Oleh Bambang Soesatyo *
semarak.co-Jika visi Indonesia 2045 diterima sebagai kesepakatan dan keputusan politik nasional yang dipermanenkan, tantangannya adalah menjaga konsistensi proses kerja berkelanjutan mewujudkan visi itu. Selama lebih dari dua dekade ke depan, kepemimpinan nasional pasti berganti.
Adakah jaminan visi Indonesia 2045 tidak dirubah oleh perubahan kepemimpinan nasional? Untuk menjaga konsistensi proses mewujudkan visi tersebut, parlemen yang mewakili semua elemen masyarakat perlu merumuskan dan menyepakati Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) melalui amandemen terbatas UUD 1945.
Visi Indonesia 2045 itu merumuskan cita-cita negara-bangsa yang ingin diwujudkan melalui proses kerja berkelanjutan sepanjang dua dekade lebih, terhitung sejak sekarang. Oleh potensi riil yang melekat pada negara-bangsa saat ini, pada 2045, Indonesia diproyeksikan menjadi negara maju dan meraih status sebagai salah satu dari lima besar kekuatan ekonomi dunia.
Cita-cita itu bisa diwujudkan karena keunggulan kualitas sebagian besar orang indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Itulah gambaran wajah negara-bangsa yang ingin diwujudkan ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia ini merayakan satu abad sejarah kemerdekaannya.
Sejalan dengan cita-cita itu, OECD atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi pada 2019 juga telah menghadirkan proyeksi yang kurang lebih sama. Menurut OECD, pada 2045, produk domestik bruto Indonesia akan mencapai USD 8,89 triliun.
Proyeksi itu berpijak pada asumsi bahwa sepanjang 2030-2040, Indonesia menghadirkan fakta bonus demografi karena warga negara usia produktif mencapai 64 persen dari total penduduk yang mendekati 300 juta jiwa.
Dengan perkiraan jumlah penduduk sebanyak itu, jelas bahwa Indonesia menjadi salah satu pasar yang besar. Dan, dengan fakta bonus demografi itu, konsumsi warga negara usia produktif pasti sangat potensial.
Untuk mewujudkan cita-cita Indonesia 2045, tentu saja harus dibuat program prioritas. Tak cukup program prioritas, tetapi dibutuhkan juga kesungguhan untuk fokus dan konsistensi menyelesaikan semua program prioritas itu. Artinya, penyelesaian semua program prioritas itu haruslah kerja yang berkelanjutan.
Tak boleh ada jeda atau penundaan, apalagi diputus atau dihentikan di tengah jalan. Faktor konsistensi menjadi sangat penting agar semua program prioritas dapat diselesaikan sesuai perencanaan waktunya. Tidak boleh ada program prioritas yang mangkrak dengan alasan apa pun.
Dalam konteks itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) telah menetapkan empat program prioritas sebagai jalan untuk mewujudkan visi Indonesia 2045.
Empat program itu meliputi program pembangunan manusia serta penguasaan Ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan penguatan efektivitas tata kelola pemerintahan.
Tidak ada program baru karena empat program prioritas ini sudah dimulai dan tengah berjalan. Program pembangunan manusia misalnya, tentu masih relevan dengan salah satu program prioritas yang dicanangkan Presiden Joko Widodo pada awal periode kepresidenannya yang kedua.
Presiden saat itu menetapkan pembangunan sumber daya manusia yang cakupannya cukup luas karena juga menyasar perawatan ibu hamil dan balita, serta kebutuhan anak menjalani pendidikan dasar.
Dalam konteks Indonesia 2045, tentu diperlukan penajaman dalam program ini karena menargetkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fokus dan konsistensi pada program ini idealnya selalu terjaga.
Dalam program pembangunan ekonomi berkelanjutan, motor penggeraknya adalah investasi dan perdagangan, industri, pariwisata, maritim, dan jasa, didukung infrastruktur yang andal serta ketahanan pangan, energi, dan air yang kuat untuk merawat kualitas hidup manusia.
Wujud ketahanan pangan adalah mandiri dan berkelanjutan, menjaga swasembada karbohidrat dan protein, meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian, serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Sementara ketahanan air diarahkan untuk memantapkan kuantitas, kualitas, kontinuitas, dan aksesibilitas sumber daya air untuk mendukung sektor-sektor strategis, pencegahan bencana dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Visi Indonesia 2045 dengan empat pilar atau program prioritas itu identik dengan cetak biru haluan negara dalam merencanakan program-program pembangunan nasional untuk setidaknya selama dua dekade ke depan.
Tentu saja ada tantangan. Utamanya, visi Indonesia 2045 itu harus bisa diterima dan disepakati oleh semua elemen masyarakat melalui para wakilnya di parlemen karena semua rincian dan pembiayaan program prioritas pembangunan nasional itu pada akhirnya dibahas oleh pemerintah dan komisi-komisi di DPR.
Melihat tujuan strategisnya, semua pihak tentu berharap visi Indonesia 2045 itu bisa diterima oleh seluruh elemen rakyat, dan segera ditetapkan sebagai keputusan politik pembangunan nasional.
Namun, menetapkannya sebagai keputusan politik nasional belum cukup. Tantangan berikutnya adalah persoalan fokus dan konsistensi. Diperlukan payung hukum dan politik untuk mewajibkan setiap presiden dan para menteri, serta semua kepala daerah, mematuhi, melaksanakan dan merealisasikan semua program dalam visi Indonesia 2045.
Dalam konteks inilah diperlukan PPHN. Keterkaitan erat antara visi Indonesia 2045 dan urgensi PPHN bukanlah mengada-ada. PPHN yang filosofis menjadi instrumen yang mengawal sekaligus penunjuk arah pembangunan nasional agar tidak melenceng dari visi Indonesia 2045.
PPHN juga menjadi faktor pendorong dan sekaligus ‘penekan’ untuk memastikan realisasi semua program dalam visi Indonesia 2045. Inisiatif MPR RI sejak dua periode lalu (2009-2014 dan 2014-2019) menghadirkan PPHN melalui amandemen terbatas UUD 1945 sungguh-sungguh bersih dan bebas dari kepentingan politik praktis yang sempit dan dangkal.
PPHN strategis untuk memastikan rencana pembangunan nasional yang berkelanjutan itu tepat arah, tepat sasaran menyejahterakan rakyat, dan responsif terhadap perubahan zaman. Sejatinya, visi Indonesia 2045 yang dipayungi PPHN berbicara tentang masa depan negara-bangsa, dan juga berbicara tentang tantangan masa depan generasi anak cucu.
Jelas bahwa tantangan terkini dan tantangan masa depan tidaklah sama. Visi Indonesia 2045 dengan payung PPHN menjadi bekal bagi generasi muda menghadapi dinamika tantangan di kemudian hari. Jadi, dalam konteks menyikapi urgensi PPHN, siapa pun hendaknya tidak berpijak pada kepentingan sempit saat ini, apalagi kepentingan politik praktis.
Ingat bahwa bonus demografi pada 2045 akan menghadirkan kemakmuran bagi anak cucu jika sumber daya manusia Indonesia kompetitif dan produktif. Sebaliknya, bisa menjadi masalah teramat serius pada saat itu jika lapangan kerja yang tersedia jauh lebih kecil dibanding jumlah angkatan kerja yang memadati pasar kerja.
*) Penulis adalah Ketua MPR RI/Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum UNPAD/Dosen Universitas Terbuka
sumber: share penulis kolom detik.com di WAGroup Alumni HMI/(post Sabtu, 4/9/2021/bamsoet)