 60% kepemilikan lokal yang berasal dari konsorsium BUMN.
Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25% akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2% per tahun. Terlebih, meski utang tidak ditanggung lagsung pemerintah, utang tersebut nantinya akan dibebankan kepada perusahaan BUMN Indonesia yang terlibat dalam konsorsium tersebut.
Sesuai rencana awalnya yakni menggunakan skema business to business (B2B), utang akan ditanggung konsorsium yang terdapat 4 BUMN, yakni PT KAI, PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PTPN. Keempat BUMN tersebut membentuk usaha patungan yakni PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia. Perusahaan ini kemudian menggenggam saham sebesar 60 persen di PT KCIC. Sementara sisa saham 40 persen digenggam konsorsium China.
Konsesi dijamin pemerintah
Pada 2016 silam, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan menjamin perjanjian konsesi proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung tidak akan mengalami pembatalan sepihak dari pemerintah.
Dalam klausul yang disepakati, perjanjian konsesi tidak dapat dibatalkan sepihak oleh pemerintah meskipun diperintah Undang-undang (UU). Konsesi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung yakni 50 tahun. Jaminan bahwa perjanjian tidak akan dibatalkan tertuang dalam poin keenam.
Bahkan selain konsesi, pemerintah Indonesia yang sebelumnya berjanji tidak akan menggunakan sepeserpun duit APBN dengan skema business to business, akhirnya harus merevisinya.
Penegasan semua biaya Kereta Cepat Jakarta Bandung tanpa uang APBN sebelumnya disahkan pemerintah Jokowi lewat penerbitan Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. Meski demikian, Jokowi kemudian meralatnya agar APBN bisa ikut mendanai kereta cepat dengan menandatangani Perpres Nomor 93 Tahun 2021.
Besarnya penyerapan produk dan tenaga kerja China
Keuntungan ketiga yang didapatkan China tentulah serapan tenaga kerja maupun produk impor asal China. Proyek ini diketahui melibatkan cukup banyak TKA China. Penggunaan banyaknya TKA China di proyek ini bahkan sempat menuai polemik seperti pengguna tukang las rel yang harus didatangkan dari sana.
Proyek KCJB juga jadi berkah besar bagi sejumlah BUMN China. Selain trainset kereta, semua relnya dibeli dari China. Dikutip dari People’s Daily Online, perusahan pembuat Kereta Cepat Jakarta Bandung adalah China Railway Material Co Ltd.
People’s Daily Online sendiri merupakan anak People’s Daily, surat kabar yang terafiliasi dengan Partai Komunis China (PKC). China Railway Material Co Ltd yang merupakan BUMN RRC ini mengirimkan sekitar 8.000 ton rel R.60 yang memang dibuat untuk lintasan kereta berkecepatan tinggi.
Rel ini dikirimkan dari Pelabuhan Fangchenggang, Guangxi Zhuang, sebuah daerah otonomi khusus di Selatan China. Pengiriman dilakukan sejak 28 November 2020. Rel-rel yang dipakai di China sejatinya memiliki panjang 100 meter, namun untuk menyesuaikan dengan teknologi kereta cepat yang dibangun di Indonesia serta memudahkan pengiriman, panjang rel dibuat masing-masing 50 meter.
“Kami mengekspor total 37.900 ton rel besi untuk mendukung pembangunaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Ini adalah ekspor perdana kami untuk produk rel berkecepatan tinggi dengan panjang 50 meter buatan China,” kata Wang Hui, CEO China Railway Material Co Ltd, melansir Kompas.com.
Mengutip tribunpekanbaru.com/ Minggu, 28 November 2021 08:01 WIB- Proyek pembangunan kereta cepat ternyata tidak menimbulkan banyak untung. Bahkan, proyek ini bisa merugikan suatu negara. Seperti yang terjadi pada sejumlah negara-negara maju ini. Mereka memberhentikan proyek itu.
Berikut daftar negara yang merugi dari kereta cepat:
- Jepang
Jepang yang awalnya hendak berinvestasi kereta cepat di Indonsia ternyata di negaranya sendiri merugi. Menurut Nikkei via Kompas.com, Central Railway harus menanggung rugi 1,8 miliar dollar AS atas kereta cepat rute Osaka-Tokyo.
Memang awalnya rute Tokyo-Osaka masih menguntungkan. Demikian pula dengan rute Osaka-Hakata. Namun belakangan, tahun 2020, Jepang mengakui mengalami kerugian 1,8 miliar dollar AS atas kereta cepat rute Osaka-Tokyo.
- China
China juga berinvestasi proyek kereta cepat di Indonesia rute Jakarta-Bandung. Namun di negerinya sendiri, China ternyata merugi dari megaproyek. Data dari Statista yang dilansir Kompas.com, dari 15 rute kereta cepat yang ada, mayoritas merugi. Hanya 5 rute yang menguntungkan. Sisanya merugi terus.
- Malaysia
Sementara Malaysia memutuskan menghentkan kereta cpat rute Kuala Lumpur – Jurong Singapura meski negara jiran itu sudah terlanjur mengeluarkan biaya investasi yang tinggi. Bahkan, Malaysia juga harus mengeluarkan biaya kompensasi kerugian kepada Singapura.
- Amerika Serikat
Amerika Serikat juga memiliki riwayat yang kurang bagus soal kereta cepat. Negeri Paman Sam ini pernah memiliki kereta cepat bernama Acela yang dikelola Amtrax, perusahaan negara milik AS. Namun perusahaan ini tidak berkembang pesat karena proyek itu ternyata tidak menguntungkan juga.
Penumpangnya sepi
Menurut BBC, AS sebenarnya memiliki rencana membangun kereta cepat rute Los Angeles dan San Fransisco. Namun rencana itu menuai perdebatan publik.Yang menolak kereta cepat menilai apa fungsi kereta cepat setelah negara itu memiliki jaringan jalan tol dan pesawat udara yang sangat baik.
Seperti diberitakan, proyek KCJB tengah jadi sasaran kritikan publik Tanah Air. Beberapa masalah menerpa mega proyek kerja sama antara Indonesia dan China tersebut. Beberapa sumber polemik yang muncul yakni BUMN yang dilibatkan dalam proyek tersebut tengah mengalami masalah keuangan dan terlilit utang.
Kondisi keuangan perusahaan negara semakin tak menentu di tengah pandemi Covid-19. Belum lagi, nilai proyek pun juga membengkak dari perencanaan awalnya sebesar Rp 86,5 triliun melonjak menjadi Rp 114,24 triliun, atau naik sebesar Rp 27,74 triliun.
Masalah lainnya, proyek tersebut terancam mangkrak sehingga Pemerintah Indonesia akhirnya membuka peluang pendanaan APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) ke PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. Ambisi membangun kereta cepat di Asia Tenggara sebenarnya bukan hanya milik Indonesia.
Malaysia juga menjadi salah satu negara ASEAN yang sudah membangun infrastruktur kereta cepat, namun belakangan proyek tersebut dihentikan. Lantaran beberapa infrastruktur sudah terlanjur terbangun, Malaysia sampai harus menanggung kerugian serta membayar kompensasi ke Singapura, negara tetangga sekaligus mitra dalam proyek Kuala Lumpur-Singapore High Speed Rail (HSR).
HSR merupakan proyek besar yang dijalankan bersama dua Negeri Jiran tersebut yang mengoneksikan ibu kota Kuala Lumpur dengan kawasan Jurong di Singapura. Proyek HSR tersebut bakal memakan investasi sebesar 25 miliar dollar AS atau sekitar Rp352,89 triliun.
Saat kesepakatan itu, Malaysia dimpimpin Perdana Menteri (PM) Najib Razak. Dari kajian hingga pembangunan beberapa infrastruktur pendukung hingga proyek akhirnya dibatalkan, Malaysia sudah mengeluarkan anggaran cukup besar. Pihak Singapura sendiri meminta Malaysia membayar kompensasi atas sejumlah kegiatan konstruksi yang telah berjalan.
Malaysia diketahui harus membayar biaya kompensasi sebesar Rp1,1 triliun ke Singapura. Singapura juga diketahui sudah terlanjur membangun infrastruktur HSR di Jurong. Kini proyek tersebut mangkrak setelah Malaysia memilih membatalkan proyek HSR.
Dalam pernyataannya resminya, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dan Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin, mengatakan untuk sementara waktu proyek tersebut dibatalkan karena pandemi Covid-19.
“Terkait dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian Malaysia, pemerintah Malaysia telah mengajukan beberapa perubahan pada proyek HSR. Kedua negara tetap berkomitmen untuk menjaga hubungan bilateral yang baik, bekerja sama dengan erat di berbagai sektor, termasuk memperkuat konektivitas antar-kedua negara,” kata Muhyiddin Yassin dikutip dari Channelnewsasia, Senin (11/10/2021).
Sementara itu dikutip dari Bloomberg, dampak pandemi Covid-19 membuat sejumlah kesepakatan kedua negara harus mengalami beberapa perubahan yang membuat kedua negara sepakat menghentikan kerja sama pembangunan HSR.
Pengumuman penghentian kerja sama bertepatan dengan berakhirnya tahun 2020 atau baru diumumkan secara resmi pada 31 Desember 2020 lalu. Proyek tersebut bermula dari inisiasi kedua negara untuk mengembangkan kawasan yang dilalui proyek HSR.
Sempat jadi perdebatan publik, kedua negara sepakat patungan untuk mulai membangun kereta cepat pada tahun 2013 lalu. Total panjang lintasan rel kereta cepat dari Kuala Lumpur hingga Jurong mencapai 218 mil atau 350 kilometer.
Dengan adanya kereta cepat, waktu tempuh dari Kuala Lumpur hingga ke Singapura bisa dipangkas hanya menjadi sekitar 90 menit. Bandingkan dengan menggunakan kendaraan pribadi atau bus yang memakan waktu lebih dari 4 jam.
Dari Kuala Lumpur menuju Singapura juga sudah terkoneksi dengan banyaknya penerbangan yang hanya membutuhkan waktu sekitar 1 jam, namun itu belum termasuk waktu untuk check-in, pemeriksaan imigrasi, dan perjalanan menuju ke bandara.
Jika terealisasi, maka proyek kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura ini bakal beroperasi pada tahun 2026. Sebelumnya, pihak Malaysia sendiri sudah mengusulkan sejumlah skema perubahan kepada pemerintah Singapura, terutama terkait desain stasiun, struktur proyek, dan memajukan penyelesaian proyek dua tahun lebih cepat.
Menurut pemerintah Malaysia, dengan proyek HSR yang dipercepat, akan mengurangi dampak negatif dari kemerosotan ekonomi selama pandemi Covid-19. Menteri Ekonomi Malaysia Mustapa Mohamed dalam pernyataan terpisah, mengatakan kalau pemerintah Kuala Lumpur juga ingin memungkinkan opsi pembiayaan yang lebih fleksibel, termasuk pembayaran yang ditangguhkan dan kemitraan publik-swasta.
Proyek HSR kedua negara sempat jadi polemik di Malaysia. Di era Perdana Menteri Mahathir Mohamad yang sudah mengundurkan diri pada Februari 2020 lalu, berusaha untuk membatalkan kesepakatan HSR. Alasan Mahathir saat itu, Malaysia masih harus bergulat dengan utang yang menggunung.
Pemerintah Malaysia masih terbebani pembayaran utang sebesar lebih dari 1 triliun ringgit atau sekitar 249 miliar dollar AS. Mahathir berujar, Malaysia harus membayar biaya 110 miliar ringgit untuk membiayai proyek HSR. Biaya yang harus dikeluarkan Malaysia lebih besar karena lebih banyak lintasan kereta cepat berada di negaranya.
Sementara keuntungan untuk Malaysia dinilai kurang sepadan. “Kedua negara akan mematuhi kewajiban masing-masing, dan sekarang akan melanjutkan tindakan yang diperlukan, akibat penghentian Perjanjian HSR ini,” kata pernyataan bersama kedua negara tersebut.
Sementara di Tanah Air, Pemerintah Indonesia berupaya keras menyelamatkan proyek KCJB agar tidak mengkrak. Sebagai rencana menyelamatkan proyek kerja sama Indonesia-China itu, Presiden Jokowi kemudian meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung.
Dalam Pasal 4 Perpres Nomor 93 Tahun 2021, Jokowi mengizinkan penggunaan dana APBN untuk membiayai Kereta Cepat Jakarta Bandung. Padahal sebelumnya, Jokowi beberapa kali tegas berjanji untuk tidak menggunakan uang rakyat sepeser pun untuk mega proyek tersebut.
Selain berjanji tidak akan menggunakan uang rakyat, Presiden Jokowi juga berjanji bahwa proyek Indonesia-China tersebut tidak dijamin pemerintah. Meski belakangan Jokowi akhirnya menganulir janjinya tersebut. (net/jal/tbc/kpc/net/smr)
sumber: jalurdua.com di WAGroup SAHABAT DUNIA AKHIRAT (postRabu2/3/2022/ags)/tribunpekanbaru.com/Kompas)