Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut bahwa negaranya harus mendapat bagian dari penjualan TikTok yang beroperasi di AS, serta memperingatkan bahwa dia akan memblokir aplikasi tersebut per tanggal 15 September 2020 jika penjualan tersebut tidak terjadi.
semarak.co– Pernyataan itu dilontarkan Trump pada Jumat pekan lalu (31/7/2020) yang berencana melarang TikTok, perusahaan milik China beroperasi di negaranya per Sabtu (1/8/2020) setelah menolak kemungkinan penjualan aplikasi tersebut kepada Microsoft.
“Saya katakan bahwa jika aplikasi ini dibeli, berapa pun harga yang masuk ke pemiliknya, karena saya yakin pada dasarnya itu adalah China, sejumlah porsi yang substansial dari harga tersebut harus masuk ke kas Amerika Serikat karena kami memungkinkan transaksi ini terjadi,” kata Trump di Amerika Serikat, Senin (3/8/2020).
Pekan lalu, seperti diketahui Reuters melaporkan bahwa sejumlah investor menghargai TikTok sekitar 50 miliar dolar AS (setara Rp735 triliun). Dalam pembelaan Trump atas permintaannya untuk mendapat bagian dari penjualan tersebut, dia mengatakan, tidak ada orang yang akan berpikir demikian selain saya, namun begitulah cara saya berpikir.
Nicholas Klein, seorang pengacara di firma hukum DLA Piper, berkomentar bahwa sesungguhnya pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk mengambil bagian dari perjanjian jual-beli di antara perusahaan swasta melalui Komite Investasi Asing di AS (CFIUS).
Klein menambahkan bahwa ancaman untuk memblokir TikTok pada September, kecuali Microsoft atau perusahaan lain mampu membeli aplikasi itu dan telah sepakat dengan perjanjian jual-beli, adalah langkah supaya Kementerian Keuangan AS mendapat banyak pemasukan.
Menanggapi pernyataan baru Trump, TikTok menyebut pihaknya berkomitmen untuk terus membawa kegembiraan bagi keluarga serta karir yang bermakna bagi mereka yang menggunakan platform ini, karena kami membangun TikTok untuk jangka panjang. TikTok akan berada di sini untuk tahun-tahun mendatang.
TikTok masuk ke dalam medan perselisihan antara China dan AS, dengan pemerintah AS menyebut TikTok membawa risiko bagi keamanan nasional AS karena perkara data personal yang dikumpulkan dari pengguna aplikasi tersebut.
Pekan lalu, pimpinan eksekutif TikTok menulis dalam unggahan di blog bahwa perusahaan itu berkomitmen mematuhi hukum di AS serta memperbolehkan para pakar untuk mengkaji kebijakan moderasi dan mempelajari kode algoritma yang digunakan perusahaan.
Seperti diketahui, ByteDance sedang mempertimbangkan untuk memindahkan lokasi kantor TikTok demi posisi mereka sebagai perusahaan global dari Amerika Serikat ke London Inggris.
“ByteDance berkomitmen menjadi perusahaan global. Menyikapi situasi saat ini, ByteDance sudah mengevaluasi kemungkinan mendirikan markas TikTok di luar Amerika Serikat, supaya bisa melayani pengguna global kami lebih baik lagi,” kata juru bicara ByteDance, dikutip dari Reuters, Selasa (4/8/2020).
Koran Inggris Raya, Sun, menuliskan TikTok akan membangun kantor di ibu kota London. Pemerintah Inggris Raya mengatakan perpindahan lokasi markas TikTok merupakan keputusan perusahaan tersebut. “Ini merupakan keputusan komersial dan saya tidak tahu apakah sudah ada keputusan yang diambil,” kata juru bicara Perdana Menteri Inggris Raya Boris Johnson.
Rencana TikTok ini bersamaan dengan konflik mereka dengan Amerika Serikat, yang mencurigai aplikasi media sosial itu digunakan sebagai alat mata-mata oleh pemerintah China, yang dibantah TikTok. Inggris Raya belakangan ini memihak Amerika Serikat, bulan lalu mereka mengumumkan akan melarang Huawei dari jaringan 5G mereka mulai 2027. (pos/smr)