Usia Kawin Pertama 23,6 Tahun, Prevalensi Stunting di Kota Magelang Turun Berdasarkan Penimbangan Serentak

Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo (kanan) pada ratusan Tim Pendamping Keluarga (TPK) Kota Magelang pada acara Sinergi Dan Kolaborasi Tenaga Lini Lapangan untuk Mensukseskan Program Bangga Kencana Dan Percepatan Penurunan Stunting, di Magelang, Jawa Tengah, Minggu (7/7/2024). Foto: humas BKKBN

Kepala Badan Koordinasi Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dr Hasto Wardoyo mengingatkan kembali jangan malu makan lele, karena kandungan nutrisi pada lele lebih baik daripada daging sapi.

semarak.co-Tidak pernah lupa, dr Hasto juga selalu mengingatkan bahwa stunting pasti pendek, tapi pendek belum tentu stunting. Stunting itu pendek plus otaknya tidak cerdas. Sekaitan dengan itu, dr Hasto menilai rata-rata IQ orang Indonesia masih rendah.

Bacaan Lainnya

“Daging sapi dibanding lele lebih bagus lele. Lele protein hewani, sapi juga. Lele ada DHA, omega 3, EPA tapi tidak ada di daging sapi,” terang dr Hastto pada ratusan Tim Pendamping Keluarga (TPK) Kota Magelang pada acara Sinergi Dan Kolaborasi Tenaga Lini Lapangan untuk Mensukseskan Program Bangga Kencana Dan Percepatan Penurunan Stunting, di Magelang, Jawa Tengah, Minggu (7/7/2024).

“IQ Indonesia urutan 130 di dunia. Protein hewaninya kurang. Yang membuat cerdas otak kita supaya tidak stunting itu protein hewani,” tambah dr Hasto hasil mengutip berdasarkan data Tingkat Kecerdasan Negara-negara di Dunia dari World Population Review tahun 2022.

dr Hasto mengatakan, median usia kawin pertama perempuan di Provinsi Jawa Tengah tercatat 21,7 tahun, sedangkan Kota Magelang 23,6 tahun. Adapun minimal 20 tahun, maksimal 35 tahun tapi masuk KRT atau kehamilan risiko tinggi,” jelasnya.

Dari data memperlihatkan bahwa median usia kawin pertama perempuan di Kota Magelang sudah lebih dewasa dibandingkan tingkat Jateng. “Jangan terlalu muda, jangan terlalu tua, jangan terlalu sering hamil dan jangan terlalu banyak,” pesan dr Hasto dalam sambutan.

Adapun Indeks Pembangunan Keluarga (iBangga) di Jawa Tengah naik. Skornya menjadi 63,1. Indikator iBangga adalah mandiri, tenteram, dan bahagia. Sementara skor untuk Jateng 65,5. Ia pun membeberkan keluarga berisiko stunting di Magelang Tengah, Magelang Utara, dan Magelang Selatan masih banyak.

Sumber air minum tak layak di Magelang Utara lebih tinggi dibanding Magelang Tengah dan Magelang Selatan. Sedangkan jamban tak layak paling banyak di Magelang Tengah. Persentase rumah tidak layak huni juga di Magelang Tengah tertinggi dibanding Magelang Utara dan Magelang Selatan.

Sementara Wakil Walikota Magelang KH. M. Mansyur mengungkapkan prevalensi stunting di Kota Magelang tahun 2023 mengalami peningkatan 1,5% berdasarkan hasil Survey Kesehatan Indonesia (SKI).

“Prevalensi stunting Kota Magelang 15,4%, dan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 sebesar 13,9%. Bila dilihat dari hasil penimbangan serentak di Kota Magelang tahun 2023, stunting di angka 10,4%,” ungkap KH Mansyur dirilis humas usai acara melalui WAGroup Jurnalis BKKBN, Senin (8/8/2024)

Ini berarti, berdasarkan hasil penimbangan dan pengukuran tinggi badan bayi yang dilakukan serentak di seluruh posyandu di Kota Magelang cenderung turun dibanding SSGI 2022 maupun SKI 2023. Hasil capaian ini akan diinput ke dalam Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM).

Menurt Wakil Walikota Magelang, permasalahannya stunting yang kompleks perlu ditangani secara konvergen di semua tingkatan atau lini. “Masih terus menjadi fokus bagi kami untuk atasi permasalahan yang menyertainya. Dari permasalahan tersebut muncul inovasi yang digagas para emak-emak Magelang untuk mencegah stunting,” paparnya.

Dalam hal ini, Ketua TP PKK Kota Magelang punya ide dan inovasi dengan sebutan Ceting Emas (Cegah Stunting Emak-emak Magelang Sehat). Inovasi ini dikembangkan berkolaborasi dengan lintas sektor dan stakeholders pendukung lainnya.

Dipengaruhi Dua Faktor

Anggota DPD RI 2019-2024 yang juga Ketua KNPI Provinsi Jateng Casytha Arriwi Kathmandu mengungkapkan, permasalahan perkawinan usia muda di Jawa Tengah yang dipengaruhi dua faktor. Yakni, kultur masyarakat Jawa Tengah yang menormalisasi pernikahan setelah lulus SMA dan penggunaan sosial media (sosmed) di kalangan remaja.

“Kultur sosial di Jateng yang kata orang Jateng itu maju ternyata nggak juga. Masih ada pemikiran kewajiban perempuan ya menikah. Pertanyaannya, bagaimana mengubah mindset masyarakat seperti ini. Kultur sosial di Jateng masih gitu. Yang kedua adalah sosial media terkait dengan nikah,” jelasnya.

Kata Casytha, sekarang ada dua tren yang berkembang. Pertama, menikah adalah solusi dari semua permasalahan hidup dan kampanye childfree. “Jadi di media sosial beredar menikah jadi solusi dari semua permasalahan hidup. Ga tau aja kalau asal nikah ya tambah masalah pas menikah,” ujarnya.

“Kedua, ada tren juga, “udahlah ga usah nikah, single itu happy. Ga usah punya anak karena anak itu tambah masalah. Orang banyak kampanye gini di sosmed dan followersnya banyak. P engaruh sosmed sangat luar biasa. Saya yakin peran TPK makin dibutuhkan dalam pendampingan keluarga dalam menghadapi dua permasalahan tersebut,” ujarnya.

Acara Slsinergi dan kolaborasi ini dihadiri 282 TPK, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk & KB Kota Magelang Nasrodin serta ⁠Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Tengah Eka Sulistia Ediningsih, dan ⁠Direktur KIE BKKBN Soetriningsih. (smr)

Pos terkait