Tim IT Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Sandi akan mengungkapkan fakta adanya penggerusan dan penggelembungan suara pada pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 di sidang sengketa hasil perselisihan Pemilu 2019 di gedung Mahkamah Konstitusi (MK) kawasan Medan Merdeka Barat, Jumat (14/6).
Adapun penggerusan suara 02 yang diungkapkan Tim IT BPN, sebesar lebih dari 2.500.000 dan penggelembungan suara paslon 01 Jokowi-Ma’ruf Amin sekitar di atas 20.000.000. Sehingga perolehan sebenarnya untuk suara pasangan 01 sekitar 62.886.362 atau 48 persen dan suara untuk pasangan 02 sekitar 71.247.792 atau 52 persen.
Anggota Tim Kuasa Hukum BPN Denny Indrayana mengatakan, proses itu diduga dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi (IT), dengan ditemukannya indikasi proses rekayasa (engineering) dan sekaligus adjustment atas perolehan suara yang sedari awal sudah didesain dengan komposisi atau target tertentu dengan menggunakan sistem IT tertentu.
“Fakta ini juga menuntut pemeriksaan form C1 di Mahkamah Konstitusi harus selangkah lebih maju dengan memperhatikan, melibatkan, dan menggunakan IT dalam proses menguji, konfirmasi dan klarifikasi suara yang tersebut di dalam form C1 yang terdapat di dalam Sistem Informasi Penghitungan (Situng) Suara KPU untuk mengetahui Digital Fraud yang terdapat di dalam sistem infomasi tersebut,” ujar Denny dalam rilis Tim Kuasa Hukum BPN, Jumat (14/6).
KPU, nilai Denny, diwajibkan memiliki informasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu secara keseluruhan sesuai Pasal 14 jo Pasal 218 UU No. 7 Tahun 2017. Sehingga seyogianya pemeriksaan atas keabsahan hasil pemilu juga perlu menggunakan atau membandingankannya dengan IT.
“Apalagi ada sanksi pidana jika ada yang sengaja merusak, mengganggu dan mendistorsi sistem informasi penghitungan suara sesuai Pasal 536 UU No. 7 Tahun 2017. KPU sendiri mengatur secara khusus soal Situng suara melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 3 Tahun 2019 dan PKPU No. 4 Tahun 2019,” paparnya.
Itu sebabnya, lanjut dia, data C1 yang berada di dalam Situng menjadi data yang bersifat mirroring dengan C1 yang digunakan untuk penghitungan berjenjang. “Berdasakan hasil analisis IT dan IT forensik yang dilakukan atas sistem informasi hasil penghitungan suara KPU, Tim IT menemukan kecurangan berupa penggelembungan suara itu,” ungkapnya.
Ini terjadi di 25 Provinsi dan menyebar di beberapa Provinsi di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi dan Bali, Nusa Tenggara Timur dan terjadi di lebih dari 400 Kabupaten/kota.
“Jika dilihat dari besar jumlah suara, penggelembungan suara terbesar terjadi di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Lampung, Kalimantan Selatan, dan Bengkulu.
Untuk Provinsi Jawa Tengah Penggelembungan Suara 01 secara presentase terbesar terjadi di Rembang, Kota Pekalongan, Batang, Pekalongan, Kudus, Kendal, Purbalingga, Demak, Wonosobo, Blora, dan Jepara.
Untuk Provinsi Jawa Timur Penggelembungan Terbesar terjadi Trenggalek, Tuban, Mojokerto, Jombang, Gresik, Kota Pasuruan, Pasuruan, Kota Probolinggo, Nganjuk dan Probolinggo.
Sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat Penggelembungan Terbesar terjadi di Kota Cirebon, Cirebon, Indramayu, Sukabumi, Purwakarta, Karawang, Majalengka, Bekasi, Bogor, Subang dan Kuningan.
“Berdasarkan uraian di atas, kami mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam memeriksa dugaan terjadinya penggelembungan suara dengan memelototi data Situng KPU sebagai bagian dari wujud partisipasi publik dalam upaya menegakkan Daulat Rakyat atas indikasi kecurangan yang dilakukan dengan penggelembungan dan rekayasa dokumen C1 dan DA1,” tutupnya. (lin)