Perlintasan sebidang kereta api (KA) merupakan salah satu titik dimana sering terjadi kecelakaan lalu lintas. Melihat fakta ini, PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta melakukan penutupan di sejumlah perlintasan sebidang KA.
semarak.co-Hal ini sejalan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 94 Tahun 2018 tentang Peningkatan Keselamatan Perlintasan Sebidang antara Jalur Kereta Api dengan Jalan pasal 5 dan 6.
Manager Humas Daop 1 Jakarta Ixfan Hendri Wintoko mengatakan, tercatat ada sebanyak 267 perlintasan sebidang yang resmi dan 236 perlintasan sebidang yang tidak resmi di wilayah Daop 1 Jakarta. Di 2023, telah diprogram pelaksanaan penutupan perlintasan sebidang sebanyak 22 perlintasan di wilayah Daop 1 Jakarta dan terealisasi sebanyak 15 perlintasan.
Kemudian, lanjut Ixfan merinci, telah diprogramkan sebanyak 19 perlintasan di 2024 dan saat ini Daop 1 Jakarta telah melakukan penutupan sebanyak 6 perlintasan. Terakhir, penutupan perlintasan sebidang KA dilakukan, Rabu (26/6/2024), di perlintasan sebidang liar KM 39 +600 petak jalan Citayam – Cibinong di Kampung Kelapa, Desa Rawa Panjang, Kec. Bojong Gede, Kab. Bogor.
“Sebelum pelaksanaan penutupan juga telah dilakukan sosialisasi terhadap masyarakat sekitarnya. Penutupan kali ini juga didukung dan dihadiri oleh unsur kewilayahan, Kecamatan Bojong Gede, Desa Parung Panjang, Dishub Bogor dan BTP Jakarta,” kata Ixfan dirilis humas usai kegiatan melalui pesan elektronik redaksi semarak.co, Rabu (26/6/2024).
Kesempatan sama, perwakilan dari BTP Jakarta Winanda Mashlahat dan Sekretaris Desa Parung Panjang Ali Idris mengungkapkan kebahagiaannya atas ditutupnya perlintasan tersebut. “Saya sangat senang dan mendukung ditutupnya perlintasan tersebut, untuk keselamatan bersama, agar warga tetap disiplin dan anak-anak tidak bermain di jalur KA,” ungkap Ali Idris.
Sementara itu Winanda juga berharap agar pemerintah daerah juga mendukung ditutupnya perlintasan- perlintasan liar yang dibuat oleh warga masyarakat. “Perlintasan -perlintasan liar merupakan titik rawan terjadinya kecelakaan dan berpotensi menjadi besar kalo diabaikan,” katanya.
Ixfan menjelaskan bahwa ada 3 unsur untuk menghadirkan keselamatan di perlintasan kereta api yaitu dari sisi infrastruktur, penegakan hukum, dan budaya. Di sisi infrastruktur, evaluasi perlintasan itu harus dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan KAI dan pihak terkait lainnya secara berkala.
Sesuai Undang-undang Perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 94 ayat 2 berbunyi: Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Berdasarkan hasil evaluasi ini, perlintasan dapat dibuat tidak sebidang, ditutup, ataupun ditingkatkan keselamatannya.
“Upaya penutupan perlintasan sebidang ini, perlu dukungan dari semua pihak demi keselamatan bersama. Keselamatan perjalanan kereta api maupun keselamatan lalu lintas jalan umum merupakan tanggung jawab bersama. Tidak memberatkan hanya ke satu pihak saja” ungkap Ixfan
Sementara di sisi penegakan hukum, dibutuhkan penindakan bagi setiap pelanggar agar menimbulkan efek jera dan meningkatkan kedisiplinan para pengguna jalan. Ada ancaman pidana bagi pelanggar lalu lintas yang melibatkan kereta api sesuai tertulis pada pasal 296 Undang-undang Lalu Lintas:
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)”.
Selanjutnya juga pada Pasal 310 UU Lalu lintas menekankan bahwa: (1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah).
(2) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000 (dua juta rupiah).
(3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah).
(4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000 (dua belas juta rupiah).
Adapun di sisi budaya, perlu ada kesadaran dari setiap pengguna jalan untuk mematuhi seluruh rambu-rambu dan isyarat yang ada saat melalui perlintasan sebidang. “Kami mengimbau kembali kepada seluruh Masyarakat,” pesan Ixfan.
Khususnya yang melakukan aktivitas lalu lintas di perlintasan sebidang agar lebih meningkatkan kesadaran berlalu lintas dengan mematuhi peraturan yang ada, dan apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kereta api maka tidak hanya pelanggar mengalami kerugian namun PT KAI pun mengalami kerugian. (smr)