Sebagai upaya mengamplifikasi sosialisasi, edukasi, dan publikasi menyambut implementasi Wajib Halal mulai Oktober 2026 sebagaimana diamanatkan Undang-undang (UU) No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengadakan Gathering Media dan Pengusaha bersama Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan.
Semarak.co – Kegiatan dengan Tema: Menuju Wajib Halal Oktober 2026: Memperkuat Ekosistem Halal dengan Tertib Halal. BPJPH terus mendorong para pelaku usaha agar segera mengurus sertifikasi halal produknya. Sebab pelanggaran sertifikasi halal bisa berimplikasi hukum dan keberlangsungan usahanya.
Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan mengingatkan kepada pelaku usaha bahwa kewajiban sertifikasi halal akan diberlakukan penuh mulai 18 Oktober 2026. Artinya, setelah 50 tahun bersifat imbauan sejak 1974, kini pemerintah siap menindak tegas pelanggar.
Sejatinya untuk produk makanan dan minuman, aturan wajib halal mestinya berlaku sejak Oktober 2024. Namun, kata dia, karena masih banyak yang belum bersertifikasi halal, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang sampai Oktober 2026.
Sejauh ini, kata Haikal, BPJPH telah menerbitkan sertifikat untuk 9,5 juta produk, dengan 10% atau sekitar 950 ribu di antaranya adalah produk asing. Kebijakan wajib halal akan berlaku efektif mulai 18 Oktober 2026.
“Jika masih ada produk makanan, minuman, kosmetik, obat-obatan yang tidak mencantumkan label halal, maka akan masuk kategori illegal,” papar Babe Haikal, sapaan akrab Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan di acara yang berlangsung di Mall Ciputra Cibubur, Kota Bekasi, Jawa Barat, Senin pagi (6/10/2025).
Dilanjutkan Babe Haikal, “Tahun depan wajib halal. Kalau tidak halal ya ilegal. Aturan tersebut adalah amanah Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang harus dipatuhi semua pihak.Tahun depan kan wajib halal. Kalau tidak halal ya ilegal, sesederhana itu dalam rangka mengerti soal halal.”
Produk tanpa label halal yang tidak mencantumkan keterangan, pesan Babe Haikla, otomatis dianggap haram, dan pelakunya terancam sanksi tegas. Maka itu, pemerintah akan memberikan sanksi berupa surat peringatan, teguran, hingga pencabutan izin usaha.
“Bahkan pelakunya bisa terancam sanksi pidana hingga penjara. Kalau tidak ada logo halal dan tidak ada keterangan mengandung babi, berarti haram. Dan kena sanksi pidana sampai ujungnya penjara. Jadi tidak main-main. Regulasi wajib halal sudah diamanatkan UU Nomor 33 Tahun 2014,” tuturnya.
UU ini, masih kata Babe Haikal, mengamanahkan semua produk, seperti makanan, minuman, obat, kosmetik, sandang, penutup kepala, aksesoris, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi umat islam, alat tulis, dan perlengkapan kantor, hingga alat kesehatan, wajib bersertifikat halal.
Aturan wajib halal tersebut meliputi produk makanan, minuman, obat-obatan, produk kosmetik, dan sejenisnya. “Termasuk skin care, odol, sampo, itu wajib halal. Khusus untuk makanan dan minuman, sejatinya aturan wajib halal sudah berlaku sejak Oktober 2024 yang lalu,” bebernya.
“Yang banyak belum sertifikat halal diantaranya adalah pelaku UMKM. Untuk tahun depan sudah tidak ada perpanjangan lagi. Aturannya sudah fix. Untuk itu, kami berharap pelaku usaha untuk mentaati aturan tersebut. Sedangkan bagi pelaku UMKM tidak perlu khawatir. Karena ada program sertifikasi halal gratis,” cetusnya.
Dia berharap pelaku UMKM seperti warung Tegal (warteg), soto ayam, pecel lele, soto Betawi, dan sejenisnya untuk segera memproses sertifikasi halal. Setahun terakhir sudah ada 700 lebih gerai warteg yang mendapatkan sertifikat halal. Haikal mengingatkan sertifikasi halal itu sangat bermanfaat bagi pemilik usaha warung.
Dia mencontohkan warung ayam goreng di Solo yang sempat bermasalah gara-gara label halal, masih tutup sampai sekarang. “Bayangkan omset yang seharusnya mereka dapat. Bayangkan pekerja yang sehari-hari menggantungkan rezeki di sana. Sertifikasi halal untuk pelaku UMKM semata-mata untuk melindungi pelaku usaha,” ujarnya.
Karena restoran asing yang masuk ke Indonesia sudah dilengkapi sertifikasi halal. Jika pelaku UMKM tidak ikut sertifikasi halal, dikhawatirkan tidak ada yang membeli lagi di kemudian hari. Dia juga menegaskan sertifikasi halal bukan lagi urusan agama Islam. Tetapi sudah merambah urusan kebersihan, keamanan, dan kualitas.
Dia mencontohkan banyak pemilik usaha rumah makan di Bali yang gembira setelah dapat sertifikat halal. Karena pengunjung semakin ramai, khususnya wisatawan dari Timur Tengah. Saat wajib halal berlaku efektif Oktober 2026 nanti, produk non halal tetap boleh dijual.
Dengan catatan wajib mencantumkan keterangan nonhalal. Seperti keterangan mengandung babi, alkohol, atau kandungan non halal lainnya. Indonesia ini negara Pancasila. Sertifikasi halal bukan sekadar menggugurkan kewajiban yang diamanahkan UU, tetapi punya dampak terhadap pasar.
Produk-produk yang dijamin kehalalannya akan memperluas akses pasar yang lebih luas. BPJPH mencatat setiap hari kedatangan tamu dari berbagai negara yang ingin membangun sistem halal atau meminta kerja sama. Misalnya, Australia yang kini mewajibkan semua rumah potong hewan bersertifikat halal untuk menembus pasar global.
Dengan produk halal maka daya saing tentunya akan meningkat. Halal itu betul-betul menghasilkan keuntungan. Sebaliknya, produk yang tidak mencantumkan sertifikasi halal, sudah dapat mengancam keberlangsungan usaha.
Babe Haikal mencontohkan kasus Ayam Goreng Widuran di Solo yang terpaksa tutup setelah 50 tahun beroperasi karena mengabaikan ketentuan halal. “Usaha yang sudah dirintis 50 tahun tiba-tiba tutup. Karyawannya berhenti semua. Gara-gara apa? Regulasi dicuekin,” tandasnya.
Di sisi lain, warung-warung di Bali justru makin ramai dikunjungi turis Timur Tengah, setelah mendapat sertifikat halal. “Yang punya uang banyak kan mereka (Timur Tengah). Yang banyak belanja makanannya bukan orang Australia,” tegasnya.
Babe Haikal melanjutkan, halal kini identik dengan 3T, yakni transparency (transparansi), traceability (ketertelusuran), dan trustability (kepercayaan). Bahkan, dunia saat ini sedang agresif dengan produk halal karena melambangkan health (kesehatan), clean (kebersihan).
Dan going back to green concept atau relevansi dengan alam, sehingga bisa menjadi daya saing produk dalam negeri di pasar internasional. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa sertifikasi produk halal bukan lagi sekadar menyangkut urusan agama Islam.
Bahkan, sertifikasi halal telah menjadi standar global yang menunjukkan kualitas, keamanan, hingga nilai tambah sebuah produk yang dijual dan dikonsumsi masyarakat. “Halal itu simbol kualitas makanan atau produk yang saat ini telah menjadi standar global,” ujarnya.
Halal adalah konsep nilai yang berlaku untuk semua orang, tidak memandang latar belakang agama. Kata dia, tiga negara dengan produk halal terbesar di dunia saat ini justru bukan negara mayoritas Muslim, yaitu China, Brasil, dan Amerika Serikat. Bukan Arab Saudi, Yordania, atau Dubai. (net/lin/smr)