Viral Nama Produk Tuak, Beer, Wine Dapat Sertifikat Halal, BPJPH Kemenag: Persoalan pada Kesepakatan Penamaan 

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kemenag Mamat Salamet Burhanudin (kedua dari kanan) bersama Ketua BPJPH Kemenag Aqil Irham (ketiga dari kiri) saat hadir media gathering di Jakarta, baru-baru ini. Foto: dok humas BPJPH

Baru-baru ini beredar video berisi adanya produk dengan nama tuyul, tuak, beer, dan wine yang mendapat sertifikat halal. Terkait itu, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) pun mengklarifikasi.

semarak.co-Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Kemenag Mamat Salamet Burhanudin merinci, Pertama harus dijelaskan bahwa persoalan tersebut berkaitan dengan penamaan produk dan bukan soal kehalalan produknya.

Bacaan Lainnya

Artinya masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya. Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku.

Kedua, penamaan produk halal sebetulnya sudah diatur oleh regulasi melalui SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal. Juga, Fatwa MUI Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal.

Peraturan tersebut menegaskan, pelaku usaha tidak dapat mengajukan pendaftaran sertifikasi halal terhadap produk dengan nama produk yang bertentangan dengan syariat Islam atau bertentangan dengan etika dan kepatutan yang berlaku dan berkembang di masyarakat.

Namun pada kenyataannya, terang Mamat, masih ada nama-nama produk tersebut mendapatkan sertifikat halal, baik yang ketetapan halalnya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) maupun Komite Fatwa Produk Halal.

“Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Hal ini dibuktikan dengan data kami di Sihalal,” imbuh Mamat dirilis humas BPJPH Kemenag melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Selasa (1/10/2024).

Contohnya, produk dengan nama menggunakan kata wine yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 61 produk, dan 53 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa.

Contoh yang lain, produk dengan nama menggunakan kata beer yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 8 produk. Dan 14 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa.

Perlu disampaikan juga untuk produk-produk dengan nama menggunakan kedua kata tersebut yang ketetapan halalnya dari Komisi Fatwa MUI adalah produk yang telah melalui pemeriksaan dan/atau pengujian oleh LPH dengan jumlah terbanyak berasal dari LPH LPPOM sebanyak 32 produk. Selebihnya berasal dari lembaga yang lain.

Data uty mencerminkan fakta adanya perbedaan pendapat di antara ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. Perbedaan itupun sebatas soal diperbolehkan atau tidaknya penggunaan nama-nama itu saja, tetapi tidak terkait dengan aspek kehalalan zat dan prosesnya yang memang telah dipastikan halal.

Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH Dzikro melihat kondisi ini masih dalam ruang lingkup proses penyelenggaraan layanan sertifikasi halal yang berdasarkan perintah Undang-undang pelaksanaannya dilakukan oleh ekosistem layanan yang luas dan melibatkan banyak aktor.

Untuk itu, BPJPH mengajak semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi dan menyamakan persepsi, agar tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat terkait nama-nama produk. Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya.

BPJPH juga mengimbau dan mengingatkan kembali seluruh pihak tentang kewajiban sertifikasi halal tahap pertama yang akan berlaku setelah 17 Oktober 2024, khususnya untuk produk makanan dan minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.

“Alangkah baiknya, saat ini energi seluruh stakeholder Jaminan Produk Halal bersama masyarakat dan pelaku usaha digunakan untuk menyukseskan kewajiban sertifikat halal yang sudah semakin dekat,” pungkas Dzikro.

Screenshoot lembar produk halal. Foto: internet

Sebelumnya Jagat media sosial (medsos) dihebohkan dengan produk-produk yang menggunakan nama-nama nonhalal, tapi lolos mendapatkan sertifikat halal dari Kemenag. MUI menegaskan penerbitan sertifikat halal untuk produk dengan nama atau merek nonhalal tersebut, menyalahi aturan.

Produk-produk tersebut menggunakan nama non halal, seperti Rhum, Tuak, Beer, sampai Tuyul. Sebelumnya juha sempat heboh nama produk yang mencantumkan nama Wine dalam merek dagangnya.

Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan sesuai standar fatwa MUI, hal itu tidak dibenarkan. Merespon laporan masyarakat tersebut, MUI melakukan konfirmasi, klarifikasi, dan pengecekan.

Menyikapi persoalan tersebut, Asrorun mengatakan MUI langsung melakukan investigasi dan menggelar pertemuan untuk mencari titik terang atas kasus ini. Dia memimpin investigasi yang digelar Senin (30/9/2024).

Dari hasil investigasi dan pendalaman, terkonfirmasi bahwa informasi tersebut valid. Produk-produk tersebut memperoleh Sertifikat Halal dari BPJPH melalui jalur Self Declare. Yaitu jalur tanpa melalui audit Lembaga Pemeriksa Halal dan tanpa penetapan kehalalan melalui Komisi Fatwa MUI.

Penetapan Halal tersebut menyalahi Standar Fatwa MUI, juga tidak melalui Komisi Fatwa MUI. Karena itu MUI tidak bertanggung jawab atas klaim kehalalan terhadap produk-produk tersebut,” kata Asrorun dalam keterangannya Selasa (1/10/2024) dilansir triaspolitica.net: 10/01/2024 03:02:00 PM.

Lebih lanjut, dia menegaskan pihaknya akan segera koordinasi dengan BPJPH Kemenag untuk mencari jalan keluar terbaik. Agar kasus serupa tidak terulang. “Saya akan segera komunikasi dengan teman-teman Kemenag, khususnya BPJPH untuk mendiskusikan masalah ini,” tegasnya.

Dalam rapat tersebut diperoleh informasi bahwa kejadian itu valid, bukti-buktinya jelas terpampang dalam website BPJPH, dan diarsipkan oleh pelapor. Namun, belakangan nama-nama produk tersebut tidak muncul lagi di aplikasi BPJPH.

Guru Besar Ilmu Fikih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyatakan, sesuai dengan ketentuan dalam sertifikasi halal, penetapan kehalalan produk harus mengacu pada standar halal yang ditetapkan oleh MUI.

Sementara penerbitan Sertifikat Halal terhadap produk-produk tersebut, tidak melalui MUI dan menyalahi fatwa MUI tentang standar halal. Berdasarkan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standarisasi Halal, ada empat kriteria penggunaan nama dan bahan.

Di antaranya tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol makanan dan/atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan. Sesuai dengan pedoman dan standar halal, MUI tidak bisa menetapkan kehalalan produk dengan nama yang terasosasi dengan produk haram.

Termasuk dalam hal rasa, aroma, hingga kemasan. Apalagi produk dengan nama yang dikenal secara umum sebagai jenis minuman yang dapat memabukkan. (net/tri/smr)

 

sumber: TriasPolitica.net di WAGroup Ajang Diskusi (postSelasa1/10/2024/delihermanto)

Pos terkait