Aksi massa 411 yang dilakukan Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatannya menjadi bahan pembicaraan, lantaran demonstrasi massa yang terjadi di Indonesia dinilai dianggap makar.
semarak.co-Prasangka tersebut disampaikan Hersubeno Arief dalam video yang diunggah di platform YouTube akun Rocky Gerung Official berjudul Mengapa Setiap Kali Ada Unjuk Rasa Jokowi Kabur dari Istana?
Ia mengemukakan, aksi 411 yang digelar di depan Istana Presiden, Jumat (4/11/2022) seharusnya tidak bisa langsung dituding sebagai tindakan makar. Menurutnya, tuntutan Jokowi mundur dari jabatannya dijamin konstitusi.
“Tuntutan mundur itu bukan berarti harus makar loh ya. Karena itu dijamin secara konstitusi untuk menuntut seorang Presiden mundur, yang nggak boleh itu justru seorang presiden yang mau maju terus sampai tiga periode kan. Justru itu yang dilarang oleh konstitusi,” ujar Hersubeno Arief seperti dikutip Warta Ekonomi-jaringan suara.com, Sabtu (5/11/2022) di msn.com.
Selama ini di Indonesia, terang Hersubeno, unjuk rasa kerap diidentikan dengan kerusuhan atau kekecauan sehingga menjadi alasan aparat bertindak repreesif. “Di Indonesia ini kelihatannya seolah-olah kalau unjuk rasa itu identik bahwa itu akan terjadi kerusuhan atau kekacauan.
“Dan itu yang kemudian membuat aparat keamanan bertindak represif dalam soal unjuk rasa. Padahal kan sebenarnya hak menyatakan pendapat itu dijamin daripada konstitusi kan,” sindir Hersubeno yang juga pengamat politik dilansir msn.com dari suara.com.
Menimpali pendapat tersebut, Rocky Gerung menyatakan, hak demonstrasi rakyat harus dijaga, lantaran demonstrasi yang akan menghidupkan demokrasi. “Nah kalau alasannya itu berbahaya, di mana ada demonstrasi yang tidak menimbulkan semacam kerusuhan? Tetapi tidak ada kerusuhan yang membahayakan demokrasi. Kalau betul-betul aparat itu bekerja sesuai dengan SOP kan,” ujarnya.
Terkait dengan aksi massa yang dilakukan GNPR pada Jumat kemarin (4/11/2022), bertepatan dengan peringatan 411, Rokcy menyatakan, presiden pasti mengetahui potensi dalam aksi demonstrasi yang dilakukan pada Jumat kemarin.
“Demikian juga soal demonstrasi, Presiden pasti tahu bahwa oh ini akan ada potensi jadi kerusuhan sehingga dia pergi dari situ. Justru dia pergi dari situ menimbulkan semacam dendam sehingga nanti akan balik lagi demonstrannya,” papar Rocky Gerung yang dikenal sebagai ahli filsafat dari Universitas Indonesia (UI).
Ia mengingatkan, jika Jokowi datang menemui demonstran dengan pengamanan yang sesuai SOP (standar operation procedur), seperti saat menemui demonstran 212 lalu, maka tidak terjadi apa-apa. Ia mengemukakan, jika pada dasarnya rakyat hanya ingin mengeluh kepada pemimpinnya.
Pun ia juga mengungkapkapkan, tuntutan presiden mundur bukan bentuk tindakan makar. Rocky mengemukakan, Jokowi hanya perlu mendiamkan hal tersebut, karena pada dasarnya hal itu termasuk ke dalam hal rakyat untuk mengucapkan kejujuran pikiran itu terhalang karena ketakutan akan adanya pidana.
“Kalau saya bilang, presiden mundur aja karena nggak mampu untuk membereskan potensi perpecahan bangsa yang basisnya rasialisme, yang basisnya agama, yang basisnya primordial. Ya saya kasih faktanya kan,” sindirnya.
Diketahui bahwa aksi 411 yang berlangsung di dekat Istana Presiden, tepatnya Kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, menuntut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur dari jabatan presiden. Para demonstran yang tergabung dalam GNPR menggelar aksi dengan tajuk Aksi Bela Rakyat (AKBAR) berlangsung, Jumat (4/11/2022).
Pada aksi 411 ini terdapat sejumlah anggota Persaudaraan Alumni (PA) 212. Aksi dengan massa yang besar ratusan ribu ini dipimpin Habib Hanif Al Athos. Habib Hanif Al Athos merupakan menantu Habib Rizieq, mantan Ketua FPI.
Dilansir dari tribunnews.com, Habib Hanif Al Athos termasuk dalam jajaran pimpinan Front Pembela Islam (FPI). Ia pernah terseret kasus penyebaran berita bohong soal tes swab di RS Ummi, Bogor yang mengantarkannya masuk bui. Dikutip dari Kompas.com, Habib Hanif Al Athos berhasil bebas dari Rutan Bareskrim Mabes Polri, 24 Januari 2022.
Sebelumnya, Habib Hanif Al Athos divonis satu tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Timur pada 24 Juni 2021. Habib Hanif Al Athos terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana dan turut serta dalam menyiarkan berita bohong.
“Menyatakan terdakwa Muhammad Hanif Alatas bin Abdurahman Alatas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan perbuatan menyiarkan pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 1 tahun,” lanjut Khadwanto saat itu dilansir tribun-medan.com – Jumat (4/11/2022).
Dalam orasinya, Habib Hanif Al Athos menyebut jika rakyat merupakan majikan dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun, menurut Habib Hanif Al Athos, anggota DPR justru mengabaikan suara rakyat. Padahal anggota DPR sejatinya tidak bisa berkuasa tanpa adanya rakyat itu sendiri.
“Sudah ada tiga aksi akbar tapi tidak didengar. Tuntut tidak dikabulkan. Suara rakyat diabaikan. Padahal tanpa rakyat DPR tidak bisa naik. Kami adalah majikan kalian. Kami pemilik bangsa pemilik kedaulatan,” kata Habib Hanif Al Athos sebagaimana diberitakan tribunnews.com sebelumnya.
Aksi tersebut dimulai sejak sekitar pukul 14.00 WIB. Pada sore harinya, Kawasan Patung Kuda sempat diguyur hujan, yaitu sekitar pukul 17.05 WIB. Di tengah guyuran hujan, kerumunan massa nyaris diricuhkan oleh seorang provokator. Tak berselang lama, panitia aksi pun mengamankan sang provokator.
“Sudah diamankan provokatornya. Kembali ke posisi masing-masing,” teriak orator aksi dari atas mobil komando utama. Dalam aksi, para pendemo hanya akan membawa satu tuntutan, yaitu agar Presiden Joko Widodo mengundurkan diri dari jabatannya.
Tuntutan tersebut disebabkan tak digubrisnya tuntutan awal mereka pada demo sebelumnya. “Tidak ada tanggapan, tidak digubris, dan tidak dihiraukan tuntutan kita,” ujar Koordinator Lapangan GNPR 411, Muhammad Bin Hussein Al Attas saat dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (4/11/2022).
Polisi mengungkap keributan yang terjadi di tengah Aksi 411 di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (4/11/2022). Rupanya keributan itu akibat adanya kesalahpahaman sesama demonstran.
“Tadi memang diduga ada provokator, tapi kami cek langsung ternyata hanya salah paham di kalangan mereka, antar mereka sendiri. Jadi bukan orang dari luar dan sudah kita pastikan bukan orang dari luar dan hanya salah komunikasi saja,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Komarudin, Jumat (4/11/2022) dilansir kumparan.com.
Komarudin menjelaskan, kesalahpahaman itu terjadi akibat ada segelintir massa aksi yang ingin pulang. Namun demonstran yang ingin pulang itu ditentang oleh yang masih hendak bertahan. “Tadi ada di antara mereka mungkin sebagian ingin mengajak pulang, itu yang tadi kita dengar sedikit namun ada sebagian lagi yang mengatakan untuk bertahan,” ujarnya.
Komarudin memastikan demo hari ini berlangsung aman dan lancar. Namun dia memohon maaf apabila ada masyarakat yang terganggu akibat pengalihan arus. Pada kesempatan ini polisi memohon maaf kepada masyarakat tentunya dampak dari pengalihan arus lalin ada macet di beberapa titik.
“Namun hal itu dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan seluruh aktivitas bisa berjalan dengan tertib walaupun ada sedikit kemacetan,” pungkas Komaruddin dilansir kumparan.com, Jumat (4/11/2022).
Diketahui, dalam demonstrasi tadi, sejumlah peserta aksi 411 sempat terlibat cekcok dengan sesama pendemo. Seorang peserta aksi langsung ditarik mundur oleh pendemo lainnya. Keributan itu terjadi secara tiba-tiba sekitar pukul 17.10 WIB.
Sebagian massa aksi kemudian langsung berkerumun dengan maksud memisahkan massa yang terlibat keributan. Tak berselang lama, terlihat seorang peserta aksi menarik mundur salah satu pendemo yang diduga menjadi provokator. Pria itu terlihat digiring keluar menjauhi kerumunan. (net/tbc/kum/sua/smr)