Tuntunan untuk Menunaikan Adzan dan Qamat

Pengeras suara atau speaker masjid. foto: internet

Penulis Al Ustadz Ja’far Umar Thalib رحمه الله

semarak.co-Karena Adzan dan Qamat itu adalah ibadah, maka harus ditunaikan dengan ikhlas karena Allah Ta’ala bersih dari unsur syirik, serta harus mengikuti tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam dan bersih dari bid’ah atau penyimpangan dari tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam.

Bacaan Lainnya

Maka dalam rangka inilah kita perlu mempelajari bagaimana tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam menurut apa yang didengar atau dilihat dan dipahami para Shahabat beliau dan para Tabi’in, Tabi’it Tabi’in dan para Ulama’ Ahlul Hadits. Berikut ini beberapa riwayat tentang kaifiyah (cara-cara pelaksanaan) adzan dan qamat:

  1. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih, bahwa beliau menceritakan: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam memerintahkan disiang harinya untuk memukul lonceng guna mengumpulkan kaum Muslimin untuk menunaikan shalat lima waktu di masjid, di malam harinya aku bermimpi melihat seorang yang mengelilingi aku dalam keadaan aku tidur membawa lonceng.

Maka akupun menanyainya: “Wahai hamba Allah apakah kamu mau menjual lonceng ini?” Orang itupun balik bertanya kepadaku: “Apa yang akan engkau lakukan dengan alat ini?” Aku menjawab: “Aku akan gunakan untuk memanggil orang menunaikan shalat.”

Maka orang itu menanyaiku lagi: “Maukah aku tunjukkan kepadamu cara memanggil orang untuk shalat yang lebih baik daripada memukul lonceng?” Akupun menjawab: “Ya tentunya aku ingin. Maka pria itu mengajari aku lafadz untuk memanggil shalat, bunyinya:

Allahu Akbar Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar

Asyhadu anla ilaaha illallah – Asyhadu anla ilaaha illallah

Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah – Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah

Hayya alas shalah – Hayya alas shalah.

Hayya alal falah – Hayya alal falah

Allahu Akbar Allahu Akbar

La Ilaa ha illallah.

Setelah orang tersebut mengajari aku lafadz adzan itu diapun seketika mundur ke belakang, kemudian dia mengatakan kepadaku: “Dan setelah itu engkau katakan ketika engkau akan menunaikan shalat:

Allahu Akbar Allahu Akbar

Asyhadu anla ilaaha illallah

Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah

Hayya alas shalah – Hayya alal falah

Qad Qamatis shalah – Qad Qamatis shalah

Allahu Akbar Allahu Akbar

La Ilaa ha illallah.

Demikian yang aku lihat dalam mimpiku, sehingga ketika aku datang untuk shalat subuh, aku ceritakan apa yang aku lihat dalam mimpiku kepada Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam.

Maka beliaupun mengomentari ceritaku dengan menyatakan: “Itu adalah mimpi yang benar insya Allah. Bangkitlah engkau dari dudukmu dan segera ajari bilal dengan lafadz adzan dan qamat yang engkau lihat dalam mimpimu agar dia mengumandangkan adzan dan qamat dengan lafadz itu, karena Bilal lebih kuat suaranya daripada engkau.”

(HR. Abu Dawud dalam Sunan nya hadits ke-499 dan Al-Imam Al-Albani menghasankan hadits ini dalam Irwa’ul Ghalil fi Takhrij Alhaditsi Manaris Sabil jilid 1 halaman 265).

Demikian lafadz adzan dan qamat dan adapun lafadz adzan subuh, padanya ada tambahan sebagaimana telah diriwayatkan berikut ini:

  1. Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud As-Sijistani dalam *Sunan*nya dari Abu Mahdhurah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam mengajarinya lafadz adzan subuh diwaktu adzan pertama dengan menyatakan “Asshalatu khairum minan naum” [1].

Sementara itu Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya jilid 1 halaman 202 dari Muhammad bin Sirin memberitakan bahwa Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu (salah seorang shahabat Nabi yang senior) menyatakan:

من السنة إذا قال المؤذن في أذان الفجر حيى على الفلاح قال: الصلاة خير من النوم .

رواه ابن خزيمة في صحيحه ج ١ رقم ۳۸٦ ص ۲۰۲}

“Adalah termasuk dari Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam, bila tukang adzan mengumandangkan adzan di waktu fajar, hendaklah dia menambahkan kata As-Shalatu Khairum Minan Naum (shalat itu lebih baik daripada tidur) setelah mengucapkan Hayya Alal Falah.” (Riwayat Ibnu Khuzaimah dalam Shahih nya riwayat ke-386).

Juga telah diriwayatkan oleh Ad Daraqutni dengan sanadnya, bahwa Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan kepada tukang adzannya “Apabila engkau telah sampai pada kalimat Hayya Alal Falah dalam adzan di waktu fajar, hendaknya engkau tambahkan setelah itu dengan kalimat: As-Shalatu Khairum Minan Naum – As-Shalatu Khairum Minan Naum [2].

Al Baihaqi dalam As-Sunanul Kubra jilid 1 halaman 423 juga meriwayatkan atsar ini, dengan sanad Ad-Daraqutni tersebut. Dengan demikian maka adzan subuh itu ditambah kalimat As-Shalatu Khairum Minan Naum setelah kalimat Hayya Alal Falah.

Penambahan kalimat itu dilakukan di adzan pertama, karena adzan pertama itu fungsinya bukanlah untuk memberitahu kaum Muslimin tentang telah masuknya waktu shalat subuh, akan tetapi untuk membangkitkan orang dari tidurnya dan mengingatkan juga bahwa waktu subuh telah sangat dekat.

Al-‘Allamah Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani As-Shan’ani rahimahullah menukil keterangan dari Al-‘Allamah Ibnu Ruslan rahimahullah dimana beliau menyatakan:

“Maka disyariatkannya At-Tatswib (yaitu pernyataan As-Shalatu Khairum Minan Naum) itu hanyalah di dalam adzan pertama waktu fajar, untuk membangunkan orang dari tidurnya. Adapun adzan kedua waktu fajar adalah untuk memberi tahu telah masuknya waktu shalat subuh dan sekaligus panggilan untuk menunaikan shalat.” [3]

  1. Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud As-Sijistani dalam Sunan nya hadits ke-531 dari ‘Utsman bin Abil Ash, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam bersabda kepadanya: “Engkau jadi imam bagi kaummu, dan jadikanlah ukuran panjangnya shalatmu itu dengan keadaan makmum yang paling lemah fisiknya, dan angkatlah tukang adzan yang tidak menerima gaji bagi adzannya.”

Al-Imam Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad Al-Khattabi Al-Busti rahimahullah (wafat th. 388 H) menerangkan: “Al-Hasan Al-Basri menyatakan: “Aku khawatir shalatnya tidak ikhlas untuk Allah bila adzannya menerima bayaran.” [4] Maka sangat diperingatkan agar tukang adzan itu mengutamakan ikhlas untuk Allah semata dalam melaksanakan adzannya.

  1. Mu’adzdzin (tukang adzan) itu haruslah orang yang menjaga amanah dalam menjalankan kemestian adzan yang berkaitan dengan waktu shalat. Karena dengan disuarakannya adzan di suatu tempat, berarti datanglah kewajiban atas kaum Muslimin untuk menunaikan shalat.

Italah sebabnya Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam menamai muadzdzin itu dengan istilah Mu’tamanun (lihat hadits tersebut di poin ke-5 dari BEBERAPA KEUTAMAAN ADZAN DAN QAMAT), yakni orang-orang yang dipercaya tentang pengumuman telah masuk waktu shalat dan atau telah dekatnya waktu shalat.

  1. Karena adzan dan qamat itu adalah ibadah, maka disamping harus ikhlas karena Allah dalam pelaksanaannya, juga harus menjalankannya persis seperti apa yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam. Jadi adzan tidak bisa dilakukan dengan memakai lafadz lain selain lafadz yang dituntunkan, sebagaimana shalat juga tidak bisa dilakukan dengan selain lafadz yang dituntunkan.
  2. Muadzdzin dianjurkan untuk melafadzkan adzan dengan fasih seseuai dengan pelafadzan huruf-hurufnya dan panjang pendek masing-masing huruf menurut tuntunan tajwid. Karena bila muadzdzin melakukan kemestian ini, maka batallah adzan itu dan tidak dianggap adanya pelaksanaan adzan tersebut.
  3. Dituntunkan agar Muadzdzin itu adalah orang yang mampu menyuarakan adzan dengan suara yang bagus dan keras. Karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alayhi wa alihi wasallam memerintahkan kepada Abu Sa’id Al-Khudri demikian (lihat poin ke dua dalam BEBERAPA KEUTAMAAN ADZAN DAN QAMAT).
  4. Dituntunkan agar Muadzdzin dalam beradzan memasukkan kedua ibu jarinya atau salah satu jarinya ke dalam kedua lubang telinganya atau ke salah satu dari dua lubang telinganya. Demikian diterangkan dalam riwayat Abi Juhaifah tentang perbuatan Bilal bin Abi Rabah dan perbuatan Abdullah bin Umar [5].

PENUTUP

Demikianlah pembahasan hukum adzan dan qamat yang diringkaskan dari keterangan para Ulama’ terhadap dalil-dalil tentang riwayat adzan dan qamat. Tentu masih banyak lagi pembahasan yang belum disinggung di sini berkenaan dengan adzan dan qamat. Namun sedikit uraian di sini kiranya dapat diamalkan dalam keseharian hidup kita.

FOOTNOTE:

[1] Sunan Abi Dawud hadits ke-501, jilid 1 hal.133. juga An-Nasa’ie meriwayatkan hadtis ini dengan shahih dalam Sunannya hadits ke 647

[2] Sunan Ad-Daraqutni, Al-Imam Al-Hafidz Abul Hasan Ali bin Umar bin Ahmad bin Mahdi bin Mas’ud bin An Nu’man bin Dinar bin Abdullah Ad-Daraqutni Al-Baghdadi (lahir th. 306 H dan wafat th. 385 H), jilid 1 halaman 195 hadits ke-935, terbitan Darul Fikr Beirut Libanon, cet. Th. 1414 H / 1994 M

[3] Subulus Salam Syarah Bulughul Maram Min Jam’i Adillatil Ahkam, Al-Imam Al-‘Allamah Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani Al-Amir As-Shan’ani juz 1 halaman 120, terbitan Maktabah Musthafa Al-Babi Al-Halabi, Mesir, cet. Th. 1369 H / 1950 M.

[4] Ma’alimus Sunan Syarah Sunan Abi Dawud, Al-Imam Abu Sulaiman Hamad bin Muhammad Al-Khatthabi Al-Busti, juz 1 hal. 135, terbitan Darul Kutub Al-IlmiyahBeirut Libanon, cet. Th. 1416 H / 1996 M.

[5] Lihat pembahasannnya dalam Taqhliqut Ta’liq ‘ala Shahihil Bukhari, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, jilid 2 hal. 268-272, terbitan Al-Makbatul Islami cet. 1405 H / 1985 M.

*) (Selesai Penukilan dari Majalah Salafy Edisi 07/TH V/1429 H/2008 M , Penulis Al-Ustadz Ja’far Umar Thalib رحمه الله )

 

sumber: downloaddakwahsalafy.wordpress.com/2022/03/01 di WAGroup PERKOKOH PERSATUAN MUSLIM (postRabu2/3/2022/hurufarab)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *