Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar menyatakan, usulan masa jabatan kepala desa (Kades) hingga 9 tahun adalah jalan tengah. Ini untuk mengakomodasi usulan dari kepala desa sekaligus tidak mengubah batas maksimal jabatan seorang kepala desa yang termaktub dalam UU Nomor 6/2014 tentang Desa.
semarak.co-Mendes PDTT Halim menjelaskan usulan perpanjangan masa jabatan Kades merupakan aspirasi dari banyak kepala desa di Indonesia. Menurutnya aspirasi tersebut masuk akal mengingat alasan utama yang diajukan oleh kepala desa adalah untuk menjaga stabilitas dari pembangunan desa.
“Jadi kalau mau jernih usulan perpanjangan periodesasi jabatan kepala desa ini merupakan jalan tengah dari aspirasi para kepala desa yang mengusulkan perpanjangan masa jabatan tetapi tetap dalam koridor yang dimungkinkan oleh UU Desa terkait batas maksimal jabatan seorang kades,” ujar Mendes Halim.
“Pada saat kunjungan kerja di berbagai daerah dan desa, muncul aspirasi bahwa untuk menjaga kesinambungan pembangunan desa, para kepala desa membutuhkan waktu tambahan jabatan karena masa enam tahun dinilai tidak efektif,” demikian Mendes Halim melanjutkan dalam sambutan.
Para kepala desa, kata Mendes Halim memberikan ilustrasi jika masa enam tahun tersebut 1-2 tahun awal masa menjabat adalah masa konsolidasi. 1 tahun terakhir masa menjabat, kepala desa sudah disibukkan dengan persiapan pemilihan. “Maka dengan 6 tahun masa jabatan Kepala Desa, tersisa 3 tahun efektif untuk fokus membangun desa,” katanya.
Ilustrasi tersebut, kata Gus Halim cukup beralasan. Berdasarkan pengamatan dan laporan banyak kalangan mayoritas kepala desa memang membutuhkan waktu lama dalam melakukan konsolidasi karena besarnya ekses negative Pilkades.
Persaingan dalam Pilkades ini rumit, terang dia, karena ada unsur nama baik keluarga besar, gengsi sosial, hingga kehormatan diri. Ironisnya persaingan ini terjadi antara sesama kerabat sehingga butuh waktu lama untuk mendamaikan.
Nah wajar jika di masa awal jabatan kepala desa mereka sibuk untuk mengkonsolidasikan para warga. Kalau ngak begitu pembangunan tidak akan bisa berjalan baik,” kata Gus Halim, sapaan akrab lain Mendes PDTT Halim seperti dirilis humas melalui WAGroup Rilis Kemendes PDTT, Jumat malam (27/1/2023).
Aspirasi para kepala desa tersebut, lanjut Gus Halim mengkristal dan menjadi rekomendasi Rakernas Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI) di Semarang tanggal 3-6 Juni 2022. Rekomendasi rakernas disampaikan juga disampaikan kepada dirinya pada tanggal 21 September 2022
“Para anggota PAPDESI juga sempat melakukan aksi damai di DPR untuk menyampaikan aspirasinya. Mereka menegaskan meminta perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun selama tiga periode,” katanya.
Kendati demikian, kata Gus Halim dengan mempertimbangkan pembatasan kekuasaan dalam demokrasi desa, kaderisasi kepemimpinan di desa; serta potensi terjadinya abuse of power maka pihaknya mengusulkan perpanjangan hanya dilakukan pada periodesasi bukan pada masa jabatan.
Di UU Desa jelas masa jabatan kepala desa maksimal 18 tahun yang terbagi dalam tiga periode masing-masing selama enam tahun. Terlepas dari itu semua, lanjut Gus Halim, pihaknya tetap tegak lurus dengan pernyataan yang disampaikan Presiden Jokowi jika masa jabatan kepala desa 6 tahun dengan 3 periode.
Terkait aspirasi perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun 2 periode, Gus Halim mempersilahkan untuk dibahas di DPR. “Kita tidak bicara setuju atau tidak setuju, saya memfasilitasi. Menteri tidak boleh bersikap sebelum presiden bersikap, kita akan mengikuti arahan presiden, tetapi saya fasilitasi diskusi-diskusi,” tandas Gus Halim.
Di bagian lain Mendes Halim mengungkapkan awal mula wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Isu perpanjangan masa jabatan kepala desa itu, klaim Gus Halim, muncul dari arus dinamika di masyarakat.
Gus Halim menceritakan bahwa jika dirunut ke belakang, isu perpanjangan masa jabatan kepala desa itu memang cukup panjang, yakni pada akhir 2021. Dalam periode waktu tersebut ada diskusi-diskusi di desa yang dimulai dari kegelisahan atas kondisi desa pasca Pilkades.
Nah, lanjut dia, dalam konteks Pilkades sebagaimana juga kita maklumi, pasca Pilkades itu ketegangannya agak lama selesainya. Kenapa? karena calon yang menang maupun yang kalah, tim sukses yang menang maupun yang kalah bergaul terus setiap hari, ketemu terus. Ada yang syukuran, yang sini tersinggung, agak kecewa.
“Beda dengan bupati. Kalau bupati kan setelah menang atau kalah tidak ketemu lagi dengan warganya. Paling sebulan, dua bulan bahkan setengah tahun atau setelah pelantikan baru ketemu lagi. Nah dari situ sebenarnya diskusinya,” ujar Gus Halim dalam Talk Show Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Kamis (26/1/2023).
Gus Halim menjelaskan, kondisi pasca Pilkades yang cukup tegang tersebut kemudian dicarikan solusi dengan melakukan penataan secara lebih holistik dan spesifik untuk kesinambungan pembangunan desa. Sebab itu, berdasar fakta lapangan serta kajian dengan para pakar dari akademisi, muncul kesimpulan bahwa efek negatif konflik pascapilkades akan lebih mudah diredam jika masa jabatan kades ditambah.
“Nah, dinamikanya menjadi putus, sekedar diatur lebih bagus, lebih akomodatif di dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 dalam bentuk review atau revisi. Inilah kemudian yang termasuk di dalamnya bicara tentang masa jabatan kepala desa,” ungkapnya dirilis humas Kemendes melalui WAGroup.
Kemudian ada satu asosiasi bernama PAPDESI yang melaksanakan Rakernas pada 3-6 Juni 2022 dan merekomendasikan perpanjangan masa jabatan kepala desa. Menurutnya, salah satu hasil rekomendasi PAPDESI tersebut bergulir dan kemudian mencuat di publik.
“Dan isu itu mulai bergulir, agak mengkristal kemudian agak mencuat itu adalah memang salah satu rekomendasi dari Rakernas PAPDESI yang dilaksanakan di Semarang. Jadi itu ceritanya, awal muasalnya,” ungkap Gus Halim yang juga politisi PKB.
Sebenarnya lanjut Gus Halim, terdapat sejumlah poin penting revisi UU Desa tersebut selain penambahan masa jabatan kades. Diantaranya terkait kesejahteraan kepala desa, perangkat desa, status perangkat desa yang masih belum jelas hingga pola hubungan antara kepala desa dengan perangkat desa.
“Itu semua bertujuan untuk menunjang kemajuan desa yang sedemikian pesat. Jadi revisi totalitas itu asalnya makro, kemudian yang seksi kan urusan peningkatan masa jabatan kepala desa dari 6 menjadi malah awalnya 10 tahun, bukan 9 tahun,” imbuhnya.
Ditambahkan Gus Halim, “Nah, saya mendampingi diskusi-diskusi itu saya bilang kalau 10 tahun berarti kalau 2 periode 20 tahun ini agak krusial, nanti bisa berhadapan dengan warga masyarakat karena hari ini undang-undang hanya 18 tahun.”
Untuk sementara ini, lanjut Gus Halim, kalimat terakhir yang disampaikan Presiden Jokowi adalah masa jabatan kepala desa 6 tahun 3 periode. Terkait aspirasi perpanjangan masa jabatan menjadi 9 tahun 2 periode, Gus Halim mempersilahkan untuk dibahas di DPR.
“Kita tidak bicara setuju atau tidak setuju, saya memfasilitasi. Menteri tidak boleh bersikap sebelum presiden bersikap, kita akan mengikuti arahan presiden, tetapi saya fasilitasi diskusi-diskusi,” tandas Gus Halim. (rif/des/smr)