Di pelosok desa Kecamatan Citereup, Bogor, Jawa Barat, ada pelaku UKM di bidang industry pakaian jadi dengan brand HS Collection. Memang keuntungan bersihnya baru Rp 30 juta per bulan atau Rp 1 juta per hari, tapi industry yang ditekuni ibu bernama Hj Sumirah (47) patut menjadi inspirasi bagi calon wirausaha pemula. Pasalnya, Sumairah mengambil bahan baku untuk produknya dari sisa kain atau bekas potongan pabrik dan konveksi didaur ulang jadi pakaian.
Hj Sumairah, nama yang kemudian dijadikan brand produknya berupa HS Collection mengawali usaha hanya bermodal Rp 60 juta. Uang ini sisa berbagai usaha sebelumnya, seperti warung sate, besi tua, dan lain-lain. Uang ini untuk membeli mesin obras. Langkah ini diambil karena Sumairah bertemu seorang karyawan konveksi yang pintar menjahit. Sedangkan dirinya sebagai pemodal. Berikutnya, satu karyawannya ini mengajak teman-temannya di pabrik maupun konveksi yang dekat rumah Sumairah untuk bergabung.
Sekarang karyawannya berjumlah enam orang yang bekerja dengan tujuh mesin baik untuk jahit, obras, dan lainnya. Karyawannya ini tidak saja sebagai tukang jahit dan obras, tapi semua merangkap sebagai pemasok dan penjual produk pakaian jadi. Tidak saja baju gamis, kaos, celana dalam, dan banyak lagi. Karena itulah, diakui Sumairah, pendapatan karyawan jadi lumayan besar disamping keuntungan khusus Sumairah sebesar Rp 1 juta per hari tadi.
“Kalau kendalanya, kami merasa di bagian pasar (pemasaran,red). Karena yang menjual pakaian dari karyawan sendiri. Memang ada juga karyawan pabrik dan konveksi teman-teman karyawan saya yang ikut-ikutan mengambil barang untuk dijual di pabrik maupun tempat tinggalnya, tapi kalau melihat potensi pasar, kami merasa masih kurang. Karena penjual yang mengambil barang minimal satu kodi ini selalu habis. Walaupun kalau tidak habis, kami membolehkan untuk ditukar barang lain,” ungkap Hj Sumairah, saat dikunjungi Bank Syariah Mandiri (BSM) yang menjadi pembina usahanya sekaligus pendamping di workshop HS Collection, kawasan Citereup, Bogor, Rabu (13/9) siang.
Saat ini, lanjut Sumairah, selain pasarnya melalui penjualan langsung atau sales, tapi sudah ada dua toko. Satu di tempat workshopnya dan satu lagi di Madura, Jawa Timur. Dia menargetkan tahun ini dapat membuka tiga toko HS Collection lagi di Madura semua. Keberaniannya mengembangkan usaha lebih besar lagi, bukan karena potensi bisnisnya saja, tapi karena adanya Bank Syariah Mandiri (BSM). Anak usaha Bank Mandiri ini telah memberikan kredit murabhaha sekaligus binaan dan pendampingan.
“Saya ini gagap teknologi (gaptek), jadi tidak tahu menahu memasarkan secara digital atau online. Nantilah kalau anak saya sudah pulang dari sekola di luar. Insya Allah saya akan coba pasar digital itu. Soal pinjaman pertama, tahun 2013 besarnya Rp 200 juta. Karena dinilai jadi nasabah yang baik dan dapat sukses, saya diberikan pinjaman lagi Rp 200 juta, pada 2015 dan sekarang naik lagi hampir Rp 500 juta. Dana ini untuk digunakan membuka toko yang paling utama. Sisanya untuk internal usaha, seperti pengadaan bahan baku, operasional, dan lain-lain,” ungkap ibu dua anak yang sekarang sedang kuliah S2 di Malaysia.
Meskipun bahan bakunya mengandalkan pasokan dari sisa pabrik dan konveksi, tapi Sumairah bersyukur selama ini tidak pernah kosong atau kekurangan pasokan bahan baku. “Boleh dibilang, pasokan bahan baku melimpah. Karena selain ada yang suplai dari pabrik kain maupun konveksi, tapi banyak juga masyarakat yang menjual pada kami. Nanti kami pilah-pilah atau kami desain agar menjadi daur ulang pakaian yang tak kalah bagus di toko-tokoh permanen,” ujarnya.
Perbandingan harga bahan baku, kata dia, bisa mencapai 70 persen dibanding beli bahan kaian roll. Karena murahnya harga bahan baku yang jauh ini, maka bisa menghemat 45 persen harga jual produknya dari produk pakaian kebanyakan. “Per pcs kami jual Rp 100 sampai Rp 250 ribu. Tergantung potongan pakaiannya. Kalau celana dalam, satu potong hanya Rp 5000,” ujarnya.
Adapun alasannya bertahan menjadi nasabah BSM, Sumairah mengaku, karena pelayanannya bagus dan merakyat. “Seiring dengan perkembangan usaha, saya mulai butuh dukungan modal. Tahun 2005 saya mengenal BSM karena sistem syariahnya, proses cepat dan memuaskan. Sejak saat itu hingga sekarang saya nyaman dengan BSM. Awal-awal pernah mau ke bank BUMN lain, tapi bilangnya mau ke rumah, kok nggak datang-datang. Jadi saya malas. Selain itu, ini ada sisi ibadahnya. Karena pinjamannya system syariah atau bagi hasil. Waktu pinjaman pertama, bagi hasilnya 20 persen. Pinjaman selanjutnya turun hingga 18 persen,” ungkapnya.
Brand Manager BSM Kantor Cabang Citereup Niken Larasati mengakui, pembayaran cicilan Rp 5,8 per bulan selama empat tahun, cukup lancer. Ini menjadi contoh bagi nasabah-nasabah lain. “Kami juga diuntungkan adanya promosi dari mulut ke mulut nasabah pada calon nasabah. Hingga Agustus 2017, kredit macet atau NPF kami nol persen. Walau ada yang nunggak satu bulan, itu tidak bisa masuk di atas nol persen,” kilah Niken di tempat yang sama.
Kinerja BSM KC Citereup sendiri cukup kinclong. Sejak Niken masuk 2013, jumlah pembiayaan/outstanding mikro terus meningkat dari Rp 4 miliar. Tahun ini, sudah menembus Rp 10,8 miliar di posisi Agustus 2017. Ini dari target Rp 12 miliar hingga akhir tahun. “Ini dibagi atas 271 nasabah mikro dan 45 persennya atau 124 nasabah, ibu-ibu rumah tangga produktif, seperti usaha warung atau home industry kue-kue. Sisanya karyawan pabrik dan konveksi sekitar Citereup,” ungkapnya.
Corporate Secretary BSM Dharmawan P. Hadad menyampaikan, dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor riil dan membantu program pemerintah dalam penyerapan tenaga kerja, Mandiri Syariah berkomitmen untuk tetap mendukung segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Dukungan terhadap pembiayaan pada segmen UMKM sejalan dengan ketentuan PBI No. 17/12/PBI/2015 mengenai Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di mana portofolio pembiayaan ke segmen UMKM setiap Bank minimal 20%.
Per posisi Agustus 2017, portofolio pembiayaan UMKM Mandiri Syariah mencapai 25,09%, atau sekitar Rp14,5 triliun dari total pembiayaan senilai Rp57,86 triliun. Khusus untuk segmen mikro, per posisi Agustus 2017 Mandiri Syariah menyalurkan pembiayaan senilai Rp4,22 triliun. Pembiayaan tersebut diberikan kepada sekitar 74 ribu nasabah di seluruh Indonesia.
Pembiayaan terhadap sektor usaha UMKM merupakan kontribusi BSM dalam membangun Negeri melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat melalui pembiayaan produktif dan multiguna. “Jadi dengan jangka waktu maksimal 4 tahun UMKM dapat menggunakan pembiayaan untuk modal kerja dan investasi. Saat ini kami mempunyai beberapa bidang usaha unggulan seperti usaha bengkel, pedagang pasar, toko kelontong, perdagangan sembako dan rumah makan, kesehatan/paramedis, dll” jelas Dharmawan.
“Namun bukan berarti kami tidak akan mendukung bidang usaha lain di luar bidang unggulan tersebut. Asalkan usahanya memenuhi ketentuan tentu akan kami support. Selain pembiayaan, Mandiri Syariah juga rutin memberikan pelatihan dan pendampingan usaha guna meningkatkan kompetensi UMKM,” tuntasnya. (wiy/lin)