Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berkomitmen untuk melaksanakan penertiban kawasan dan tanah telantar secara berkesinambungan.
semarak.co-Melalui Reforma Agraria, tanah-tanah yang sebelumnya telantar dapat ditata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanahnya, sehingga tercapai keadilan, kepastian, dan perlindungan hukum.
Direktur Penertiban Penguasaan, Pemilikan, dan Penggunaan Tanah Kementerian ATR/BPN Iskandar Syah mengatakan, adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar memberikan dampak yang positif. Khususnya dalam penertiban kawasan, termasuk izin, konsesi, dan perizinan berusaha serta tanah telantar.
Hal itu seperti diungkapkan Iskandar Syah dalam Webinar Optimalisasi Pendayagunaan Tanah Telantar untuk Kesejahteraan Masyarakat Melalui Reforma Agraria dan Peran Bank Tanah yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian ATR/BPN secara daring dari Jakarta, Kamis (14/4/2022).
“Pemanfaatan suatu kawasan dan Hak atas Tanah (HAT) yang efisien dan efektif memberikan kontribusi untuk peningkatan perekonomian serta terciptanya persaingan usaha yang sehat, transparan, dan akuntabel,” ujar Iskandar dirilis humas melalui WAGroup Forum Mitra ATR/BPN, Jumat (15/4/2022).
Kesempatan sama, Deputi Bidang Manajemen Aset dan Pengadaan Tanah Badan Bank Tanah Kementerian ATR/BPN Perdananto Aribowo menuturkan, peran Badan Bank Tanah ialah menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan untuk kepentingan umum, pembangunan sosial, pemerataan ekonomi, dan Reforma Agraria.
“Dukungan dalam jaminan ketersediaan tanah untuk kepentingan pembangunan nasional adalah jaminan ketersediaan tanah yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka mendukung dan meningkatkan investasi. Dan dukungan untuk Reforma Agraria merupakan jaminan ketersedian tanah dalam rangka redistribusi tanah,” tutur Aribowo.
Dalam kesempatan ini, Kepala PPSDM Kementerian ATR/BPN Agustyarsyah mengatakan, dampak yang ditimbulkan akibat penelantaran tanah adalah tidak optimalnya pembangunan dan kesejahteraan, serta hilangnya peluang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, salah satu upaya yang dilakukan, yaitu melalui program Reforma Agraria.
“Tanah telantar perlu ditertibkan agar tanah-tanah yang telantar dapat ditata kembali, dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan negara. Tidak hanya ditertibkan, tapi perlu juga dilakukan pendayagunaan terhadap tanah-tanah negara bekas tanah telantar yang merupakan Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) melalui program Reforma Agraria,” imbuhnya.
Di bagian lain Kementerian ATR/BPN menyelenggarakan diskusi publik dengan topik Kebijakan Penataan Ruang dan Daya Saing Daerah Berkelanjutan secara daring dari Jakarta melalui link zoom, pada Kamis (14/4/2022).
Diskusi publik ini digelar dalam rangka menuju Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2022, yang mengangkat salah satu sub tema dari tema besar, yakni Harmonisasi Tata Ruang, di mana sangat bersinggungan dengan kepastian hukum Hak atas Tanah masyarakat dan perizinan berusaha.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Surya Tjandra berpendapat, diskusi kali ini menunjukkan dua hal penting. Pertama, terkait peluang dan tantangan kebijakan penataan ruang pasca Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), dan implikasinya bagi daya saing daerah yang berkelanjutan.
Kemudian kedua, rinci Wamen ATR/BPN Surya, terkait dengan faktor pendukung dan penghambat implementasi kebijakan penataan ruang pasca UUCK, khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah.
“Harmonisasi kebijakan penataan ruang menjadi kunci yang menentukan dinamika pembangunan, termasuk ikhtiar meningkatkan investasi dan implikasinya bagi kehidupan lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan tata kelola di daerah tersebut itu sendiri,” ucap Surya Tjandra dirilis humas melalui WAGroup yang sama.
Dalam konteks kemudahan berusaha, Rencana Tata Ruang (RTR) sebagai tatakan atau alas dalam setiap arah pembangunan yang merupakan bagian dari upaya penyederhanaan persyaratan dasar perizinan usaha itu sendiri.
Dalam rangka mencapai titik ideal itulah, UUCK membuat terobosan dengan beberapa ketentuan, di antaranya simplifikasi tata ruang daerah, serta dasar hukum kebijakan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) melalui peraturan kepala daerah (Perkada). Harapannya memang semua itu mampu menghadirkan kemudahan dan kepastian dalam perizinan berusaha.
Namun tidak bisa dipungkiri kalau penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko melalui Sistem Online Single Submission (OSS) dalam rangka Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) masih menghadapi tantangan dan hambatan dalam penerapannya. Salah satunya adalah dengan terbatasnya daerah yang memiliki RDTR di Indonesia, khususnya RDTR Digital.
“RDTR diharapkan menjadi dasar dalam menerbitkan Konfirmasi KKPR serta menjadi kebutuhan krusial pemerintah daerah yang perlu diakselerasi bersama-sama. Oleh sebab itu, kita perlu diskusikan bagaimana kita bersama bebenah memperbaiki itu dan rumuskan solusinya bersama,” ujar Surya Tjandra.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN berharap dengan diskusi hari ini agar bisa memberikan masukan dan rekomendasi kebijakan apa yang tepat bagi pemerintah pusat dalam mendukung harapan UUCK terwujud.
Yaitu bagaimana penyelenggaraan perizinan berusaha yang berbasis risiko serta kebijakan penataan ruang yang optimal sesuai dengan prinsip pembangunan daerah yang lebih berkelanjutan.
Mewakili Gubernur Jawa Timur, Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Cipta Karya Provinsi Jawa Timur, Baju Trihaksoro menuturkan bagaimana perspektif daerah mengenai kebijakan penataan ruang dan daya saing daerah berkelanjutan terhadap perizinan berusaha pasca UUCK.
“UUCK sangat membantu kita di daerah dalam meningkatkan iklim usaha. Karena pasal per pasalnya terutama dengan adanya kemudahan perizinan dasar, aturan perundangan ini menyederhanakan dan mengintegrasikan perizinan dasar dari sejumlah UU,” ungkap Baju Trihaksoro.
Sementara itu, Shinta Kamdani selaku Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia sangat mengapresiasi upaya yang dilakukan pemerintah, memperbaiki iklim investasi dalam konteks daya saing daerah melalui upaya harmonisasi penataan ruang dan perbaikan tata kelola perizinan.
“Saya yakin bahwa kolaborasi semua pihak mutlak diperlukan untuk mendorong Reforma Agraria dan perbaikan iklim investasi secara efektif demi tercapainya pembangunan yang adil inklusif dan berkelanjutan,” jelas Shinta Kamdani.
Diskusi publik ini menghadirkan narasumber dan penanggap dari Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Satgas Percepatan Sosialisasi UUCK, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), serta perwakilan pemerintah daerah. (jr/jm/ls/rs/smr)





