Opini HM Affan Rangkuti *
semarak.co -Seseorang bertanya padaku, “Bang, apa alasannya abang membuat Program Jagong Haji selama Bulan Ramadan? Kan haji berpeluang gagal dilakukan sebab Covid-19.”
Ku jawab, “Ada tiga alasan mengapa ini dilakukan.”
Pertama, membangun sebuah majelis, apalagi Ramadan. Untuk mengundang rahmat, hidayah dan pengampunannya. Bukankah setiap majelis akan mengundang kehadiran malaikat?
Kedua, sebagai pengingat dan pengulang. Bukankah lancar kaji karena diulang?
Ketiga, silaturrahim. Bukankah silaturrahim itu bagus? Bahkan seorang profesor ahli bedah syaraf ternama di Jerman mengatakan bahwa silaturrahim mendorong arus kelancaran peredaran darah di pusat-pusat syaraf yang terkecil sekalipun bahkan memperbaikinya.
Apalagi ini masa wabah Covid-19, dimana semua orang mengalami tekanan psikologis karena dilanda kebingungan, kelinglungan. Nah, program itu menawarkan satu kanal untuk 40 menit mengundang sesuatu yang baik.
Restu Orangtua dan Mengalap Berkah
Memang, beliau bukan orangtua kandung kita. Tapi perlu diingat bahwa beliau adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam berfikir dan paling utama beliau merupakan satu figur intelektual yang membuka anak didiknya untuk berkembang maju. Adalah Prof Dr KH Nizar MA, yang kini menjabat sebagai Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan juga sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI.
Kecil orangnya, namun jangkauan berfikir ke depan jangan ditanya. Mau tahu salah satunya? Berpuluh tahun penyelenggaraan haji dilakukan, namun sejak beliau menjabat baru pertama kali zonasi tempat tinggal jemaah haji Indonesia di Makkah dikelompokan dalam satu persamaan kedaerahan. Semula dicibir, namun apa hasilnya? Jemaah senang dan riang karena merasa seperti di kampung halaman sendiri dan mudah bertemu dengan handai tolan kerabat sesama jemaah.
Berpuluh tahun loh, tak pernah terpikir, dan beliaulah orang pertama yang menemukan strategi jitu seperti ini. Tak berlebihan jika dikatakan ini merupakan temuan baru dalam sejarah perhajian di Indonesia bahkan di dunia mungkin.
“Assalamualaikum, Pak Dirjen. Kami di FKAPHI bermaksud untuk menyelenggarakan kegitan Zoomeet Jagong Haji Bulan Ramadan (sebulan penuh). Narasumbernya para ketua FKAPHI di 18 provinsi dan pengurus lainnya di pengurus besar. Mohon arahan,” tulisku kepadanya, sebagai orangtua kami dan sekaligus Ketua Dewan Penasehat Pengurus Besar Forum Komunikasi Alumni Petugas Haji Indonesia (PB FKAPHI).
Tak butuh waktu lama, beliau langsung menjawab dengan sifat keorangtuaannya, “Bagus mas, lanjutkan,” jawaban yang cepat, memotivasi dan sekaligus sangat jelas.
“Alhamdulillah, siap terima kasih Pak Dirjen (sembari menyematkan motion menghormati sebagai anak),” jawabku pada beliau.
Tentu, tak ketinggalan permohonan restu dari H Khoirizi H Dasir, Direktur Bina Haji yang juga Ketua Dewan Pembina sekaligus pendiri FKAPHI. Sama dengan Prof Nizar, beliaupun memberikan restu mendalam. Bahkan beliau dalam beberapa pertemuan kegiatab Jagong Haji ini hadir selalu. Satu bukti bahwa restu yang diberikan bukan main-main.
Semakin Hari Semakin Menarik
Jagong Haji Bulan Ramadan di mulai pada Ramadan 1, Jumat 24 April 2020. Menghadirkan narasumber H Wahyudin Ukoli, Ketua PW FKAPHI Sulawesi Utara. Dipandu H Naif Adnan, Wahyudin mengangkat tema Haji Dalam Perspektif Budaya Lokal (Sitou Timou Tumou Tou)
Mengapa tema kedaerahan diangkat dalam serial pertama ini. Bukan tanpa alasan, kepentingan menapak dan mengenal budaya itu penting, mengenal para tokohnya agar kita tak salah dan terkesan aneh dalam berkomentar nantinya. Sebab budaya merupakan satu harta warisan yang perlu dilestarikan. Dan haji adalah pembukusnya, yang mengajarkan moderasi dalam bertoleransi dalam segala sisi.
Begitu selanjutnya, Jagong Haji Bulan Ramadan ini bergulir dari Sulawesi Utara, pindah ke Maluku.
Mengangkat tema Nikmat Haji, Kontemplasi Keabduhan Umat. H Yamin, Ketua PW FKAPHI Maluku, mengupas dengan singkat padat simbol kopiyah sebagai agen perubahan sosial di sana.
Begitu juga disaat H Mirad, Ketua PW FKAPHI Kalimantan Barat menyampaikan materinya pada Ramadan 3 Kalamantara Bertalbiah, Toleransi Peradaban Haji. Menyajikan dengan padat peranan mayarakat Melayu khususnya di Kalimantan Barat dalam perhajian di Indonesia.
Mungkin tak ada yang menyangka, H Lutfi Yunus, arif sekali dalam menjelaskan haji dalam dimensi sejarah, sosial, dan politik. Terperanjat, ketika mantan Kasektor 9 Makkah 2019 ini membaca Alquran berkaitan dengan haji dengan fasih. Mungkin berat bagi yang lain ketika ditawarkan paparan bertema Haji Tugas Nasional. Numun, ia mahir dalam menjabarkannya dalam durasi yang relatif singkat namun jelas dan mengena.
Dan, Ramadan 5. Giliran Jambi mengisi paparannya. Namun, ada sedikit kendala secara teknis. Cuaca yang tak mendukung dan mempengaruhi koneksi komunikasi membuat paparan bertema Adat Istiadat Bangsa Arab terkendala yang akan disampaikan H Herman Al Jambi, Ketua PW FKAPHI Jambi. Nanti akan dijadwalkan ulang, sebab ini tema yang menarik dalam mengetahui bagaimana adat bangsa Arab secara realitas.
Dari 16 partisipan, naik ke 18, 20, 23 dan hari ini tembus ke 62 orang peserta Jagong Haji Bulan Ramadan ini. Ini menjadi satu tantangan tersendiri. Tak mudah memang mengajak orang untuk sesuatu hal yang baik, apalagi mengerjakan kebaikan itu secara nyata dalam kehidupan keseharian.
Esok Rabu 29 April 2020, adalah Ramadan 6 Jagong Haji. Akan diisi pemuda Sekretaris PW FKAPHI DI Yogyakarta H Bramma Aji Putra yang akan mengulas informasi haji bertema Edukasi Jemaah Melalui Berita Haji dan Umrah Anti-Hoax. Jangan pandang umur dan siapa yang menyampaikannya, namun sikapi apa yang akan disampaikannya. Semoga esok hari, di Ramadan 6 partispan Jagong Haji semakin ramai. Semoga.
Mengajak berbuat baik itu mudah, semudah membalikan telapak tangan, bahkan lebih mudah dari itu. Misalnya saja ajakan-ajakan moral dan sosial. Bicara saja ayo…ayo…ayo kita berbuat baik bla…bla…bla.
Mudahkan, namanya juga bicara pasti mudah. Nah yang berat itu mengerjakannya, itulah tantangan berat Agama. Yuk mari ramaikan Majelis Jagong Haji Bulan Ramadan ini dengan syarat ikhlas, alias jangan terpaksa.
*Penulis adalah Ketua umum PP FKAPHI
sumber: alumnipetugashaji.or.id