Tiga Peneliti Kemenag Dikukuhkan Profesor Riset, Menag: Moderasi Beragama Bangun Kebhinekaan

Tiga peneliti Kemenag usai dikukuhkan sebagai profesor. foto: internet

Sebanyak tiga peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Latihan (Balitbang Diklat) Kementerian Agama (Kemenag) dikukuhkan sebagai profesor riset.

Ketiga peneliti yang disematkan gelar tersebut, yakni Profesor Muhammad Adlin Sila, Profesor Farida Hanun, dan Profesor Idham. Momentum tersebut diharapkannya mampu menjadi pemicu bagi setiap individu untuk senantiasa berusaha mencapai prestasi yang tertinggi.

Menteri Agama RI Fachrul Razi mengatakan, data menunjukkan bahwa pengukuhan profesor riset merupakan semacam pengulangan prestasi bagi Kemenag tahun lalu yang telah berhasil mengukuhkan tiga orang profesor peneliti.

“Saya mengucapkan selamat atas sudah mencapai gelar puncak tertinggi bagi jabatan fungsional peneliti,” ujar Fachrul Razi usai pengukuhan profesor riset di gedung Kemenag, kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2019).

Pencapaian tersebut tentu, lanjut Fachrul, tidak lepas dari peranan banyak pihak. Baik di internal Kemenag maupun instansi terkait terutama di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selaku instansi pembina jabatan fungsional peneliti.

“Karena itu, kita patut bersyukur dan menyampaikan ucapan terima kasih setinggi-tingginya pada seluruh pihak yang berperan dalam kesuksesan ini,” kata Fachrul dalam sambutannya.

Ia menyampaikan fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lima tahun ke depan adalah membuka ruang peran yang luas bagi para peneliti untuk menjadi yang pertama dan terdepan sebagai lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam menyajikan serta merumuskan formulasi kebijakan strategis.

Hal itu sesuai dengan fokus pemerintahan yang disampaikan Presiden dalam pidato usai pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019 yakni, meliputi pembangunan sumber daya manusia, pembangunan infrastruktur, simplifikasi regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transformasi ekonomi.

“Kelima arahan itu apabila kita telaah membuka ruang bagi peneliti untuk memberi dampak positif bagi kehidupan bangsa dan negara,” kata mantan Wakil Panglima TNI.

Terlebih lagi, baru-baru ini telah disahkan pula Undang-Undang nomor 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek yang salah satu poinnya menyatakan bahwa perumusan kebijakan harus berdasarkan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ia menjelaskan hal ini secara implisit melihatkan bahwa peneliti sebagai salah satu insan iptek perlu dan harus berkontribusi lebih optimal dalam merumuskan kebijakan tersebut.

Dalam undang-undang tersebut, kata dia, secara gamblang dinyatakan aktivitas penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan yang dilakukan peneliti harusnya berorientasi pada penciptaan intensif dan inovasi serta penemuan dan pembaharuan.

Selain itu juga harus menyokong pembangunan induk nasional yang berkelanjutan, menyejahterakan masyarakat, mewujudkan keadilan sosial, meningkatkan kemandirian daya saing dan daya tarik bangsa serta dapat memajukan peradaban bangsa di kancah regional dan internasional.

“Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para profesor riset untuk dapat berperan dan mengambil bagian dalam menjalankan amanat undang-undang itu,” tutup Fachrul.

Di bagian lain Menag mengatakan, moderasi beragama penting untuk terus dikembangkan masyarakat untuk membangun kebhinekaan yang ada di Indonesia. “Saya kira dalam situasi kita sekarang sangat penting karena bangsa kita ini penuh kebhinekaan,” katanya.

Facrul menilai moderasi penting untuk terus dikembangkan karena jika tidak bisa menimbulkan masalah di kemudian hari. Karena, pada dasarnya moderasi beragama adalah kukuh pada ajaran masing-masing tapi tetap penuh toleransi.

Pemerintah melalui Kemenag saat ini sedang mengembangkan dan memperkuat moderasi beragama. Apalagi, pada akhir masa jabatan Menteri Agama sebelumnya telah diluncurkan buku moderasi beragama.

Mengutip orasi dari Prof Muhammad Adlin Sila mengatakan moderasi beragama merupakan upaya menghadirkan jalan tengah atas dua kelompok ekstrem antara liberalisasi dan Konservatisme dalam memahami agama. “Tujuannya tak lain untuk menghadirkan keharmonisan di dalam kehidupan kita sebagai sesama anak bangsa,” ujarnya.

Pada orasinya, Muhammad Adlin menekankan juga untuk mewaspadai munculnya kelompok ragam keagamaan yang eksklusif dan intoleran yang sering mengklaim bahwa pemahamannya adalah paling baik sedangkan yang lainnya tidak atau sesat.

Salah seorang profesor riset yang dikukuhkan Prof Muhammad Adlin Sila mengatakan secara faktual masyarakat Indonesia saat ini memiliki sikap keberagaman yang semakin kuat. Hal itu ditandai oleh kecenderungan untuk menghadirkan agama tidak hanya simbol-simbolnya tapi juga ajarannya dalam kehidupan publik.

“Ternyata gejala-gejala ini tidak hanya umat Islam saja tetapi juga umat beragama lainnya. Ekspresi-ekspresi keagamaan di ruang publik secara bebas terutama dari umat Islam ini sudah terlihat pada awal era reformasi,” tutupnya. (net/lin)

 

sumber: indopos.co.id

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *