Tim Ekonom CIMB Niaga Revisi Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2020

Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Adrian Panggabean. Foto: humas CIMB Niaga

Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal kedua (Q1) 2020 diperkirakan -5,1% year on year (yoy) atau direvisi dari pertumbuhan -1% yoy pada prediksi sebelumnya. Dengan proyeksi tersebut, pertumbuhan ekonomi di 2020 secara keseluruhan (full-year) direvisi dari +1,8% yoy menjadi +0,1% yoy.

semarak.co– Chief Economist PT Bank CIMB Niaga (CIMB Niaga) Adrian Panggabean mengatakan, pertumbuhan ekonomi 0,1% didasarkan pada asumsi bahwa pemerintah berhasil secara efektif mendorong perekonomian lewat stimulus fiskal di semester II – 2020 dan merealisasikan target defisit fiskal mencapai paling tidak 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Bacaan Lainnya

“Karena dorongan fiskal yang efektif sangat penting agar potensi pertumbuhan ekonomi di semester kedua dapat tetap berada pada zona yang positif,” kata Adrian di Jakarta, Kamis (2/7/2020) seperti dirilis Humas CIMB Niaga, Jumat (3/7/2020).

Terkait nilai tukar (kurs) dolar Amerika Serikat (USD) terhadap rupiah (IDR) Adrian juga menyampaikan revisi dari rerata-tahunan 15.625 menjadi 14.550. Hal ini karena perubahan pandangannya terhadap USD Index.

“Kami melihat potensi pelemahan USD Index terjadi akibat masifnya intervensi bank sentral Amerika Serikat yang berpotensi mendorong pelemahan USD. Di balik asumsi ini adalah view kami bahwa kurs mata uang yuan (CNY) akan dijaga stabil oleh People’s Bank of China (PBoC) di kisaran 7,04-7,07 per USD,” jelas Adrian.

Pertimbangan penting lain yang mendasari revisi pertumbuhan PDB Indonesia, terang dia, volume perdagangan global. Dalam prediksi dirilis April 2020, Adrian mendasarkan dinamika ekspor-impor pada view bahwa volume perdagangan dunia akan kembali ke level tahun 2016.

Namun, perkembangan data terakhir mengindikasikan bahwa volume perdagangan global di tahun 2020 akan mendekati level di tahun 2017. “Di pasar aset, nampaknya kinerja aset obligasi negara akan tetap outperform aset saham. Hal ini lebih dipengaruhi oleh terjadinya perubahan perilaku investor terkait kecenderungan belanja, menabung, dan risk appetite,” tutup Adrian. (smr)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *