Pemerintah Indonesia bersama dengan dukungan Pemerintah Jerman di bawah kerangka kerja sama teknis dalam bidang Perlindungan Sosial (Social Protection Programme) yang diimplementasikan GIZ (GIZ SPP) memberikan dukungan nyata dan dalam jangka panjang kepada DJSN dalam bidang Perlindungan Kesehatan Sosial atau Jaminan Kesehatan sejak 2009.
Dukungan tersebut diimplementasikan dalam bentuk pengembangan kapasitas SDM dan pengembangan kelembagaan agar dapat membantu DJSN membawa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah diluncurkan serentak, tahun 2014 ke tahap selanjutnya.
Wakil Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) – Ketua Komisi Kebijakan, Ahmad Ansyori mengatakan, sebagai wujud komitmen Pemerintah Indonesia, Peta Jalan (roadmap) Kesehatan Nasional 2012–2019 disusun agar dapat memberikan langkah–langkah yang lebih jelas dalam mencapai UHC.
Karena itulah, perluasan cakupan keanggotaan menjadi hal yang penting dalam upaya mencapai cakupan kesehatan universal bagi seluruh masyarakat Indonesia pada tahun 2019
“Indonesia menuju reformasi sistem perlindungan sosial secara universal dimulai dengan harapan tercapainya UHC di 2019. Sejauh ini seluruh pemangku kepentingan terkait telah mencapai hasil yang cukup baik jika dilihat dari empat tahun pelaksanaan JKN sejak 2014.,” ujar Ansyori di Jakarta, Sabtu (8/12).
Dalam proses ini, lanjut Ansyori, sejumlah institusi, lembaga dan fungsi – fungsi dari sistem yang ada telah berevolusi dengan baik. Sebagai contoh, DJSN dibentuk dan mendapatkan amanat untuk menjalankan implementasi reformasi yang tekait pada tiga (3) komponen.
Itu terdiri dari 1) memformulasikan rekomendasi kebijakan dalam bidang jaminan sosial (khususnya berkaitan dengan kebijakan Presiden/Pemerintah), 2) steering pemangku kepentingan antar lembaga dan sektor berkaitan dengan perlindungan sosial, serta 3) monitoring dan evaluasi implementasi reformasi perlindungan sosial di Indonesia.
Pada November 2018, JKN telah memberikan manfaat kepada lebih dari sekitar 241 juta masyarakat Indonesia, dan masih terdapat sekitar 40 juta masyarakat lagi yang harus mendapatkan perlindungan kesehatan hingga Desember 2019.
Perlindungan Kesehatan
Jumlah ini merupakan angka yang cukup signifikan, tidak hanya pada perlindungan kesehatan tetapi juga pada pemberian kualitas manfaat yang tinggi serta memastikan keberlanjutan program tersebut secara finansial.
Dengan latar belakang inilah, maka desain dan model pembiayaan sangat penting untuk ditinjau dan dikembangkan lebih lanjut untuk mempertahankan agenda reformasi kesehatan.
“Pemerintah Indonesia bersama dengan dukungan Pemerintah Jerman di bawah kerangka kerja sama teknis dalam bidang Perlindungan Sosial (Social Protection Programme) yang diimplementasikan oleh GIZ (GIZ SPP), telah memberikan dukungan yang menyeluruh dan komprehensif dari sejak dimulainya penyiapan design di tahun 2010,” ujarnya.
Termasuk di dalamnya penyiapan regulasi utama untuk memastikan beroperasinya JKN pada 1 Januari 2014 sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial (SJSN) dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Kemudian penyiapan – termasukrestrukturisasi kelembagaan DJSN, agar dapat berperan sebagai aktor terdepan dalam reformasi perlindungan sosial dengan fokus kepada penguatan kapasitas dan kapabilitas anggota DJSN maupun Sekretariat.
“Pengembangan kapasitas merupakan mandat inti kerja sama teknis ini dan menjadi panduan seluruh kegiatan yang dilaksanakan dalam kerangka kerja sama dengan lembaga mitra,” ujar Ansyori.
Di bawah kerangka kerja sama teknis antara Pemerintah Indonesia dan Jerman telah menghasilkan modul pelatihan yang bertujuan untuk memperkenalkan kepada anggota Dewan dan Sekretariat DJSN dengan prinsip-prinsip dasar dan konsep pembiayaan jaminan kesehatanmelalui apa yang dikenal dengan Health Economic Financing (HEF).
Melalui telaahan dan presentasi konsep-konsep HEF oleh tenaga ahli dari GIZ dan diikuti dengan pelatihan, kunjungan lapangan serta membangun studi kasus dengan salah satu penyedia jasa layanan – dalam hal ini RSUD Mangusada Badung, Bali – tim DJSN yang terlibat mendapatkan pengertian lebih baik terhadap sistem yang ada di Indonesia.
Selain itu juga mulai menggunakan prinsip HEF dalam menganalisis implementasi dan persoalan dalam jaminan kesehatan, dalam upaya menyediakan masukan kepada Presiden yang berbasiskan kepada angka dan fakta (evidence based policy) yang sesuai dengan prinsip kebijakan Presiden “bicaralah dengan angka dan fakta“.
Guna memastikan keberlangsungan, mendorong dan meningkatkan prestasi yang telah dicapai oleh pemerintah Indonesia kedepannya, maka seluruh pemangku kepentingan menyuarakan pentingnya pendekatan pengembangan kapasitas yang berkelanjutan.
Secara khusus, DJSN meminta upaya yang lebih intens dan cepat, untuk penguatan kelembagaan dan juga unit-unit pendukung yang berada di dalamnya. (ita)