Timnas AMIN Minta Gus Ipul Mundur dari PBNU karena Berpihak, Gus Nadir Blak-blakan Ada Gerakan PBNU untuk Dukung Paslon 02

Logo Bendera dari Nahdlatul_Ulama (NU). Foto: internet

Prof Nadirsyah Hosen atau yang akrab disapa Gus Nadir blak-blakan perihal adanya instruksi dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk mendukung calon presiden (capres) calon wakil presiden (cawapres) Prabowo-Gibran.

semarak.co-Hal ini disampaikan Gus Nadir saat menjadi bintang tamu di kanal Youtube Mojok yang dipandu Puthut EA. Penjelasan Gus Nadir ini berawal dari pertanyaan Puthut EA perihal adanya ambiguitas dari PBNU jelang hari pencoblosan Pemilu 2024.

Bacaan Lainnya

Menurut Puthut EA, selama ini publik tahu betul PBNU selalu mengkampanyekan bahwa orang Nahdlatul Ulama (NU) itu harus netral dan tidak ikut dalam politik praktis.

Gus Nadir diawal penjelasannya menjabarkan terlebih dahulu soal perjalanan NU dan soal khittah NU 1926 di peta perpolitikan Indonesia. Dalam penjelasannya Gus Nadir mengatakan, dalam perjalanan sejarah dan perubahan landscape membuat NU menjadi organisasi politik, namun kembali ke khittah 1926.

“PBNU itu terikat dengan khittah 1926. Khittah yang dimaksud dengan ketika NU mulai berdiri dulu tahun 1926, garis perjuangan dari Kiai Hasyim Asy’ari, NU itu bukan organisasi politik. Jadi pertama didirikan itu Jam’iyah. Jam’iyah Nahdlatul Ulama bukan organisasi politik,” jelas Gus Nadir.

“Tapi tafsiran kembali ke khittah 1926 itu sangat dinamis. Dulu itu tafsirannya, zaman Orde Baru, menarik diri dari partai politik. Fokus bangun pesantren, fokus ngaji, makanya lahirlah tokoh-tokoh seperti Gus Dur,” demikian Gus Nadir seperti dilansir kontenislam.com dari artikel asli suara.com.

Dilanjutkan Gus Nadir lagi, “Di era Reformasi NU mendirikan PKB. Partai Kebangkitan Bangsa. NU itu Nahdlatul Ulama, kebangkitan Ulama. PKB itu Kebangkitan Bangsa. Jadi dianggap segarislah. NU itu sayap agama, PKB itu sayap politik.”

Gus Nadir kemudian menyebut kekinian apalagi menjelang Pilpres 2024 munculnya gerakan yang membuat PBNU kembali ke politik praktis. Saat dikonfirmasi pernyataannya itu, apakah Rais Aam Kiai Miftachul Akhyar dan Kiai Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya hadir di pertemuan itu, Gus Nadir mengiyakan.

“Jadi timbul persoalan-persoalan. Ternyata belakangan makin parah. Saya mendengar kemarin itu di Surabaya, dikumpulkan oleh PBNU di Hotel Bumi, para pengurus, Rais Aam hadir, ketua umum hadir, rais hingga ketua Tanfidziyah seluruh Indonesia, PW dan PC. Kiai Miftachul Akhyar hadir, Gus Yahya juga hadir,” ucap Gus Nadir.

Inti dari pertemuan itu kata Gus Nadir ialah ada dawuh atau bisa dibilang instruksi untuk memenangkan paslon nomor 2 Prabowo-Gibran. “Dan saya mendapat informasi, saya sudah cek dan tabayun ke kiai sepuh yang hadir bahwa memang ini jadi masalah ketika, retorika di luar netral. Ternyata lain di mulut lain di pertemuan itu,” kecam Gus Nadir.

Diakui Gus Nadir, “Tidak tertulis. Karena bukan keputusan organisasi resmi. Tapi menggerakan struktur organisasi secara masif sampai ke bawah, yaitu mendukung calon 02. Ini menjadi keresahan. Mengapa kemudian PBNU melanggar apa yang disampaikannya sendiri untuk kemudian tidak bermain politik praktis, tapi politik kebangsaan,” keluhnya.

Menurut Gus Nadir, saat PBNU mendukung dan terlibat secara formal ataupun non formal kepada paslon 01,02 atau 03, gerakan civil society menjadi tidak berdaya menghadapi Pilpres. “Kekuatan kritis di luar pemerintahan, di mana NU jadi bagian civil society menjadi tumbang,” imbuhnya.

Lebih parah lagi, kata Gus Nadir, andai Pilpres berujung konflik dan chaos, maka NU yang selama ini elemen kuat perekat bangsa akan dipertanyakan kemampuannya sebagai organisasi penengah. “Kita kehilangan marwah NU sebagai ormas perekat bangsa dan ini bisa membelah masyarakat di bawah,” tuturnya.

Selain itu Gus Nadir mengatakan, selama ini PBNU setiap mengambil keputusan akan selalu menggunakan landasan fiqih. Ia juga menyebut saat bertanya kepada sejumlah kiai yang hadir di pertemuan itu juga mempertanyakan landasan fiqih mengapa harus dukung paslon nomor 02. “Sementara 02 itu tidak ada bau-bau NU-nya. Yang ada bau-bau NU-nya 01 dan 03. Kalaupun dukung 01 dan 03, tetap harus ada landasan fiqihnya,” katanya.

Di bagian lain Juru Bicara Timnas Capres Anies Baswedan dan Cawapres Muhaimin Iskandar alias Gus Imin atau biasa disebut AMIN bidang santri dan pesantren Muhammad Husnil menyayangkan pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul agar tidak mendukung calon yang didukung Abu Bakar Ba’asyir.

Husnil mengatakan, Gus Ipul telah menggunakan metode kampanye fear mongering dengan menyebar disinformasi. Pernyataan Sekjen PBNU itu secara jelas telah melanggar prinsip khittah NU. “PBNU yang telah menggariskan diri sebagai jam’iyah diniyyah dan tak terlibat politik praktis, kini malah diseret ke dalam politik praktis oleh sekjennya langsung, Saifullah Yusuf,” kata Husnil, Rabu (17/1/2024).

Mestinya, kata dia, Gus Ipul bijak dalam menyampaikan pesannya sebagai tokoh kedua tertinggi di PBNU setelah Ketua Umum, KH Yahya Cholil Staquf. Bila memang beliau terlibat dalam pemenangan salah satu calon presiden, sebaiknya mundur saja dari kepengurusan.

“Jangan sampai memanfaatkan posisinya sebagai Sekjen PBNU untuk kepentingan kampanye. Memang tampak seperti netral, tapi sesungguhnya pernyataan Gus Ipul itu untuk memberikan kampanye negatif terhadap salah satu paslon,” kecam Husnil dilansir eramuslim.com dari artikel asli suara.com.

“Jelas sekali bahwa yang dia maksud adalah pasangan Anies-Muhaimin. Padahal, pasangan AMIN dipersatukan oleh ulama-ulama khos NU, seperti Lora Kholil As’ad Syamsul Arifin, Mbah Thoifur Mawardi, Gus Badawi Kudus, Gus Munif Zuhri, atau Mbah Amin Cilacap,” beber Husnil.

Husnil menyatakan, Gus Ipul telah lupa terhadap sembilan pedoman berpolitik NU yang didasarkan pada khittah NU. “Pada poin ketujuh disebutkan bahwa ‘Berpolitik bagi Nahdlatul Ulama, dengan dalih apa pun, tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah-belah,” ujarnya.

“Apa yang Gus Ipul katakan itu jelas-jelas mau memecah-belah bangsa. Saya dapat memastikan bahwa justru Anies dan Muhaimin yang benar-benar sesuai kriteria NU sebagai seorang pemimpin. Kaidah ushul fiqh almuhafadhah alal qadimi ash-sholih wal akhdzu bil jadidi al-ashlah. Artinya, mempertahankan yang lama dan mengambil yang baru yang lebih baik,” terang dia.

Anies ketika di Jakarta itu justru meningkatkan program-program yang sudah dirintis gubernur-gubernur sebelumnya, lanjut Husnil, seperti MRT atau Transjakarta dan membuat program baru yang lebih bagus, seperti memberikan beasiswa kepada santri dan siswa madrasah lewat KJP plus.

“Gus Imin itu mempertahankan dan membawa PKB sebagai salah satu partai besar di Indonesia dan membawa kontribusi konkret terhadap santri dan pesantren, seperti memperjuangkan Hari Santri dan UU Pesantren,” tuturnya.

Dibanding menyebarkan isu dan membawa PBNU ke dalam arena politik praktis, Husnil menyarankan kepada Gus Ipul untuk menguji secara langsung ketiga pasangan itu untuk melihat mana yang lebih pas dalam soal amaliyah atau cara berpikir NU.

“Kalau mau menguji rekam jejak kinerja, Pak Anies dan Gus Muhaimin lebih siap dibanding siapa pun. Kalau mau menguji amaliyah NU, silakan juga. Saya kira, kita sebagai Nahdliyin akan sangat senang sekali bila dibuka di publik bagaimana bacaan qunut Pak Prabowo, Mas Gibran, atau Pak Anies, dan Gus Muhaimin. Atau Pak Ganjar dan Pak Mahfuf,” umpatnya.

“Atau bila dirasa masih kurang, bisa juga dilihat mana yang sekiranya bisa memimpin tahlil atau diminta untuk memimpin sholawatan di hadapan publik. Pak Anies dan Gus Muhaimin sudah teruji di publik, tapi saya kira tidak akan keberatan bila ada forum khusus untuk menguji amaliyah NU mereka berdua,” demikian Husnil menutup. (net/kon/era/smr)

 

sumber: kedua link share di WAGroup AMAR MARUF NAHI MUNKAR (postKamis18/1/2024/ariffahron37)

Pos terkait