by M Rizal Fadillah SH *
semarak.co-Spanduk terpampang di Pakanbaru “Usir TKA Cina dari Indonesia” cukup menarik seolah merepresentasi keterusikan perasaan masyarakat pribumi atas mengalirnya TKA Cina.
Demikian juga tekad masyarakat Konawe Sultra (Sulawesi Tenggara) yang menolak kehadiran 500 TKA Cina. Pemerintah Daerah mendukung bahkan siap memimpin penolakan.
Secara terang terangan Pemerintah Pusat membuka lebar pintu masuknya TKA Cina ke perusahaan yang ada di berbagai daerah. Tekanan berupa penolakan hanya sampai pada kebijakan penundaan.
Menko Luhut menyatakan Juni Juli 500 TKA itu akan masuk. Terkesan pasang badan pak Menteri ini untuk kedatangannya. Dalihnya mereka adalah tenaga ahli yang dibutuhkan perusahaan.
Kekhawatiran dan keprihatinan atas banjirnya TKA Cina di tengah jutaan tenaga kerja lokal kita yang di PHK telah membawa MUI peduli. MUI se-Indonesia menyatakan sikap untuk mengawasi dan mewaspadai kedatangan TKA Cina ke seluruh daerah di Indonesia.
Meminta seluruh jajaran MUI agar melaporkan ke pihak berwenang bila mencurigai adanya TKA Cina yang datang. Apalagi jika sampai ditemukan penggunaan KTP palsu. Setingkat Ulama yang tergabung dalam Majelis Ulama Indonesia telah mereaksi kedatangan TKA Cina.
Ini sinyal serius dan bahaya. Ada aspek keagamaan yang terancam atau terdampak. Mungkin juga aspek ideologi dan keamanan. Ada kekhawatiran tenaga kerja yang datang adalah penyusup.
Badan tegap khas tentara para TKA cukup menjadi alasan atas kecurigaan. Keadaan ini menyentak dan menjadi perhatian khususnya bagi rakyat dan (seharusnya) Pemerintah. Ada lima hal yang perlu mendapat penekanan, yaitu:
Pertama, perlu keterbukaan mengenai hubungan sebenarnya RI dengan RRC apakah semata bisnis atau juga politis. MOU atau Perjanjian baik G to G maupun B to B hendaknnya dibuka ke publik. Presiden harus berpidato untuk ini.
Kedua, berapa target TKA Cina yang akan didatangkan ke negara Indonesia dan bagaimana proporsi dan hubungan kerja dengan tenaga lokal baik aspek penggajian maupun fasilitas lainnya.
Ketiga, filter atau acuan apa yang disiapkan Pemerintah untuk mengantisipasi dampak dari masuknya TKA Cina ke Indonesia. Dalam rangka menghindari penyusupan tentara Cina maupun penyebaran ideologi komunis.
Keempat, bagaimana jaminan sistem keamanan rahasia negara dengan kedekatan hubungan antar kedua negara. Adakah kewaspadaan terhadap para pengusaha taipan yang mungkin juga menjadi agen rahasia dari negara RRC?
Kelima, perlu pendataan akurat dari seluruh etnis yang ada di Indonesia (Jawa, Sunda, Minang dan lainnya) termasuk etnis Cina. Mengingat RRC atau PKC senantiasa menempatkan warga Cina diaspora menjadi bagian dari perjuangannya.
Hal ini penting sekurangnya untuk strategi pembauran. Tanpa melanggar UU Kewarganegaraan tentunya. Persoalan penolakan bahkan “Usir TKA Cina” tidak boleh dianggap enteng atau diabaikan oleh Pemerintah. Ini harus dipandang sebagai keresahan yang harus terklarifikasi dan terpola bagi solusi aman dan menenangkan.
Ada kekhawatiran dari rakyat dan bangsa Indonesia bahwa setelah mengalami penjajahan Portugis, Belanda, Jepang, maka kini ancaman itu adalah Cina. Sebagaimana Belanda dahulu awalnya hubungan bisnis dan urusan investasi, tetapi ujungnya adalah aneksasi dan kolonialisasi.
Adakah kerjasama maritim, investasi, dan hutang luar negeri saat ini merupakan road map menuju penjajahan? Pemerintah Jokowi mesti menjawab dengan bukti-bukti dan bukan dengan basa-basi atau janji-janji lagi. Rakyat semesta kini menuntut kebenaran dan kejujuran.
*) Penulis Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 18 Mei 2020
sumber: mediarakyatnusantara.com di WAGroup 000#MUSLIM BENTENG NKRI